Alasan Mengapa Anjing Dan Babi Di Haramkan Dalam Islam
Pandangan Islam
Rasulullah Saw bersabda :
"Setiap binatang buas yang mempunyai gigi taring adalah haram dimakan." (HR Muslim)
Anjing adalah salah satu hewan yg buas & mempunyai gigi taring. selain itu, setiap mendengar suara adzan, pasti Anjing selalu melolong panjang & suara itu bahkan bisa membuat anak2 bayi menangis, itulah yg menandakan suara2 setan yg keluar saat adzan dikumandangkan. anjing begitu peka dengan keberadaan setan. karena itu muncullah ayat untuk mengharamkan anjing
Menurut ilmu kedokteran
Dlm tubuh anjing, mengandung banyak sekali kuman yg bisa mematikan manusia terutama pd liurnya. Seorang dokter pernah melakukan penyelidikan kenapa Anjing diharamkan oleh Allah, lalu dia melakukan percobaan dgn menempelkan sapu tangan ke tubuh seekor anjing, setelah dilihat menggunakan microscop, ternyata di sapu tangan itu mengandung banyak sekali kuman yg sangat berbahaya. Lalu dia mencoba menghilangkan kuman itu dgn mencucinya dgn sabun, tetapi kuman itu masih ada, tetapi setelah sapu tangan itu dicuci dgn tanah sesuai dgn yg diajarkan Rasulullah, ternyata kuman itu menghilang, itulah sebabnya mengapa jika menyentuh anjing kita harus mencucinya dgn tanah
Babi Haram!
Pandangan Islam
Allah berfirman dlm Q.S Al-Baqarah ayat 173 yg artinya :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pandangan Kedokteran
1. Babi mengandung Belerang dengan Kadar Tinggi
Belerang pada babi sangat tinggi. Saat kita mengkonsumsi babi, belerang ikut masuk ke dalam tubuh dan terserap bercamput zat-zat lainnya. Belerang memiliki efek negatif untuk tubuh. Yaitu: menimbulkan penyakit infeksi persendian di mana belerang menumpuk di tulang rawan, otot dan saraf, mempercepat pengapuran, dan hernia.
2. Babi mengandung Hormon Pertumbuhan Dalam Jumlah Besar
Hormon pertumbuhan pada daging babi membuat pertambahan jaringan lemak pada tubuh manusia. Jaringan tubuh menjadi bengkak penuh lemak. Orang yang sering memakan daging babi akan menderita kegemukan. Proses penimbunan lemak mempengaruhi pertumbuhan tulang pada hidung, rahang, tulang muka, tangan dan kaki, secara tidak normal. Hal ini akan meningkat menjadi kanker pada tubuh.
3. Babi menyebabkan Penyakit Kulit
Babi mengandung dua zat berbahaya yaitu "histamin" dan "imtidazol". Kedua zat ini menyebabkan gatal-gatal pada tubuh, melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh mudah terserang penyakit menular: eksem, dermatitis, dan neurodermatitis. Penyakit lain yang mudah menyerang tubuh karena zat-zat ini adalah: bisul, radang usus buntu, penyakit kantung empedu, infeksi pembuluh darah nadi.
4. Babi adalah Penyebar Cacing Trichina
Cacing bebahaya yang menyebar dalam tubuh sangat mengerikan. Cacing ini tinggal di jaringan otot rahang, lidah, leher, tenggorokan, dan dada. Otot-otot tersebut tersumbat dan menjadi lumpuh. Lebih parah lagi karena penyumbatan pembuluh darah balik, meningitis dan infeksi otak. Penyakit yang disebabkan cacing Trichina tidak ada obatnya.
5. Babi mengandung Lemak Berlebih dan Zat Beracun
Lemak pada babi sangatlah banyak. Lemak tersebut masuk ke dalam peredaran darah dan mengakibatkan pengerasan pembuluh nadi, mempercepat tekanan darah dan penyakit jantung. Ada racun ajaib mengerikan bernama "Sutoxin" yang menyebabkan getah bening bengkak. Jika pada tahap pembengkakan serius maka sakit yang luar biasa akan diderita.
6. Flu Babi
Ini adalah fenomenal besar bagi umat manusia. Flu Babi adalah penyakit peringatan akan perintah Allah yang sebenar-benarnya bahwa mengapa babi itu haram menurut Allah. Tentunya pelajaran ini diterapkan pada perintah-perintahNya yang lain. Pasti ada alasan-alasan dari Allah dalam pengharaman-pengharaman tentang hal lainnya yang belum banyak disadari ternyata alasan itu menyelamatkan hidup umat manusia. Flu Babi telah diprediksi sebelumnya sejak zaman Rosul. Semoga kita termasuk umat yang berpikir.
7. Gen Babi dan Manusia Mirip
Dikhawatirkan dengan memakan babi, sifat genetika yg dimiliki babi akan menurun pd manusia. Kehidupan babi yg kotor. Penelitian membuktikan kehidupan babi. Dibuat tempat yg bersih & terjaga untuk babi kemudian di kandang babi dimasukkan 2 jantan babi dan 1 betina. 2 babi jantan tersebut bergantian melakukan seks dengan betina.
Ini berbeda dengan 2 ayam jantan yg akan bertarung untuk mendapatkan 1 betina. Namun, parahnya babi bergantian mendapatkan 1 betina. Sifat2 ini dikhawatirkan akan menurun pd manusia.
Rabu, 14 Maret 2012
Awas!!! INJIL MENYERUPAI AL-QUR’AN !!!
Awas!!! INJIL MENYERUPAI AL-QUR’AN !!!
Karena Injil Itu Berbahasa ARAB
Oktober 3, 2007 — Zoe
Assalamualaikum Wr. Wb.
Informasi ini adalah pemberitahuan dari seorang muslimin yang prihatin (Mohamad Hazari) dalam Bahasa Inggris tetapi telah di Bahasa Melayu Indonesiakan….
Apabila saudara-saudari hendak membeli Al-Quran terutama edisi yang baru, maka berhati-hatilah kerana terdapat 4 surah palsu hasil ciptaan kafir laknatullah. 4 surat itu sebenarnya adalah ayat-ayat injil namun berbahasa arab. oleh karena itu sebelum membeli AL-QUR’AN telitilah dengan secermat mungkin ada yang salah atau tidak.
Apabila saudara-saudari hendak membeli Al-Quran terutama edisi yang baru, maka berhati-hatilah kerana terdapat 4 surah palsu hasil ciptaan kafir laknatullah. 4 surat itu sebenarnya adalah ayat-ayat injil namun berbahasa arab. oleh karena itu sebelum membeli AL-QUR’AN telitilah dengan secermat mungkin ada yang salah atau tidak.
ayat-ayat injil berbahasa arab tersebut kemungkinan besar akan digunakan untuk membelokkan akidah umatt islam, agar umat islam mengakui kalau yesus / nabi Isa itu adalah Tuhan. karena di dunia ini hanya umat islamlah yang secara terang-terangan menolak ketuhanan yesus.
surat-surat palsu itu adalah :
a) Al-Iman
b) Al-Wasaya
c) At-Tajassud
d) Al-Muslimoon
Jika Anda tidak percaya silahkan….klik:
http://dialspace.dial.pipex.com/town/park/geq96/original/
di dalam website ini terdapat surah tersebut dan maksudnya sekaligus.
Adapun terjemahan isi 3 antara 4 surat-surat palsu tsb.
Surat At-Tajassud (Penjelmaan)
1. Puji syukur kepada-Nya yang telah menciptakan sorga yang tanpa batas.
2. Dia ciptakan bumi yang sebagian terdiri dari air dan sebagian lagi tanah.
3. Katakan pada orang-orang yang telah diperdaya oleh ajakan syetan : pikiranmu telah dibutakan sehingga kamu menuduh bahwa Allah itu keliru dan menjadi pengikut syetan.
4. Syetan akan selalu menjadi musuh yang paling besar bagi manusia.
5. Jika Allah menghendaki, Dia bisa membuat seorang anak dari batu, seperti yang telah Dia katakan pada alam ini : jadilah, maka akan jadi mustahil bagi Allah bahwa Dia harus mengkonsultasikan keputusan-Nya dengan orang lain.
6. Mustahil bagi Allah bahwa Dia harus mengambil satu dari mahluknya sebagai anak.
7. ; Katakan pada orang-orang yang masih meragukan apa yang telah diberitakan sebelumnya ; Kristus adalah bukan makhluk Allah, dia telah bersama Allah pada awalnya dan akan selalu bersama-Nya.
8. Dalam Dia (Allah) dan dari Dia, dia (Kristus) berasal, bersama dengan jiwa-Nya, satu Tuhan, abadi, satu dan tidak lebih dari satu.
9. Seperti seorang ayah yang mengirimnya kepada umat manusia seperti yang telah Dia janjikan.
10. Dia tiupkan/turunkan se perti sabda kedalam rahim seorang perawan yang akan lahir sebagai manusia
11. Dia berbaur dengan manusia biasa, berwujud seperti manusia, mati sebagai pengorbanan atas nama manusia dan seperti manusia, juga dia dikubur kan /dimakamkan.
12. Dan seperti Bapa yang ada di Surga, setelah 3(tiga) hari dia naik.
13. Bagi siapa yang tidak percaya keajaiban-Nya, dan mengatakan hal-hal yang buruk tentang-Nya.
14. Allah tidak akan melepas kanmu dari kemurkaan-Nya.
15. Tapi bagi siapa yang percaya pada-Nya dan pada Almasih-Nya, mereka akan mendapatkan pengampunan dan surga dimana mereka hidup abadi.
12. Dan seperti Bapa yang ada di Surga, setelah 3(tiga) hari dia naik.
13. Bagi siapa yang tidak percaya keajaiban-Nya, dan mengatakan hal-hal yang buruk tentang-Nya.
14. Allah tidak akan melepas kanmu dari kemurkaan-Nya.
15. Tapi bagi siapa yang percaya pada-Nya dan pada Almasih-Nya, mereka akan mendapatkan pengampunan dan surga dimana mereka hidup abadi.
Surat Al-Iman (kepercayaan)
1. Ceritera tentang beberapa pengikut dalam kitab, pada saat badai menghantamnya saat mereka sedang berlayar.
2. Kemudian mereka melihat bayangan Kristus berjalan diatas a ir. Mereka lalu berkata : Apakah Tuhan kita itu sedang menertawakan kita atau kita yang sedang gila ?.
3. Lalu terdengar suara aneh yang berkata : jangan takut ini aku,apakah kamu tidak melihat ?
4. Maka, satu dari mereka berteriak : Tuhanku, bimbinglah aku, jika Kau memang disini, untuk berjalan diatas air. Ya Allah jadikanlah keraguanku ini menjadi sesuatu yang pasti.
5. Dia (Allah) berkata padanya : kemarilah dan jadilah mu’jizat/keajaiban yang akan selalu diingat.
6. Dan mulailah sang pengikut/umat tersebut berjalan, dia lalu lihat betapa kencangnya badai yang datang sehingga dia menjadi takut akan tenggelam, lalu dia berteriak lagi kepada Tuhannya untuk minta pertolongan.
7. Dan Dia mengeluarkan tangan-Nya dan merengkuhnya sambil berkata :Oh? Kamu mempunyai sedikit kepercayaan, itulah hadiah/pahala bagi kamu sekalian yang ragu.
8. &nbs p; Dan segera setelah Dia pergi dengannya dengan kapal tersebut,badai reda dan si pengikut ini mengucapkan terimakasih pada-Nya dan berkata :
9. Kau adalah benar-benar anak Tuhan; dalam dirimu kami percaya dan di depan-Mu kami berlutut.
10. Dia berkata : Suka cita adalah untuk mereka yang percaya tanpa mencampur adukkan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang meragukan.Itulah keberhasilan yang sebenarnya.
10. Dia berkata : Suka cita adalah untuk mereka yang percaya tanpa mencampur adukkan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang meragukan.Itulah keberhasilan yang sebenarnya.
Surat Al-Muslimun
1. Alief lam saad miim.
2. Katakanlah : Hai kaum muslimin, kamu sekalian sudah tersesat jauh.
3. Bagi yang tidak percaya kepada Allah dan Kristus-Nya, akan menikmati hari akhirnya dalam kobaran api dan siksaan yang pedih.
4. Beberapa wajah pada hari itu akan terlihat memelas dan ketakutan mencari pengampunan dari Allah dan Allah akan menolong apa yang Dia inginkan (untuk ditolong).
5. &nbs p; Pada hari itu Sang Maha Pengampun berkata : Hai umat-Ku, Aku telah mengarunia kan padamu petunjuk dalam Taurat dan Injil.
6. Dan kamu seharusnya tidak memungkiri apa yang telah Aku perintahkan kepadamu dan menyesatkan diri dari jalan yang benar.
7. Mereka berkata : kami tidak tersesat sendiri tapi dia (Muhammad) yang telah dijadikan salah satu utusan (Allah) telah salah memimpin kami.
8. Dan Allah berkata : Hai Muhammad, kau telah membujuk umat-Ku dan menyebab kan mereka tidak mempercayai.
9. Dia berkata : ya Tuhanku, adalah syetan yang telah membujukku dan sebenar nya akan selalu mengganggu anak-cucu Adam.
10. Dan Allah akan mengampuni orang-orang yang telah terbujuk dan lalu menyesal dan dia akan memaksa dia yang telah terbujuk oleh syetan, yang menyedihkan.
11. Dan jika Allah memerintahkan sesuatu, Dialah y ang paling tahu apa yang diperintahkan dan Dia dapat melakukan segalanya.
Siapakah gerangan tokoh kafir laknatullah yang hendak mengubah kesucian al-Qur’an itu??
Siapakah pengarang Qur’an Palsu / injil berbahasa arab yang menghebohkan di Surabaya? Kemungkinan besar adalah Dr Anis Shorrosh, pastor evangelist Amerika yang mengaku lahir di Nazareth. Dia juga mengajar di sejumlah sekolah teologi dunia.
Liputan Kegiatan
Jakarta — Siapakah pengarang Qur’an Palsu / injil berbahsa arab yang menghebohkan di Surabaya? Kemungkinan besar adalah Dr Anis Shorrosh, pastor evangelist Amerika yang mengaku lahir di Nazareth. Dia juga mengajar di sejumlah sekolah teologi dunia.
Melalui situs Islam in Focus http://www.truth-in-crisis.com/TheTrueFurqan.htm dia menawarkan ‘kitabnya’ Al-Furqanul Haqq atau The True Furqan. Dia mengaku telah menerjemahkan Al Quran yang orisinal ke dalam bahasa Inggris sejak setahun lalu.
Dia menyusun kitab dalam 77 surat dengan text Arab klasik plus terjemahannya dalam bahasa Inggris. Kitab itu ditawarkan dengan harga 19,95 dolar, dapat dipesat melalui internet atau surat ke Truth In Crisis PO Box 949 Fairhop, AL 36533.
Versi lengkap dari karangan Shorrosh itu pernah dimuat dalam situs SuraLikeIt via American On Line [AOL]. Karena menimbulkan keresahan dan sejumlah protes dari kelompok muslim AS, AOL kemudian membekukan situs itu. Tapi upaya penyesatan terus dialihkan ke situs Islam in Focus yang bermotto Truth In Crisis International.
Meski begitu, beberapa isi kitab itu masih tersedia gratis di beberapa situs. Antara lain di http://dialspace.dial.pipex.com/town/park/geq96/original yang memuat empat surat. Yaitu: Al-Iman (10 ayat), At-Tajassud atau “The Incarnation” [15 ayat], Al-Muslimoon [11 ayat], dan Al-Wasaya (16 ayat).
Sepintas lalu, ayat-ayat itu mirip bagian dari Al Qur’an yang diplesetkan. Semuanya promosi ajaran kristiani dan berusaha menyakinkan soal paham trinitas. Al Iman ayat 9, misalnya berbunyi, You are truly the Son of God; in you we believed and in front of you we kneel. {anta huwab’nullahi hakkan fika nahnoo amanna wa’amamka nakhurroo sajideen} Anda benar-benar anak Allah: Kepada-Mu-lah kami beriman dan bersujud.
Sebelumnya, pada ayat 1 dan 2 dari Al Iman, Anis Shorrosh, menulis “And make mention of the disciples in the Book, when the wind blew while they were sailing at night. (1){wadhkur filkitabbil hawari-yeena idha asafatir ri-yahoo bihem laylan wahum yubhiroon}.” Artinya kurang lebih, ”Dan ingatlah Al Kitab, ketika angin bertiup sementara mereka berlayar di tengah malam. ”
”And then it appeared to them seeing the phantom of Christ walking on the water. They said: Is He our Lord deriding us or have we gone insane? (2) {Idh tara’a lahum alal mi-yahee tayful Maseehee yamshee fakaloo a’huwa rabbuna yahza’oo bina am kad massana tayfun min junoon.}” Kemudian nampaklah kepada mereka bayangan Krsitus berjalan di atas air. Mereka berkata: Dialah Tuhan Kami yang mengendalikan kita atau yang menyebabkan kami menjadi manusia.
Contoh lain pada surat At-Tajassud ayat 7. ”Katakanlah pada orang-orang yang masih ragu terhadap yang telah diberitakan sebelumnya, bahwa Kristus bukan makhluk Allah, dia telah bersama Allah pada awalnya dan akan selalu bersamanya.”
Sejak 1959-1966, Anis Shorrosh emmang telah menjadi pastur evangelist di Timur Tengah. Tiga tahun diantaranya mengabdi pada gereja Jerusalem baptist. Dia juga bertugas di Judea, Samaria dan pada 74 negeri.
Alumnus master teologi dari NOBTS di New Orleans, AS dan doktor dari Luther Rice Seminary di Atlanta, telah menulis sembilan buku lainnya. Antara lain tentang Yesus, Islam, Kerasulan dan Timur Tengah.
Pada tahun 1990-an, Anis banyak bertugas sebagai misionaris di Afrika. Antara lain di kenya, capetown, Durban, dan Johanesburg. Kemudian bertugas di Selandia Baru [1995], Inggris dan Portugal. Selain tentu saja menjadi evangelist fanatik di AS. (Republika, 01 Mei 2005).
Masih banyak artikel lain mengenai hal ini, untuk kali ini saya posting segini dulu.
Benarlah firman Allah swt yang berbunyi:
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. [Q.S. Az Zumar:62]
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. [Q.S. Al Hasyr:23]
Sungguh kaum kafir laknatullah tiada senang jika kita belum mengakui Tuhan mereka
Al-Baqarah: 120, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.”
wassalamu’ alaikum warrohmatullahi wa barrokaatuh
sebarkan informasi ini kepada saudara2, tetangga2, teman2 dan semua umat islam yang bisa anda jangkau
Feminis yang Memutuskan Menjadi Mualaf
Elaine Atkinson, Feminis yang Memutuskan Menjadi Mualaf
ISLAM AGAMAKU -Penonton televisi Channel4 yang populer di Inggris terkejut pada natal tahun lalu. Setelah ratu Elizabeth II menyampaikan pesan Natal, tak berselang lama muncul seorang wanita bercadar yang mengucapkan "pesan Natal alternatif". Ia hanya diidentifikasi sebagai Khadijah.Dari suaranya, pemirsa menebak-nebak siapa wajah dibalik cadar itu. Dari logat Inggrisnya yang kental, dipastikan dia adalah keturunan Inggris, bukan imigran. Tampil dalam acara yang dipandu Jack Straw, ia mengkritik mereka yang berpandangan salah tentang jilbab, dan menyebut jilbab justru perisai bagi kaum wanita.
Pekan ini, Daily Mail mengungkap siapa "Khadijah" di balik cadar itu.
Ia adalah Elaine Atkinson, seorang Inggris kulit putih yang mengganti nama menjadi Khadijah setelah menganut agama Islam. Meski kerap dituding masuk kelompok Islam radikal, namun ia mengaku berpikiran sangat moderat.
Pilihannya mengenakan jilbab - dan sesekali cadar - adalah pilihan sadar yang dibuatnya untuk melindungi diri. Wanita berusia 38 tahun ini menyatakan, sebelum menganut Islam, ia bak "hamster yang berlari di treadmill di kandang". "Pub dan konsumtif adalah trademark saya," ujarnya mengenang.
Di lingkungannya, dia dikenal sebagai seorang feminis radikal. Nenek buyutnya adalah aktivis feminis yang menuntut hak pilih bagi perempuan Inggris (suffragette). Kakaknya berdinas di militer Inggris, dan sekarang tengah bertugas di Afghanistan.
Pernah menentang segala bentuk pernikahan, ia akhirnya "tunduk" saat dilamar seorang Muslim kelahiran Inggris asal Pakistan, Iqbal.
Pernikahan ini pula yang membuat hubungan keluarganya retak.
Atkinson, ibu satu anak, didekati oleh Channel4 untuk memberikan alternatif pesan Natal, setelah perempuan berkerudung yang dipilih sebalumnya, Khadijah Ravat, seorang guru berusia 33 tahun, mundur karena publisitas negatif.
Channel4 mengatakan akan menutup identitas aslinya, bersama dengan wajah, untuk memungkinkan pemirsa untuk fokus pada kata-katanya, bukan kepribadiannya.
Atkinson lahir tahun 1968 di barak militer kota Wiltshire. Ia menyatakan, ia tak pernah bersinggungan dengan kaum Muslim sebelumnya. Menginjak dewasa, ia meninggalkan kotanya untuk menjadi pekerja sosial di London.
Tapi pada tahun 1996 dia tiba-tiba menjadi tertarik pada Quran, dan mulai menghadiri acara-acara keagamaan di Masjid Regent's Park di pusat ibukota. "Teman-teman dan keluarga selalu menggambarkan hal-hal yang negatif tentang Islam. Namun justru saya ingin menyelami lebih dalam," ujarnya.
Ia misalnya, mencoba menyelami fikih Muslimah. Pasalnya, feminisme dan islam kerap dipandang bak minyak dan air. "Intinya, Islam adalah agama penindas perempuan," ujarnya.
Namun dari apa yang dibacanya, ia menemukan hal sebaliknya. islam justru memuliakan perempuan. "Kalau saja mereka bisa membuka mata dan melihat kerusakan, maka yang menyebabkan diri mereka sendiri," ujarnya.
Di tengah perjalanan menyelami Islam itulah, ia bertemu Dr Zahid Iqbal, pria yang menjadi suaminya sekarang. Kini Khadijah Iqbal, namanya sekarang, tinggal di Southampton, tempat suaminya mengabdi sebagai seorang dokter. Mereka tinggal di sebuah rumah senilai 350 ribu poundsterling dengan tiga kamar tidur besar di Barking, London Timur. Dia meninggalkan nama lamanya sejak empat tahun lalu.
Ia kini aktif di kelompok pembinaan mualaf perempuan dan secara berkala memandu siaran di sebuah radio lokal
Negeri yang Menipu
Negeri yang Menipu
ISLAM AGAMAKU -Seorang pria yang lagi sakit keras bertanya kepada dokternya. “Dok, tolong katakan, berapa lama lagi saya akan bertahan hidup?” Sang Dokter merasa iba kepada lelaki itu, karena ia tahu penyakit pasiennya sulit disembuhkan, dengan hati penuh iba ia bertanya, “Pak... kenapa Bapak bertanya seperti itu? Mmm... Bapak mau tobat kepada Allah?”
Dengan cepat dijawab oleh lelaki tersebut, “Bukan Dok, saya bukan mau tobat, tapi saya mau makan semua makanan yang selama ini dilarang oleh Dokter!”
Cerita dia atas benar-benar terjadi. Menjadi cermin buat kita, betapa manusia sangat mementingkan nafsu dunia. Hidup hanya untuk menikmati dunia sepuas-puasnya, dan seolah-olah setelah mati tidak ada lagi kehidupan.
Begitu cintanya manusia kepada dunia, bahkan ketika ajal sudah dekat, siksa pedih kubur, dan Hisab Allah tengah menanti, ternyata yang ada di pikirannya hanya nafsu dunia. Naudzubillahi minzaliik...
Mengapa kita cinta dunia? Karena dunia begitu memesona... Kita terbius dengan kenikmatan dunia. Rumah megah, mobil mewah , emas perak, makanan lezat, pangkat, jabatan, kekuasaan, kecantikan dan kemolekan wanita...
Meraih dunia dan segala perhiasannya menjadi tujuan hidup kita. Kita sibuk dengan urusan dunia, terbuai dengan nikmatnya dunia, sehingga lupa dengan urusan yang lebih penting, yaitu urusan akhirat... Kita lupakan alam akhirat, kita lupa betapa indahnya taman Surga, kita tak peduli lagi dengan panasnya api Neraka yang akan membakar kita.
LUPA
Karena cintanya kepada harta (baca: uang) manusia menjadi lupa diri, lupa orangtua, lupa saudara, bahkan lupa kepada Allah, Dzat yang telah menciptakannya!
Uang telah menjadi “Tuhan” kita, lihatlah betapa paniknya kita saat kita tidak punya uang. Tapi kita tidak panik saat Allah memanggil kita melalui azan, untuk ruku' dan bersujud kepada-Nya. Kita malah tetap asik di meja kerja, asik di mal, asik menonton televisi, atau mungkin asik berbuat maksiat!
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur" (QS. At-Takatsur : 1-2)
Dunia ini sifatnya fana, hanya sementara. Dunia adalah negeri yang memperdaya, negeri yang menipu. “...kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali-Imran : 185).
Setelah mati kita akan dibangkitkan dari kubur, kemudian hidup kekal dan abadi di negeri akhirat. Itulah hidup yang sesungguhnya. Ya, kematianlah yang akan memisahkan kita dengan dunia yang sangat kita cintai ini.
Kematian, satu-satunya yang pasti di dunia ini. Sebisa mungkin kita berusaha menghindar dari maut, tapi ketahuilah maut pasti mendatangi kita. Suka atau tidak suka kita pasti mati. Kita semua adalah calon mayat, sedang mengantri dijemput oleh sang malaikat maut, setiap saat malaikat Izrail mengintai kita!
“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati...” (QS. Ali-Imran : 185)
Lalu apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadapi kematian? Jawaban apa yang akan kita berikan kepada Allah saat kita dihisab nanti? Saat mulut ini terkunci, dibungkam, tak bisa bersuara... dan hanya tangan dan kaki kita yang berkata, memberikan kesaksian sebenar-benarnya kepada Allah, tentang apa yang telah tangan kita perbuat selama hidup di dunia, dan kemana saja kaki ini melangkah...
Hidup di dunia adalah satu-satunya kesempatan emas kita untuk mengumpulkan bekal hidup di negeri akhirat. Sungguh tak berguna harta benda yang kita tumpuk di dunia, Sungguh tak berguna kecantikan dan ketampanan. Kita mati tidak membawa secuil harta apapun, dan tak ada yang mau bersanding dengan kita...
Di dalam liang yang sempit, gelap, senyap, lembab, penuh cacing serta binatang melata, kita sendirian... hanya ditemani oleh selembar kain kafan dan sebilah papan, itupun tak berguna untuk kita. Hanya amal shaleh yang menolong kita!...
“Wahai, kiranya kematian itulah yang menyudahi segala sesuatu. Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku telah hilang dariku.” (QS. Al-Haqqah : 27-29)
Merenungi kematian, bukan berarti kita pasif dan pasrah menanti dijemput sang maut, tapi kita bergerak aktif mengisi kehidupan di dunia, mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menuju negeri akhirat yang abadi. Mulai sekarang, detik ini, mari kita gunakan waktu kita, umur singkat kita untuk berbuat kebaikan, beramal shaleh, bertakwa kepada Allah... Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah kematian sebagai penasehat.”
Innalilahi wa innaa ilaihi rajiuun... Sungguh kita hanya milik Allah, dan akan kembali kepada-Nya.
Wallahu ‘alam bishshawaab.(silvani/eramuslim)
Dengan cepat dijawab oleh lelaki tersebut, “Bukan Dok, saya bukan mau tobat, tapi saya mau makan semua makanan yang selama ini dilarang oleh Dokter!”
Cerita dia atas benar-benar terjadi. Menjadi cermin buat kita, betapa manusia sangat mementingkan nafsu dunia. Hidup hanya untuk menikmati dunia sepuas-puasnya, dan seolah-olah setelah mati tidak ada lagi kehidupan.
Begitu cintanya manusia kepada dunia, bahkan ketika ajal sudah dekat, siksa pedih kubur, dan Hisab Allah tengah menanti, ternyata yang ada di pikirannya hanya nafsu dunia. Naudzubillahi minzaliik...
Mengapa kita cinta dunia? Karena dunia begitu memesona... Kita terbius dengan kenikmatan dunia. Rumah megah, mobil mewah , emas perak, makanan lezat, pangkat, jabatan, kekuasaan, kecantikan dan kemolekan wanita...
Meraih dunia dan segala perhiasannya menjadi tujuan hidup kita. Kita sibuk dengan urusan dunia, terbuai dengan nikmatnya dunia, sehingga lupa dengan urusan yang lebih penting, yaitu urusan akhirat... Kita lupakan alam akhirat, kita lupa betapa indahnya taman Surga, kita tak peduli lagi dengan panasnya api Neraka yang akan membakar kita.
LUPA
Karena cintanya kepada harta (baca: uang) manusia menjadi lupa diri, lupa orangtua, lupa saudara, bahkan lupa kepada Allah, Dzat yang telah menciptakannya!
Uang telah menjadi “Tuhan” kita, lihatlah betapa paniknya kita saat kita tidak punya uang. Tapi kita tidak panik saat Allah memanggil kita melalui azan, untuk ruku' dan bersujud kepada-Nya. Kita malah tetap asik di meja kerja, asik di mal, asik menonton televisi, atau mungkin asik berbuat maksiat!
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur" (QS. At-Takatsur : 1-2)
Dunia ini sifatnya fana, hanya sementara. Dunia adalah negeri yang memperdaya, negeri yang menipu. “...kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali-Imran : 185).
Setelah mati kita akan dibangkitkan dari kubur, kemudian hidup kekal dan abadi di negeri akhirat. Itulah hidup yang sesungguhnya. Ya, kematianlah yang akan memisahkan kita dengan dunia yang sangat kita cintai ini.
Kematian, satu-satunya yang pasti di dunia ini. Sebisa mungkin kita berusaha menghindar dari maut, tapi ketahuilah maut pasti mendatangi kita. Suka atau tidak suka kita pasti mati. Kita semua adalah calon mayat, sedang mengantri dijemput oleh sang malaikat maut, setiap saat malaikat Izrail mengintai kita!
“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati...” (QS. Ali-Imran : 185)
Lalu apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadapi kematian? Jawaban apa yang akan kita berikan kepada Allah saat kita dihisab nanti? Saat mulut ini terkunci, dibungkam, tak bisa bersuara... dan hanya tangan dan kaki kita yang berkata, memberikan kesaksian sebenar-benarnya kepada Allah, tentang apa yang telah tangan kita perbuat selama hidup di dunia, dan kemana saja kaki ini melangkah...
Hidup di dunia adalah satu-satunya kesempatan emas kita untuk mengumpulkan bekal hidup di negeri akhirat. Sungguh tak berguna harta benda yang kita tumpuk di dunia, Sungguh tak berguna kecantikan dan ketampanan. Kita mati tidak membawa secuil harta apapun, dan tak ada yang mau bersanding dengan kita...
Di dalam liang yang sempit, gelap, senyap, lembab, penuh cacing serta binatang melata, kita sendirian... hanya ditemani oleh selembar kain kafan dan sebilah papan, itupun tak berguna untuk kita. Hanya amal shaleh yang menolong kita!...
“Wahai, kiranya kematian itulah yang menyudahi segala sesuatu. Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku telah hilang dariku.” (QS. Al-Haqqah : 27-29)
Merenungi kematian, bukan berarti kita pasif dan pasrah menanti dijemput sang maut, tapi kita bergerak aktif mengisi kehidupan di dunia, mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menuju negeri akhirat yang abadi. Mulai sekarang, detik ini, mari kita gunakan waktu kita, umur singkat kita untuk berbuat kebaikan, beramal shaleh, bertakwa kepada Allah... Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah kematian sebagai penasehat.”
Innalilahi wa innaa ilaihi rajiuun... Sungguh kita hanya milik Allah, dan akan kembali kepada-Nya.
Wallahu ‘alam bishshawaab.(silvani/eramuslim)
Misteri Jabal Magnet Di Arab Saudi
Misteri Jabal Magnet Di Arab Saudi
ISLAM AGAMAKU -Nama Jabal Magnet (Magnetic Hill) atau Gunung Magnet semakin lama semakin populer di Arab Saudi. Tempat ini menjadi favorit bagi para jamaah haji maupun umroh—terutama dari Asia.
Jabal Magnet terletak kira-kira 60 kilometer dari Kota Madinah. Perjalanan menuju kawasan Jabal Magnet dari Madinah dipenuhi sejumlah perkebunan kurma dan hamparan bukit berbatuan. 10 kilometer menjelang Jabal Magnet, ada sebuah danau buatan yang besar. Gunung Magnet didominasi warna hitam dan merah bata.
Keanehan yang paling kentara di daerah ini adalah mobil berjalan sendiri ke arah berlawanan (mundur), bahkan sanggup mendaki tanjakan. Tidak hanya itu, jarum penunjuk kompas juga tidak bekerja sebagaimana mestinya. Arah utara-selatan menjadi kacau. Selain itu, data di telepon seluler bisa hilang di lokasi itu.
Magnetic Hill, atau warga setempat menyebutnya Manthiqa Baidha, yang berarti perkampungan putih. Namun, banyak yang menamainya Jabal Magnet. Daya dorong dan daya tarik magnet di berbagai bukit di sebelah kiri dan kanan jalan, membuat kendaraan yang melaju dengan kecepatan 120 kilo meter per jam, ketika memasuki kawasan ini, kecepatannya perlahan-lahan turun menjadi 5 kilo meter per jam.
Jabal Magnet yang menjadi kawasan wisata penduduk Madinah awalnya ditemukan oleh orang suku Baduy. Saat itu seorang Arab Baduy menghentikan mobilnya karena ingin buang air kecil. Namun karena sudah kebelet, ia mematikan mesin mobil, tapi tidak memasang rem tangan.
Ketika sedang melakukan hajatnya, ia kaget bukan kepalang, mobilnya berjalan sendiri dan makin lama makin kencang. Ia berusaha mengejar, tapi tidak berhasil. Dan menurut kisahnya, mobilnya tersebut baru berhenti setelah melenceng ke tumpukan pasir di samping jalan.
Saat musim haji, banyak jamaah yang menyambanginya. Pemerintah Arab Saudi lalu membangun jalan menuju lokasi tersebut. Di daerah yang terhitung hijau karena banyak ditumbuhi pohon kurma itu, juga dilengkapi sarana wisata lainnya. Ada tenda-tenda untuk pengunjung, ada mobil mini yang bisa disewa untuk merasakan tarikan medan magnet itu.
Secara geologis, fenomena Jabal Magnet bisa dijelaskan dengan logika. Karena, Kota Madinah dan sekitarnya berdiri di atas Arabian Shield tua yang sudah berumur 700-an juta tahun. Kawasan itu berupa endapan lava "alkali basaltik" (theolitic basalt) seluas 180.000 km persegi yang berusia muda (muncul 10 juta tahun silam dengan puncak intensitas 2 juta tahun silam). Lava yang bersifat basa itu muncul ke permukaan bumi dari kedalaman 40-an kilo meter melalui zona rekahan sepanjang 600 kilo meter yang dikenal sebagai "Makkah-Madinah-Nufud volcanic line".(eramuslim)
Jabal Magnet terletak kira-kira 60 kilometer dari Kota Madinah. Perjalanan menuju kawasan Jabal Magnet dari Madinah dipenuhi sejumlah perkebunan kurma dan hamparan bukit berbatuan. 10 kilometer menjelang Jabal Magnet, ada sebuah danau buatan yang besar. Gunung Magnet didominasi warna hitam dan merah bata.
Keanehan yang paling kentara di daerah ini adalah mobil berjalan sendiri ke arah berlawanan (mundur), bahkan sanggup mendaki tanjakan. Tidak hanya itu, jarum penunjuk kompas juga tidak bekerja sebagaimana mestinya. Arah utara-selatan menjadi kacau. Selain itu, data di telepon seluler bisa hilang di lokasi itu.
Magnetic Hill, atau warga setempat menyebutnya Manthiqa Baidha, yang berarti perkampungan putih. Namun, banyak yang menamainya Jabal Magnet. Daya dorong dan daya tarik magnet di berbagai bukit di sebelah kiri dan kanan jalan, membuat kendaraan yang melaju dengan kecepatan 120 kilo meter per jam, ketika memasuki kawasan ini, kecepatannya perlahan-lahan turun menjadi 5 kilo meter per jam.
Jabal Magnet yang menjadi kawasan wisata penduduk Madinah awalnya ditemukan oleh orang suku Baduy. Saat itu seorang Arab Baduy menghentikan mobilnya karena ingin buang air kecil. Namun karena sudah kebelet, ia mematikan mesin mobil, tapi tidak memasang rem tangan.
Ketika sedang melakukan hajatnya, ia kaget bukan kepalang, mobilnya berjalan sendiri dan makin lama makin kencang. Ia berusaha mengejar, tapi tidak berhasil. Dan menurut kisahnya, mobilnya tersebut baru berhenti setelah melenceng ke tumpukan pasir di samping jalan.
Saat musim haji, banyak jamaah yang menyambanginya. Pemerintah Arab Saudi lalu membangun jalan menuju lokasi tersebut. Di daerah yang terhitung hijau karena banyak ditumbuhi pohon kurma itu, juga dilengkapi sarana wisata lainnya. Ada tenda-tenda untuk pengunjung, ada mobil mini yang bisa disewa untuk merasakan tarikan medan magnet itu.
Secara geologis, fenomena Jabal Magnet bisa dijelaskan dengan logika. Karena, Kota Madinah dan sekitarnya berdiri di atas Arabian Shield tua yang sudah berumur 700-an juta tahun. Kawasan itu berupa endapan lava "alkali basaltik" (theolitic basalt) seluas 180.000 km persegi yang berusia muda (muncul 10 juta tahun silam dengan puncak intensitas 2 juta tahun silam). Lava yang bersifat basa itu muncul ke permukaan bumi dari kedalaman 40-an kilo meter melalui zona rekahan sepanjang 600 kilo meter yang dikenal sebagai "Makkah-Madinah-Nufud volcanic line".(eramuslim)
berdo'a terlindung dari musibah
Musibah adalah sesuatu hal yang tak bisa kita prediksi kapan dan dimana dan kepada siapa akan menimpa. Kewajiban kita sebagai seorang mukmin adalah selalu berdoa minta perlindungan kepada Allah taala Yang Maha Rahim agar kita terhindar dari musibah.
Rasulullah s.a.w dengan berbagai macam cara selalu menghimbau orang-orang mu’min supaya mereka senantiasa ingat kepada Tuhan agar mereka selalu mendapat limpahan rahmat kasih sayang Allah taala. Azab yang bertubi-tubi turun berupa bencana-bencana alam yang telah menimpa kaum-kaum terdahulu, banyak negeri porak-poranda dan hancur luluh sehingga meninggalkan hanya nama dan bekas-bekasnya saja. Beliau s.a.w sangat merasa khawatir jangan-jangan disebabkan sesuatu kesalahan azab seperti itu turun pula menimpa mereka yang telah beriman kepada beliau s.a.w atau orang-orang yang tinggal disekitar kampung halaman beliau s.a.w.Maka dari itu kapan saja saat beliau melihat ada angin bertiup kencang atau hujan lebat turun, beliau segera memohon perlindungan kepada Allah s.w.t dan berdo’a agar Dia menurunkan kasih sayang-Nya. Dan beliau s.a.w menghimbau orang-orang mukmin juga untuk memohon kasih sayang-Nya, agar angin yang sedang bertiup kencang atau hujan yang sedang turun dengan derasnya itu jangan menjadi azab bagi mereka. Maka bila saja terjadi angin badai atau angin kencang bertiup atau hujan turun dengan derasnya maka beliau s.a.w segera memohon perlindungan dan kasih sayang Allah s.w.t.
Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Hadzrat Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w bersabda : “Sekali-kali janganlah kamu mengutuki angin karena angin juga pembawa rahmat Allah s.w.t disamping ia membawa azab. Akan tetapi mintalah kebaikan dari angin itu kepada Allah s.w.t dan mohonlah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya.”Utbah bin Rawahah mendengar dari Aisyah r.a. katanya: “Apabila angin bertiup kencang atau nampak ada awan tebal diatas langit, maka muka Rasulullah s.a.w nampak segera berubah, sebentar duduk sebentar berjalan, beliau s.a.w mondar-mandir dalam keadaan gelisah dan khawatir takut kalau-kalau angin atau awan itu membawa azab. Apabila hujan sudah turun beliaupun nampak gembira, kegelisahanpun perlahan-lahan menghilang.”
Kata Aisyah r.a, diwaktu itu beliau s.a.w bersabda : “Aku merasa takut jangan-jangan azab turun bersama angin atau awan itu yang akan menimpa ummatku”. Apabila beliau melihat hujan sudah turun, beliau bersabda : “Alhamdulillah ini rahmat Allah turun!”
Wujud Rasulullah s.a.w dari ujung rambut sampai ujung kaki semata-mata rahmat bagi semua makhluk Allah s.w.t. Beliau sendiri berdo’a untuk semua dan mengajarkan juga do’a-do’a itu yang harus diamalkan oleh ummat beliau. Apabila ada angin atau badai bertiup kencang bacalah do’a ini:
اَللَّهُمَّ اِنِّيْ اَسْئَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا اُرْسِلَتْ بِهِ
وَاَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّمَا فِيْهَا وَشَرِّمَا اُرْسِلَتْ بِهِ
Artinya : “Ya Allah aku memohon kebaikannya dan kebaikan yang ada didalamnya dan kebaikan yang diturunkan bersamanya. Dan aku berlindung kepada Engkau dari keburukannya dan dari keburukan yang ada didalamnya dan dari keburukan yang diturunkan bersamanya.”
اَللَّهُمَّ اِنِّيْ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَ تَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجْاَتِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَتِكَ
Artinya :“Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari hilangnya ni’mat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan padaku, dan dari azab Engkau yang datangnya secara tiba-tiba dan aku berlindung kepada Engkau dari semua perkara yang menimbulkan kemurkaan Engkau.”
Aisha Bhutta, Mualaf yang Berhasil Mengislamkan Keluarga dan 30 Temannya
Aisha Bhutta, Mualaf yang Berhasil Mengislamkan Keluarga dan 30 Temannya
ISLAM AGAMAKU - Aisha Bhutta, yang juga dikenal sebagai Debbie Rogers, duduk dengan tenang di sofa di ruang depan rumah petak besarnya di Cowcaddens, Glasgow Skotlandia. Dinding rumahnya digantung dengan kutipan dari ayat Alquran, sebuah jam khusus untuk mengingatkan keluarganya waktu shalat dan poster Kota Suci Mekkah.
Mata biru Aisha penuh dengan keceriaan, dia tersenyum dengan cahaya keimanan yang ia miliki. Wajahnya yang merupakan wajah gadis Skotlandia yang kuat - ia masih tetap memiliki cita rasa humor - meskipun wajahnya tetap ditutupi dengan jilbab.
Bagi seorang gadis Kristen yang baik untuk masuk Islam dan menikah dengan seorang Muslim adalah sesuatu yang luar biasa cukup. Namun lebih dari itu, ia juga telah mengislamkan orang tuanya, sebagian besar sisa keluarganya dan setidaknya 30 teman dan tetangganya. Subhanallah.
Keluarganya adalah penganut Kristen yang keras di mana mereka secara teratur menghadiri pertemuan Salvation Army. Ketika semua remaja lainnya di Inggris mencium poster George Michael untuk mengucapkan selamat malam, Debbie Rogers alias Aisha punya foto Yesus di dinding kamarnya. Namun ia menemukan bahwa Kekristenan tidak cukup, ada terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab dan dia merasa tidak puas dengan kekurangan struktur disiplin untuk keyakinannya itu."Masih ada yang membuat saya ragu untuk mematuhi daripada hanya melakukan doa ketika saya merasa seperti itu."
Aisha pertama kali melihat calon suaminya, Muhammad Bhutta, ketika dia masih berusia 10 tahun dan merupakan pelanggan tetap di toko, yang dijalankan oleh keluarganya. Dia sering melihat pria itu secara sembunyi-sembunyi, sewaktu melakukan shalat. "Ada kepuasan dan kedamaian dalam apa yang dia lakukan. Dia bilang dia seorang Muslim. Saya berkata: Apa itu seorang Muslim?
Kemudian dengan bantuan Mohammad Bhutta ia mulai mencari lebih dalam tentang Islam. Pada usia 17 tahun, ia telah membaca seluruh Alquran dalam bahasa Arab. "Semua yang saya baca", katanya, "Semuanya bisa diterima."
Dia membuat keputusan untuk masuk Islam pada usia 16 tahun. "Ketika saya mengucapkan kalimat syahadat, rasanya seperti beban besar saya telah terlempar. Saya merasa seperti bayi yang baru lahir. "
Masuk Islamnya dirinya tidak serta merta orang tua Muhammad Bhutta setuju mereka untuk menikah.
Namun, orang tua Muhammad menentang mereka menikah. Mereka melihat dirinya sebagai seorang wanita Barat yang akan memimpin putra sulung mereka dengan kesesatan dan memberikan nama keluarga yang buruk, ayah Muhammad percaya, dirinya "musuh terbesar."
Namun demikian, pasangan ini tetap menikah di masjid setempat. Aisha memakai baju yang dijahit oleh ibu Muhammad dan saudaranya yang menyelinap ke upacara perkawinan melawan keinginan ayahnya yang menolak untuk hadir.
Nenek Muhammad-lah yang membuka jalan bagi sebuah ikatan pernikahannya. Neneknya tiba dari Pakistan di mana perkawinan ras campuran bahkan sangat tabu, dan bersikeras untuk bertemu Aisha. Dia begitu terkesan oleh fakta bahwa Aisha telah belajar Alquran dan bahasa Punjabi dan dia yakin, perlahan-lahan, Aisha akan menjadi salah satu anggota keluarga.
Orang tua Aisha, Michael dan Marjory Rogers, meskipun tidak menghadiri pernikahan itu, lebih peduli dengan pakaian putri mereka yang sekarang dipakainya (tradisional shalwaar kameez) dan apa yang tetangga mereka pikirkan. Enam tahun kemudian, Aisha memulai misi untuk mengislamkan mereka dan seluruh keluarganya, serta adiknya. "Suami saya dan saya mendakwahkan Islam kepada ibu dan ayah saya, memberitahu mereka tentang Islam dan mereka melihat perubahan dalam diri saya sejak memeluk Islam.
Ibunya segera mengikuti jejaknya. Marjory Rogers mengubah namanya menjadi Sumayyah dan menjadi seorang Muslimah yang taat. Dia memakai jilbab dan melakukan shalat tepat pada waktunya dan tidak ada yang penting baginya, kecuali hubungan dengan Allah.
Ayah Aisyah terbukti lebih sulit untuk diajak masuk Islam, sehingga ia meminta bantuan ibunya yang baru saja masuk Islam (yang telah meninggal karena kanker).
"Ibu saya dan saya kemudian berbicara kepada ayah saya tentang Islam dan kami duduk di sofa di dapur pada satu hari dan ayahnya berkata: "Apa kata-kata yang Anda katakan ketika Anda menjadi seorang Muslim? Saya dan ibu saya hanya terkejut. "Tiga tahun kemudian, saudara Aisha mengucapkan syahadat melalui telepon - maka istri dan anak-anaknya menyusul, diikuti oleh putra kakaknya.
Hal ini tidak berhenti di situ. Keluarganya telah masuk Islam, Aisha mengalihkan perhatiannya untuk warga Cowcaddens. Setiap Senin selama 13 tahun terakhir, Aisha telah mengadakan kelas pelajaran Islam untuk wanita Skotlandia. Sejauh ini ia telah membantu orang masuk Islam lebih dari 30 orang. Para perempuan yag masuk Islam ditangannya berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Trudy, seorang dosen di Universitas Glasgow dan mantan Katolik, menghadiri kelas Aisha justru awalnya secara murni karena ia ditugaskan untuk melakukan penelitian.
Tapi setelah enam bulan mengikuti kelas pelajaran Islam yang Aishah bikin dia memutuskan untuk masuk Islam, dan memutuskan bahwa agama Kristen itu penuh dengan "inkonsistensi logis".
"Saya tahu dia mulai terpengaruh oleh pembicaraan saya", Aisha mengatakan.
Suaminya, Muhammad Bhutta, tampaknya tidak begitu terdorong untuk mengislamkan pemuda Skotlandia untuk menajdi saudara muslim. Dia kadang-kadang membantu di restoran keluarga, tetapi tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memastikan lima anak-anaknya tumbuh sebagai Muslim yag baik.
Putri tertuanya, Safia, hampir 14 tahun, juga mengikuti jejak ibunya mendakwahkan Islam. menolak untuk tempat merekrut dirinya. Suatu hari Safia bertemu dengan seorang wanita di jalan dan membantu membawa belanjaannya, wanita itu kemudian menghadiri kelas Aisyah dan sekarang menjadi seorang Muslim.
"Saya bisa jujur mengatakan saya tidak pernah menyesal", Aisha mengatakan masuk Islamnya dirinya. "Setiap pernikahan memiliki pasang surut dan kadang-kadang Anda perlu sesuatu untuk menarik Anda keluar dari kesulitan apapun. Tapi Nabi Muhammad berkata: "Setiap kesulitan ada kemudahan." Jadi, ketika Anda akan melalui tahapan yang sulit, Anda bekerja untuk itu kemudahan akan datang. "
Muhammad suaminya lebih romantis: "Saya merasa kami sudah saling kenal selama berabad-abad dan seakan-akan tak pernah menjadi bagian dari yang lain. Menurut Islam, Anda tidak hanya mitra seumur hidup, Anda bisa menjadi mitra di surga juga, selama-lamanya. Ini sesuatu hal yang indah, anda tahu itu."
Mata biru Aisha penuh dengan keceriaan, dia tersenyum dengan cahaya keimanan yang ia miliki. Wajahnya yang merupakan wajah gadis Skotlandia yang kuat - ia masih tetap memiliki cita rasa humor - meskipun wajahnya tetap ditutupi dengan jilbab.
Bagi seorang gadis Kristen yang baik untuk masuk Islam dan menikah dengan seorang Muslim adalah sesuatu yang luar biasa cukup. Namun lebih dari itu, ia juga telah mengislamkan orang tuanya, sebagian besar sisa keluarganya dan setidaknya 30 teman dan tetangganya. Subhanallah.
Keluarganya adalah penganut Kristen yang keras di mana mereka secara teratur menghadiri pertemuan Salvation Army. Ketika semua remaja lainnya di Inggris mencium poster George Michael untuk mengucapkan selamat malam, Debbie Rogers alias Aisha punya foto Yesus di dinding kamarnya. Namun ia menemukan bahwa Kekristenan tidak cukup, ada terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab dan dia merasa tidak puas dengan kekurangan struktur disiplin untuk keyakinannya itu."Masih ada yang membuat saya ragu untuk mematuhi daripada hanya melakukan doa ketika saya merasa seperti itu."
Aisha pertama kali melihat calon suaminya, Muhammad Bhutta, ketika dia masih berusia 10 tahun dan merupakan pelanggan tetap di toko, yang dijalankan oleh keluarganya. Dia sering melihat pria itu secara sembunyi-sembunyi, sewaktu melakukan shalat. "Ada kepuasan dan kedamaian dalam apa yang dia lakukan. Dia bilang dia seorang Muslim. Saya berkata: Apa itu seorang Muslim?
Kemudian dengan bantuan Mohammad Bhutta ia mulai mencari lebih dalam tentang Islam. Pada usia 17 tahun, ia telah membaca seluruh Alquran dalam bahasa Arab. "Semua yang saya baca", katanya, "Semuanya bisa diterima."
Dia membuat keputusan untuk masuk Islam pada usia 16 tahun. "Ketika saya mengucapkan kalimat syahadat, rasanya seperti beban besar saya telah terlempar. Saya merasa seperti bayi yang baru lahir. "
Masuk Islamnya dirinya tidak serta merta orang tua Muhammad Bhutta setuju mereka untuk menikah.
Namun, orang tua Muhammad menentang mereka menikah. Mereka melihat dirinya sebagai seorang wanita Barat yang akan memimpin putra sulung mereka dengan kesesatan dan memberikan nama keluarga yang buruk, ayah Muhammad percaya, dirinya "musuh terbesar."
Namun demikian, pasangan ini tetap menikah di masjid setempat. Aisha memakai baju yang dijahit oleh ibu Muhammad dan saudaranya yang menyelinap ke upacara perkawinan melawan keinginan ayahnya yang menolak untuk hadir.
Nenek Muhammad-lah yang membuka jalan bagi sebuah ikatan pernikahannya. Neneknya tiba dari Pakistan di mana perkawinan ras campuran bahkan sangat tabu, dan bersikeras untuk bertemu Aisha. Dia begitu terkesan oleh fakta bahwa Aisha telah belajar Alquran dan bahasa Punjabi dan dia yakin, perlahan-lahan, Aisha akan menjadi salah satu anggota keluarga.
Orang tua Aisha, Michael dan Marjory Rogers, meskipun tidak menghadiri pernikahan itu, lebih peduli dengan pakaian putri mereka yang sekarang dipakainya (tradisional shalwaar kameez) dan apa yang tetangga mereka pikirkan. Enam tahun kemudian, Aisha memulai misi untuk mengislamkan mereka dan seluruh keluarganya, serta adiknya. "Suami saya dan saya mendakwahkan Islam kepada ibu dan ayah saya, memberitahu mereka tentang Islam dan mereka melihat perubahan dalam diri saya sejak memeluk Islam.
Ibunya segera mengikuti jejaknya. Marjory Rogers mengubah namanya menjadi Sumayyah dan menjadi seorang Muslimah yang taat. Dia memakai jilbab dan melakukan shalat tepat pada waktunya dan tidak ada yang penting baginya, kecuali hubungan dengan Allah.
Ayah Aisyah terbukti lebih sulit untuk diajak masuk Islam, sehingga ia meminta bantuan ibunya yang baru saja masuk Islam (yang telah meninggal karena kanker).
"Ibu saya dan saya kemudian berbicara kepada ayah saya tentang Islam dan kami duduk di sofa di dapur pada satu hari dan ayahnya berkata: "Apa kata-kata yang Anda katakan ketika Anda menjadi seorang Muslim? Saya dan ibu saya hanya terkejut. "Tiga tahun kemudian, saudara Aisha mengucapkan syahadat melalui telepon - maka istri dan anak-anaknya menyusul, diikuti oleh putra kakaknya.
Hal ini tidak berhenti di situ. Keluarganya telah masuk Islam, Aisha mengalihkan perhatiannya untuk warga Cowcaddens. Setiap Senin selama 13 tahun terakhir, Aisha telah mengadakan kelas pelajaran Islam untuk wanita Skotlandia. Sejauh ini ia telah membantu orang masuk Islam lebih dari 30 orang. Para perempuan yag masuk Islam ditangannya berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Trudy, seorang dosen di Universitas Glasgow dan mantan Katolik, menghadiri kelas Aisha justru awalnya secara murni karena ia ditugaskan untuk melakukan penelitian.
Tapi setelah enam bulan mengikuti kelas pelajaran Islam yang Aishah bikin dia memutuskan untuk masuk Islam, dan memutuskan bahwa agama Kristen itu penuh dengan "inkonsistensi logis".
"Saya tahu dia mulai terpengaruh oleh pembicaraan saya", Aisha mengatakan.
Suaminya, Muhammad Bhutta, tampaknya tidak begitu terdorong untuk mengislamkan pemuda Skotlandia untuk menajdi saudara muslim. Dia kadang-kadang membantu di restoran keluarga, tetapi tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memastikan lima anak-anaknya tumbuh sebagai Muslim yag baik.
Putri tertuanya, Safia, hampir 14 tahun, juga mengikuti jejak ibunya mendakwahkan Islam. menolak untuk tempat merekrut dirinya. Suatu hari Safia bertemu dengan seorang wanita di jalan dan membantu membawa belanjaannya, wanita itu kemudian menghadiri kelas Aisyah dan sekarang menjadi seorang Muslim.
"Saya bisa jujur mengatakan saya tidak pernah menyesal", Aisha mengatakan masuk Islamnya dirinya. "Setiap pernikahan memiliki pasang surut dan kadang-kadang Anda perlu sesuatu untuk menarik Anda keluar dari kesulitan apapun. Tapi Nabi Muhammad berkata: "Setiap kesulitan ada kemudahan." Jadi, ketika Anda akan melalui tahapan yang sulit, Anda bekerja untuk itu kemudahan akan datang. "
Muhammad suaminya lebih romantis: "Saya merasa kami sudah saling kenal selama berabad-abad dan seakan-akan tak pernah menjadi bagian dari yang lain. Menurut Islam, Anda tidak hanya mitra seumur hidup, Anda bisa menjadi mitra di surga juga, selama-lamanya. Ini sesuatu hal yang indah, anda tahu itu."
kebangkitan islam di kalangan kalangan aborigin, australia
Kebangkitan Islam di Kalangan Komunitas Aborigin, Australia
ISLAM AGAMAKU -Perkembangan Islam di Australia sudah merambah ke kalangan masyarakat Aborigin, suku asli Benua Kanguru itu.
Makin meningkatnya jumlah orang Aborigin yang memeluk Islam menjadi fenomena tersendiri, meski sejumlah peneliti memperdebatkan perihal makin meluasnya pengaruh agama Islam dan alasan orang-orang Aborigin yang memilih memeluk Islam.
Dalam pertemuan organisasi Society for the Scientific Study of Religion di Baltimore akhir Oktober lalu, sejumlah peneliti dari Religioscope memaparkan kertas kerja mereka tentang pernyataan media dan komunitas Muslim di Australia yang menyebutkan bahwa makin meningkatnya pemeluk Islam di kalangan masyarakat Aborigin, terutama di kalangan anak mudanya, merupakan "kebangkitan" Islam yang melanda suku Aborigin.
Namun laporan sejumlah pakar sosiologi menyebutkan, menurut sensus tahun 1996, 2001 dan 2006, makin banyak orang Aborigin yang memilih "tidak beragama" dibandingkan yang masuk Islam.
Persentase orang Aborigin yang menyatakan beragama Islam lebih sedikit (0,22 persen) dibandingkan jumlah seluruh Muslim di Australia (1,7 persen). Populasi Aborigin yang memeluk Islam juga bervariasi; maayoritas Muslim Aborigin mayoritas kaum urban perkotaan dan kebanyakan adalah kaum lelaki.
Namun para peneliti di Religioscope mencatat bahwa persentase kaum lelaki Aborigin yang melibatkan diri dalam Islam (58 persen) lebih besar dibandingkan keterlibatan mereka dalam agama lain.
Gambaran ini terkait dengan sejarah Islam di Australia. Sejumlah Muslim Aborigin mengklaim mereka membangun kembali identitas sejarah mereka dengan cara masuk Islam, karena ada gelombang perkawinan campur antara pendatang Muslim dengan orang-orang Aborigin pada abad ke-19.
Komunitas Muslim ini adalah para pedagang yang berlayar dari Pulau Celebes (sekarang Sulawesi) di Indonesia dan orang-orang Arab (ketika itu disebut "Afghan") yang menetap di pedalaman Australia.dan dijuluki "Cameleers" atau penunggang unta.
Selain melakukan perkawinan campur, mereka juga berbagi budaya, termasuk sejumlah tradisi dalam Islam. Sensus tahun 2001 sampai 2006 menunjukkan peningkatan jumlah Muslim Aborigin dari 622 menjadi 1.010 orang.
Peneliti dari Religioscope; Helena Onnudottir, Adam Possamai (University of Western Sydney) and Bryan S. Turner (Wellesley College) dalam kertas kerja mereka juga mengungkapkan bahwa identitas Kekristenan pemerintahan Kolonial dan dominansi orang kulit putih atas suku Aborigin kemungkinan menjadi alasan mengapa berdasarkan hasil sensus, persentase orang Aborigin yang memeluk agama Kristen makin menurun. Agama Kristen Pantekosta, aliran Kristen yang paling berkembang di Australia, ternyata tidak mendapat tempat di kalangan masyarakat Aborigin.
Para peneliti itu menyimpulkan, media massa berperan atas pertumbuhan komunitas Muslim Aborigin, yang kini menjadi tren penting dalam perkembangan agama di Australia.
Makin meningkatnya jumlah orang Aborigin yang memeluk Islam menjadi fenomena tersendiri, meski sejumlah peneliti memperdebatkan perihal makin meluasnya pengaruh agama Islam dan alasan orang-orang Aborigin yang memilih memeluk Islam.
Dalam pertemuan organisasi Society for the Scientific Study of Religion di Baltimore akhir Oktober lalu, sejumlah peneliti dari Religioscope memaparkan kertas kerja mereka tentang pernyataan media dan komunitas Muslim di Australia yang menyebutkan bahwa makin meningkatnya pemeluk Islam di kalangan masyarakat Aborigin, terutama di kalangan anak mudanya, merupakan "kebangkitan" Islam yang melanda suku Aborigin.
Namun laporan sejumlah pakar sosiologi menyebutkan, menurut sensus tahun 1996, 2001 dan 2006, makin banyak orang Aborigin yang memilih "tidak beragama" dibandingkan yang masuk Islam.
Persentase orang Aborigin yang menyatakan beragama Islam lebih sedikit (0,22 persen) dibandingkan jumlah seluruh Muslim di Australia (1,7 persen). Populasi Aborigin yang memeluk Islam juga bervariasi; maayoritas Muslim Aborigin mayoritas kaum urban perkotaan dan kebanyakan adalah kaum lelaki.
Namun para peneliti di Religioscope mencatat bahwa persentase kaum lelaki Aborigin yang melibatkan diri dalam Islam (58 persen) lebih besar dibandingkan keterlibatan mereka dalam agama lain.
Gambaran ini terkait dengan sejarah Islam di Australia. Sejumlah Muslim Aborigin mengklaim mereka membangun kembali identitas sejarah mereka dengan cara masuk Islam, karena ada gelombang perkawinan campur antara pendatang Muslim dengan orang-orang Aborigin pada abad ke-19.
Komunitas Muslim ini adalah para pedagang yang berlayar dari Pulau Celebes (sekarang Sulawesi) di Indonesia dan orang-orang Arab (ketika itu disebut "Afghan") yang menetap di pedalaman Australia.dan dijuluki "Cameleers" atau penunggang unta.
Selain melakukan perkawinan campur, mereka juga berbagi budaya, termasuk sejumlah tradisi dalam Islam. Sensus tahun 2001 sampai 2006 menunjukkan peningkatan jumlah Muslim Aborigin dari 622 menjadi 1.010 orang.
Peneliti dari Religioscope; Helena Onnudottir, Adam Possamai (University of Western Sydney) and Bryan S. Turner (Wellesley College) dalam kertas kerja mereka juga mengungkapkan bahwa identitas Kekristenan pemerintahan Kolonial dan dominansi orang kulit putih atas suku Aborigin kemungkinan menjadi alasan mengapa berdasarkan hasil sensus, persentase orang Aborigin yang memeluk agama Kristen makin menurun. Agama Kristen Pantekosta, aliran Kristen yang paling berkembang di Australia, ternyata tidak mendapat tempat di kalangan masyarakat Aborigin.
Para peneliti itu menyimpulkan, media massa berperan atas pertumbuhan komunitas Muslim Aborigin, yang kini menjadi tren penting dalam perkembangan agama di Australia.
dua waktu tidur yang dilarang rosul
Dua Waktu Tidur Yang Dilarang Rasul
ISLAM AGAMAKU -Tidur menjadi sesuatu yang esensi dalam kehidupan kita. Karena dengan tidur, kita menjadi segar kembali. Tubuh yang lelah, urat-urat yang mengerut, dan otot-otot yang dipakai beraktivitas seharian, bisa meremaja lagi dengan melakukan tidur.
Dalam Islam, semua perbuatan bisa menjadi ibadah. Begitu pula tidur, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dalam Al-Quran, Allah swt pun menyuruh kita untuk tidur. Namun, ternyata ada dua waktu tidur yang dianjurkan oleh Rasulullah untuk tidak dilakukan.
1. Tidur di Pagi Hari Setelah Shalat Shubuh
Dari Sakhr bin Wadi’ah Al-Ghamidi radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
”Ya Allah, berkahilah bagi ummatku pada pagi harinya” (HR. Abu dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad shahih).
Ibnul-Qayyim telah berkata tentang keutamaan awal hari dan makruhnya menyia-nyiakan waktu dengan tidur, dimana beliau berkata :
“Termasuk hal yang makruh bagi mereka – yaitu orang shalih – adalah tidur antara shalat shubuh dengan terbitnya matahari, karena waktu itu adalah waktu yang sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung sekali mengenai pemanfaatan waktu tersebut dari orang-orang shalih, sampai-sampai walaupun mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirahat pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena ia adalah awal hari dan sekaligus sebagai kuncinya. Ia merupakan waktu turunnya rizki, adanya pembagian, turunnya keberkahan, dan darinya hari itu bergulir dan mengembalikan segala kejadian hari itu atas kejadian saat yang mahal tersebut. Maka seyogyanya tidurnya pada saat seperti itu seperti tidurnya orang yang terpaksa” (Madaarijus-Saalikiin 1/459).
2. Tidur Sebelum Shalat Isya’
Diriwayatkan dari Abu Barzah radlyallaahu ‘anhu : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya” (HR. Bukhari 568 dan Muslim 647).
Mayoritas hadits-hadits Nabi menerangkan makruhnya tidur sebelum shalat isya’. Oleh sebab itu At-Tirmidzi (1/314) mengatakan : “Mayoritas ahli ilmu menyatakan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya. Dan sebagian ulama’ lainnya memberi keringanan dalam masalah ini. Abdullah bin Mubarak mengatakan : “Kebanyakan hadits-hadits Nabi melarangnya, sebagian ulama membolehkan tidur sebelum shalat isya’ khusus di bulan Ramadlan saja.”
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul-Baari (2/49) : “Di antara para ulama melihat adanya keringanan (yaitu) mengecualikan bila ada orang yang akan membangunkannya untuk shalat, atau diketahui dari kebiasaannya bahwa tidurnya tidak sampai melewatkan waktu shalat. Pendapat ini juga tepat, karena kita katakan bahwa alasan larangan tersebut adalah kekhawatiran terlewatnya waktu shalat.”(eramuslim)
Subscribe to ISLAM AGAMAKU
Dalam Islam, semua perbuatan bisa menjadi ibadah. Begitu pula tidur, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dalam Al-Quran, Allah swt pun menyuruh kita untuk tidur. Namun, ternyata ada dua waktu tidur yang dianjurkan oleh Rasulullah untuk tidak dilakukan.
1. Tidur di Pagi Hari Setelah Shalat Shubuh
Dari Sakhr bin Wadi’ah Al-Ghamidi radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
”Ya Allah, berkahilah bagi ummatku pada pagi harinya” (HR. Abu dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad shahih).
Ibnul-Qayyim telah berkata tentang keutamaan awal hari dan makruhnya menyia-nyiakan waktu dengan tidur, dimana beliau berkata :
“Termasuk hal yang makruh bagi mereka – yaitu orang shalih – adalah tidur antara shalat shubuh dengan terbitnya matahari, karena waktu itu adalah waktu yang sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung sekali mengenai pemanfaatan waktu tersebut dari orang-orang shalih, sampai-sampai walaupun mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirahat pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena ia adalah awal hari dan sekaligus sebagai kuncinya. Ia merupakan waktu turunnya rizki, adanya pembagian, turunnya keberkahan, dan darinya hari itu bergulir dan mengembalikan segala kejadian hari itu atas kejadian saat yang mahal tersebut. Maka seyogyanya tidurnya pada saat seperti itu seperti tidurnya orang yang terpaksa” (Madaarijus-Saalikiin 1/459).
2. Tidur Sebelum Shalat Isya’
Diriwayatkan dari Abu Barzah radlyallaahu ‘anhu : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya” (HR. Bukhari 568 dan Muslim 647).
Mayoritas hadits-hadits Nabi menerangkan makruhnya tidur sebelum shalat isya’. Oleh sebab itu At-Tirmidzi (1/314) mengatakan : “Mayoritas ahli ilmu menyatakan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya. Dan sebagian ulama’ lainnya memberi keringanan dalam masalah ini. Abdullah bin Mubarak mengatakan : “Kebanyakan hadits-hadits Nabi melarangnya, sebagian ulama membolehkan tidur sebelum shalat isya’ khusus di bulan Ramadlan saja.”
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul-Baari (2/49) : “Di antara para ulama melihat adanya keringanan (yaitu) mengecualikan bila ada orang yang akan membangunkannya untuk shalat, atau diketahui dari kebiasaannya bahwa tidurnya tidak sampai melewatkan waktu shalat. Pendapat ini juga tepat, karena kita katakan bahwa alasan larangan tersebut adalah kekhawatiran terlewatnya waktu shalat.”(eramuslim)
janganlah kalian malas!
Suatu hari, ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Keluhannya mengandungi kata-kata, "Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi lagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Oh, manakah hati yang belas kasihan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik."
Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah merasa kasihan, lalu beliau pun pulang ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Setelah dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya.
Si malang berasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas ia tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, nyatalah bungkusan itu berisi uang dan selembar kertas yang bertulis, "Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh diperuntungkan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cobalah bermohon kepadaNya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus."
Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu kedengaran lagi, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin, sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai nasibku."
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan selembar kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang ketika mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.
Seperti kemarin juga, di dalam bungkusan itu tetap ada selembar kertas lalu dibacanya, "Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan, jangan berbuat demikian. Jika ingin senang, harus giat bekerja dan berusaha, karena kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu atau disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan memperkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan do'a orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah, carilah segera pekerjaan, saya do'akan semoga berhasil."
Setelah dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insyaf dan sadar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha. Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak hari itu, sikapnya pun berubah mengikuti peraturan-peraturan hidup (Aturan Allah) dan tidak lagi melupakan nasihat orang yang memberikan nasihat itu.
***
Dalam Islam, tidak ada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajarkan kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita terhenti di tepi jalan.
Penulis : Ade S.W.
Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah merasa kasihan, lalu beliau pun pulang ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Setelah dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya.
Si malang berasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas ia tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, nyatalah bungkusan itu berisi uang dan selembar kertas yang bertulis, "Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh diperuntungkan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cobalah bermohon kepadaNya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus."
Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu kedengaran lagi, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin, sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai nasibku."
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan selembar kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang ketika mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.
Seperti kemarin juga, di dalam bungkusan itu tetap ada selembar kertas lalu dibacanya, "Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan, jangan berbuat demikian. Jika ingin senang, harus giat bekerja dan berusaha, karena kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu atau disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan memperkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan do'a orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah, carilah segera pekerjaan, saya do'akan semoga berhasil."
Setelah dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insyaf dan sadar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha. Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak hari itu, sikapnya pun berubah mengikuti peraturan-peraturan hidup (Aturan Allah) dan tidak lagi melupakan nasihat orang yang memberikan nasihat itu.
***
Dalam Islam, tidak ada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajarkan kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita terhenti di tepi jalan.
Penulis : Ade S.W.
Minggu, 12 Februari 2012
hukum merayakan hari valentine untuk umat muslim
“Hukum Merayakan Hari Valentine buat Umat Islam” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Langsung saja pertanyaan saya Ustadz, bagaimana hukum merayakan hari Valentine dalam pandangan syariah Islam? Mohon dijelaskan hakikat dan sejarahnya. Mohon dijelaskan, terima kasih
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nurahini Hendrawati
Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Boleh jadi tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.
Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.
Perayaan Valentine’s Say adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani
Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.
Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari .
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis dari Romawi kuno.
Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.
Valentine Berasal dari Budaya Syirik.
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.
Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid ” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.
Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka,
naudzu billahi min zalik.
Semangat valentine adalah Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.
Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.
Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?
Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.
Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber Hukum Merayakan Hari Valentine buat Umat Islam : http://assunnah.or.id
Langsung saja pertanyaan saya Ustadz, bagaimana hukum merayakan hari Valentine dalam pandangan syariah Islam? Mohon dijelaskan hakikat dan sejarahnya. Mohon dijelaskan, terima kasih
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nurahini Hendrawati
Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Boleh jadi tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.
Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.
Perayaan Valentine’s Say adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani
Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.
Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari .
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis dari Romawi kuno.
Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.
Valentine Berasal dari Budaya Syirik.
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.
Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid ” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.
Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka,
naudzu billahi min zalik.
Semangat valentine adalah Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.
Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.
Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?
Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.
Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber Hukum Merayakan Hari Valentine buat Umat Islam : http://assunnah.or.id
tingkatan islam , iman , dan ihsan
“Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan” ketegori Muslim.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]
MENGENAL ISLAM
Islam, ialah berserah diri kpd Allah dgn tauhid dan tunduk kpd-Nya dgn penuh kepatuhan akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari peruntukan syirik dan orang-orang yg beruntuk syirik.
Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut, mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.
I. Tingkatan Islam
Adapun tingkatan Islam, rukun ada lima :
[1] Syahadat (pengakuan dgn hati dan lisan) bahwa “Laa Ilaaha Ilallaah” (Tiada sesembahan yg haq selain Allah) dan Muhammad ialah Rasulullah.
[2] Mendirikan shalat.
[3] Mengeluarkan zakat.
[4] Shiyam pada bulan Ramadhan.
[5] Haji ke Baitullah Al-Haram.
[1]. Dalil Syahadat.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yg haq) selain Dia, dgn senantiasa menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para malaikat dan orang-orang yg berilmu. Tiada sesembahan (yg haq) selain Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [Al-Imraan : 18]
“Laa Ilaaha Ilallaah”‘ arti : Tiada sesembahan yg haq selain Allah.
Syahadat ini mengandung dua unsur : menolak dan menetapkan. “Laa Ilaaha”, ialah menolak segala sembahan selain Allah. “Illallaah” ialah menetapkan bahwa penyembahan itu ha untuk Allah semata-mata, tiada sesuatu apapun yg boleh dijadikan sekutu didalam penyembahan kpd-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yg boleh dijadikan sekutu di dalam kekuasaan-Nya.
Tafsiran syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Arti : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kpd bapak dan kpd kaum : ‘Sesungguh aku menyatakan lepas dari segala yg kamu sembah, kecuali Tuhan yg telah menciptakan-ku, krn sesungguh Dia akan menunjuki’. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yg kekal pada keturunan supaya mereka senantiasa kembali (kpd tauhid)”. [Az-Zukhruf : 26-28]
“Arti : Katakanlah (Muhammad) : ‘Hai ahli kitab ! Marilah kamu kpd suatu kalimat yg tdk ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tdk menyembah selain Allah dan tdk mempersekutukan sesuatu apapun dgn-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yg lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kpd mereka :’Saksikanlah, bahwa kami ialah orang-orang yg muslim (menyerahkan diri kpd Allah)”. [Ali ‘Imran : 64]
Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad ialah Rasulullah.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sungguh, telah datang kpdmu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, terasa berat oleh penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayg kpd orang-orang yg beriman”. [At-Taubah : 128]
Syahadat bahwa Muhammad ialah Rasulullah, berarti : mentaati apa yg diperintahkannya, membenarkan apa yg diberitakannya, menjauhi apa yg dilarang serta dicegahnya, dan menyembah Allah ha dgn cara yg disyariatkannya.
[2]. Dalil Shalat dan Zakat serta tafsiran Tauhid.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Padahal mereka tdklah diperintahkan kecuali supaya beribadah kpd Allah, dgn memurnikan ketaatan kpd-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan Shalat serta mengeluarkan Zakat. Demikian itulah tuntunan agama yg lurus”. [Al-Bayyinah : 5]
[3]. Dalil Shiyam
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Wahai orang-orang yg beriman ! Diwajibkan kpd kamu untuk melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kpd orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. [Al-Baqarah : 183]
[4]. Dalil Haji.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Dan ha untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu (bagi) orang yg mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yg mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguh Allah Maha tdk memerlukan semsesta alam”. [Al ‘Imran : 97)]
II. Tingkatan Iman.
Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yg paling tinggi ialah syahadat “Laa Ilaaha Ilallaah”, sedang cabang yg paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu ialah salah satu dari cabang Iman.
Rukun Iman ada enam, yaitu :
[1] Iman kpd Allah.
[2] Iman kpd para Malaikat-Nya.
[3] Iman kpd Kitab-kitab-Nya.
[4] Iman kpd para Rasul-Nya.
[5] Iman kpd hari Akhirat, dan
[6] Iman kpd Qadar, yg baik dan yg buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi. Yaitu : Iman bahwa segala sesuatu yg terjadi di dalam semesta ini ialah diketahui, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta’ala.
“Arti : Berbakti (dari Iman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah Timur dan Barat, tetapi berbakti (dan Iman) yg sebenar ialah iman seseorang kpd Allah, hari Akhirat, para Malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-nabi…” [Al-Baqarah : 177]
Dan firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sesungguh segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dgn qadar”. [Al-Qomar : 49]
III. Tingkatan Ihsan.
Ihsan, rukun ha satu, yaitu :
“Arti : Beribadah kpd Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tdk melihat-Nya, maka sesungguh Dia melihatmu”. [Pengertian Ihsan tersebut ialah penggalan dari hadits Jibril, yg dituturkan oleh Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, sebagaimana akan disebutkan]
Dalilnya, firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sesungguh Allah bersama orang-orang yg bertakwa dan orang-orang yg beruntuk ihsan”. [An-Nahl : 128]
Dan firman Allah Ta’ala.
“Arti : Dan bertakwallah kpd (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayg. Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yg sujud. Sesunnguh Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [Asy-Syu’araa : 217-220]
Serta firman-Nya.
“Arti : Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur’an yg kamu baca, serta pekerjaan apa saja yg kamu kerjakan, tdk lain kami ialah menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya”. [Yunus : 61]
Adapun dalil dari Sunnah, ialah hadits Jibril[1] yg masyhur, yg diriwayatkan dari ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Arti : Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya, tdk tampak pada tubuh tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun di antara kami yg mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dgn menyandarkan kelutut pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua paha beliau, dan berkata : ‘Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam’, maka beliau menjawab :’Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yg haq selain Allah serta Muhammad ialah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana’. Lelaki itu pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kata Umar :’Kami merasa heran kpdnya, ia berta kpd beliau, tetapi juga membenarkan beliau. Lalu ia berkata : ‘Beritahulah aku tenatng Iman’. Beliau menjawab :’Yaitu : Beriman kpd Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat, serta beriman kpd Qadar yg baik dan yg buruk’. Ia pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kemudian ia berkata : ‘Beritahullah aku tentang Ihsan’. Beliau menjawab : Yaitu : Beribadah kpd Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tdk melihat-Nya, maka sesungguh Dia melihatmu’. Ia berkata lagi. Beritahulah aku tentang hari Kiamat. Beliau menjawab : ‘Orang yg dita tentang hal tersebut tdk lebih tahu dari pada orang yg bertanya’. AKhir ia berkata :’Beritahulah aku sebagian dari tanda-tanda Kiamat itu’. Beliau menjawab : Yaitu : ‘Apabila ada hamba sahaya wanita melahirkan tuan dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna melarat lagi, pengembala domba saling membangga-banggakan diri dalam membangun bangunan yg tinggi’. Kata Umar : Lalu pergilah orang laki-laki itu, semantara kami berdiam diri saja dalam waktu yg lama, sehingga Nabi berta : Hai Umar, tahukah kamu siapakah orang yg berta itu ? Aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun bersabda : ‘Dia ialah Jibril, telah datang kpd kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian”. [2]
[Disalin dari buku Tiga Landasan Utama, Oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 18-26, Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da’wah dan Penyuluhan Urusan Penerbitan dan Penyebarab Kerajaan Arab Saudi]
________
Fote Note.
[1] Disebut hadits jibril, krn jibril-lah yg datang kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dgn menanyakan kpd beliau tentang, Islam, Iman dan masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kpd kaum muslimin tentang masalah-masaalah agama.
[2]. [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dgn lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1.
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=460&bagian=0
Sumber Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan : http://alsofwah.or.id
Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan
Kategori Mabhats
Jumat, 12 Maret 2004 22:19:08 WIBTIGA LANDASAN UTAMA
OlehSyaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]
MENGENAL ISLAM
Islam, ialah berserah diri kpd Allah dgn tauhid dan tunduk kpd-Nya dgn penuh kepatuhan akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari peruntukan syirik dan orang-orang yg beruntuk syirik.
Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut, mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.
I. Tingkatan Islam
Adapun tingkatan Islam, rukun ada lima :
[1] Syahadat (pengakuan dgn hati dan lisan) bahwa “Laa Ilaaha Ilallaah” (Tiada sesembahan yg haq selain Allah) dan Muhammad ialah Rasulullah.
[2] Mendirikan shalat.
[3] Mengeluarkan zakat.
[4] Shiyam pada bulan Ramadhan.
[5] Haji ke Baitullah Al-Haram.
[1]. Dalil Syahadat.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yg haq) selain Dia, dgn senantiasa menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para malaikat dan orang-orang yg berilmu. Tiada sesembahan (yg haq) selain Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [Al-Imraan : 18]
“Laa Ilaaha Ilallaah”‘ arti : Tiada sesembahan yg haq selain Allah.
Syahadat ini mengandung dua unsur : menolak dan menetapkan. “Laa Ilaaha”, ialah menolak segala sembahan selain Allah. “Illallaah” ialah menetapkan bahwa penyembahan itu ha untuk Allah semata-mata, tiada sesuatu apapun yg boleh dijadikan sekutu didalam penyembahan kpd-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yg boleh dijadikan sekutu di dalam kekuasaan-Nya.
Tafsiran syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Arti : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kpd bapak dan kpd kaum : ‘Sesungguh aku menyatakan lepas dari segala yg kamu sembah, kecuali Tuhan yg telah menciptakan-ku, krn sesungguh Dia akan menunjuki’. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yg kekal pada keturunan supaya mereka senantiasa kembali (kpd tauhid)”. [Az-Zukhruf : 26-28]
“Arti : Katakanlah (Muhammad) : ‘Hai ahli kitab ! Marilah kamu kpd suatu kalimat yg tdk ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tdk menyembah selain Allah dan tdk mempersekutukan sesuatu apapun dgn-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yg lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kpd mereka :’Saksikanlah, bahwa kami ialah orang-orang yg muslim (menyerahkan diri kpd Allah)”. [Ali ‘Imran : 64]
Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad ialah Rasulullah.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sungguh, telah datang kpdmu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, terasa berat oleh penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayg kpd orang-orang yg beriman”. [At-Taubah : 128]
Syahadat bahwa Muhammad ialah Rasulullah, berarti : mentaati apa yg diperintahkannya, membenarkan apa yg diberitakannya, menjauhi apa yg dilarang serta dicegahnya, dan menyembah Allah ha dgn cara yg disyariatkannya.
[2]. Dalil Shalat dan Zakat serta tafsiran Tauhid.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Padahal mereka tdklah diperintahkan kecuali supaya beribadah kpd Allah, dgn memurnikan ketaatan kpd-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan Shalat serta mengeluarkan Zakat. Demikian itulah tuntunan agama yg lurus”. [Al-Bayyinah : 5]
[3]. Dalil Shiyam
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Wahai orang-orang yg beriman ! Diwajibkan kpd kamu untuk melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kpd orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. [Al-Baqarah : 183]
[4]. Dalil Haji.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Dan ha untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu (bagi) orang yg mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yg mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguh Allah Maha tdk memerlukan semsesta alam”. [Al ‘Imran : 97)]
II. Tingkatan Iman.
Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yg paling tinggi ialah syahadat “Laa Ilaaha Ilallaah”, sedang cabang yg paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu ialah salah satu dari cabang Iman.
Rukun Iman ada enam, yaitu :
[1] Iman kpd Allah.
[2] Iman kpd para Malaikat-Nya.
[3] Iman kpd Kitab-kitab-Nya.
[4] Iman kpd para Rasul-Nya.
[5] Iman kpd hari Akhirat, dan
[6] Iman kpd Qadar, yg baik dan yg buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi. Yaitu : Iman bahwa segala sesuatu yg terjadi di dalam semesta ini ialah diketahui, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta’ala.
“Arti : Berbakti (dari Iman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah Timur dan Barat, tetapi berbakti (dan Iman) yg sebenar ialah iman seseorang kpd Allah, hari Akhirat, para Malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-nabi…” [Al-Baqarah : 177]
Dan firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sesungguh segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dgn qadar”. [Al-Qomar : 49]
III. Tingkatan Ihsan.
Ihsan, rukun ha satu, yaitu :
“Arti : Beribadah kpd Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tdk melihat-Nya, maka sesungguh Dia melihatmu”. [Pengertian Ihsan tersebut ialah penggalan dari hadits Jibril, yg dituturkan oleh Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, sebagaimana akan disebutkan]
Dalilnya, firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sesungguh Allah bersama orang-orang yg bertakwa dan orang-orang yg beruntuk ihsan”. [An-Nahl : 128]
Dan firman Allah Ta’ala.
“Arti : Dan bertakwallah kpd (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayg. Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yg sujud. Sesunnguh Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [Asy-Syu’araa : 217-220]
Serta firman-Nya.
“Arti : Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur’an yg kamu baca, serta pekerjaan apa saja yg kamu kerjakan, tdk lain kami ialah menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya”. [Yunus : 61]
Adapun dalil dari Sunnah, ialah hadits Jibril[1] yg masyhur, yg diriwayatkan dari ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Arti : Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya, tdk tampak pada tubuh tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun di antara kami yg mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dgn menyandarkan kelutut pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua paha beliau, dan berkata : ‘Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam’, maka beliau menjawab :’Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yg haq selain Allah serta Muhammad ialah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana’. Lelaki itu pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kata Umar :’Kami merasa heran kpdnya, ia berta kpd beliau, tetapi juga membenarkan beliau. Lalu ia berkata : ‘Beritahulah aku tenatng Iman’. Beliau menjawab :’Yaitu : Beriman kpd Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat, serta beriman kpd Qadar yg baik dan yg buruk’. Ia pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kemudian ia berkata : ‘Beritahullah aku tentang Ihsan’. Beliau menjawab : Yaitu : Beribadah kpd Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tdk melihat-Nya, maka sesungguh Dia melihatmu’. Ia berkata lagi. Beritahulah aku tentang hari Kiamat. Beliau menjawab : ‘Orang yg dita tentang hal tersebut tdk lebih tahu dari pada orang yg bertanya’. AKhir ia berkata :’Beritahulah aku sebagian dari tanda-tanda Kiamat itu’. Beliau menjawab : Yaitu : ‘Apabila ada hamba sahaya wanita melahirkan tuan dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna melarat lagi, pengembala domba saling membangga-banggakan diri dalam membangun bangunan yg tinggi’. Kata Umar : Lalu pergilah orang laki-laki itu, semantara kami berdiam diri saja dalam waktu yg lama, sehingga Nabi berta : Hai Umar, tahukah kamu siapakah orang yg berta itu ? Aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun bersabda : ‘Dia ialah Jibril, telah datang kpd kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian”. [2]
[Disalin dari buku Tiga Landasan Utama, Oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 18-26, Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da’wah dan Penyuluhan Urusan Penerbitan dan Penyebarab Kerajaan Arab Saudi]
________
Fote Note.
[1] Disebut hadits jibril, krn jibril-lah yg datang kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dgn menanyakan kpd beliau tentang, Islam, Iman dan masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kpd kaum muslimin tentang masalah-masaalah agama.
[2]. [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dgn lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1.
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=460&bagian=0
Sumber Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan : http://alsofwah.or.id
dunia akhirat
Kaum Muslimin rahimakumullah.Allah SWT membagi kehidupan menjadi dua bagian yakni kehidupan dunia dan akhirat. Apa yg dilakukan manusia di dunia akan berdampak dalam kehidupan akhirat enak dan tidaknya kehidupan seseorang di akhirat sangat bergantung pada bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia ini. Manakala manusia beriman dan beramal saleh dalam kehidupan di dunia ia pun akan mendapatkan keni’matan dalam kehidupan di akhirat. Karena itu ketika seseorang berorientasi memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan di akhirat maka ia akan menjalani kehidupan di dunia ini dgn sebaik-baiknya sebagaimana yg ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ketika manusia berorientasi kepada kehidupan akhirat bukan berarti ia tidak boleh meni’mati kehidupan di dunia ini hal ini krn segala hal-hal yg bersifat duniawi sangat disukai oleh manusia karenanya Islam tidak pernah mengharamkan manusia utk meni’mati kehidupan duniawinya selama tidak melanggar ketentuan Allah SWT apalagi sampai melupakan Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur dalam hidup ini. Manusia memang memandang indah segala hal yg bersifat duniawi dan itu wajar-wajar saja selama ia tidak mengabaikan tempat kembalinya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yg diingini yaitu wanita-wanita anak-anak harta yg banyak dari jenis emas perak kuda pilihan binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allahlah tempat kembali yg baik .” Hakikat Keindahan Muhammad Ali ash-Shabuny di dalam tafsirnya menyebutkan bahwa para ahli tafsir berbeda pendapat tentang siapa yg menjadikan syahwat itu sebagai sesuatu yg indah. Pendapat pertama mengatakan bahwa yg menjadikan indah adl setan dgn cara membisikkan kepada manusia dan menjadikannya tampak indah di hadapan mereka lalu mereka condong kepada syahwat itu dan lalai dalam menaati Allah SWT pendapat ini didasari pada firman Allah yg artinya “Dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari Allah sehingga mereka tidak mendapat petunjuk.” Pendapat kedua mengatakan bahwa Allah-lah yg menjadikan indah terhadap syahwat sebagai ujian dan cobaan utk menentukan siapa di antara mereka yg baik perbuatannya hal ini didasari pada firman Allah yg artinya “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yg ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yg terbaik perbuatannya.” Dua pendapat yg nampak bertolak belakang itu sebenarnya bukan sesuatu yg bertolak belakang. Allah SWT dan setan sama-sama memiliki “kepentingan” dalam kaitan dgn syahwat manusia terhadap hal-hal yg sifatnya duniawi. Allah SWT ingin menguji manusia agar mereka dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT sedangkan setan justeru ingin menjerumuskan manusia ke jalan yg sesat. Oleh krn itu ketika menafsirkan kalimat “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yg diingini” Sayyid Quthb dalam Fi Dzilalil Qur’an mengatakan “Ungkapan kalimat ini tidak memiliki konotasi utk menganggapnya kotor dan tidak disukai. Tetapi ia hanya semata-mata menunjukkan tabiat dan dorongan-dorongannya menempatkannya pada tempat tanpa melewati batas serta tidak mengalahkan apa yg lbh mulia dan lbh tinggi dalam kehidupan serta mengajaknya utk memandang ke ufuk lain setelah menunjukkan vitalnya apa-apa yg diingini itu dgn tanpa tenggelam dan semata-mata bergelimang di dalamnya. Di sinilah keistimewaan Islam dgn memelihara fitrah manusia dan menerima kenyataannya serta berusaha mendidik merawat dan meninggikannya bukan membekukan dan mematikannya. Kaum Muslimin sidang Jumat yg berbahagia.Sebagian kalangan sufi menganggap bahwa syahwat merupakan sesuatu yg tercela karenanya harus dijauhi sehingga mereka cenderung meninggalkan dunia. Padahal bagi seorang muslim bukan tidak boleh memiliki dan meni’mati kehidupan dunia ini yg penting adl jangan sampai kehidupan dunia membuat manusia menjadi lupa dan lalai krn hal itu hanya akan membawa pada kerugian tidak hanya di dunia ini tapi juga di akhirat nanti. Allah SWT berfirman yg artinya “Hai orang-orang yg beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yg berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yg rugi.” Kita memang harus mengakui bahwa syahwat itu bisa positif tapi bisa juga negatif. Kekhawatiran kita kepada hal-hal yg negatif mestinya tidak sampai kita mengharamkannya di sinilah letak pentingnya kesalehan manusia krn bila segala keni’matan duniawi itu ada di tangan orang yg saleh maka keni’matan itu akan memberikan keni’matan yg lbh besar lagi ni’mal maalu ash shalih rajulun shaleh. Akan tetapi apabila suatu keni’matan berada di tangan orang yg fasik hal itu akan sangat membahayakan tidak hanya membahayakan dirinya tapi juga membahayakan orang lain. Kehidupan akhirat memang lbh baik tapi bukan berarti kehidupan dunia ini jelek dan harus dicampakkan karenanya di dalam surat Ali Imran ayat 15 Allah SWT mengemukakan bahwa ada yg lbh baik dari kesenangan-kesenangan duniawi ayat tersebut artinya “Katakanlah ‘Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yg lbh baik dari yg demikian itu?’ Untuk orang-orang yg bertakwa pada sisi Tuhan mereka ada surga yg mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan isteri-isteri yg disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” Disamping itu Allah SWT juga menegaskan tentang tidak haramnya meni’mati hal-hal yg bersifat duniawi sebagaimana dalam firman-Nya yg artinya “Katakanlah ‘Siapakah yg mengharamkan perhiasan dari Allah yg telah dikeluarkan-Nya utk hamba-hamba-Nya dan rezeki yg baik?’ Katakanlah ’semuanya itu disediakan bagi orang-orang yg beriman dalam kehidupan dunia khusus di akhirat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yg mengetahui.” Kaum Muslimin rahimakumullah.Dari penjelasan di atas bisa kita simpulkan bagaimana sikap yg harus kita tunjukkan kepada dunia. Paling tidak ada sikap positif yg harus kita miliki dalam memandang kehidupan dunia. Pertama capai segala keni’matan dunia dgn cara-cara yg baik dan halal bukan dgn menghalalkan segala cara dalam memperolehnya. Bahkan seandainya utk mendapatkan keni’matan itu harus dikejar sampai ke ujung dunia maka hal itu tidak menjadi masalah krn Allah SWT memang memerintahkan kepada manusia utk mencari karunia-Nya di muka bumi yg amat luas hal ini terdapat dalam firman-Nya “Apabila telah ditunaikan salat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Kedua gunakan apa-apa yg sudah kita peroleh dgn cara yg baik dan utk kebaikan bukan malah utk hal-hal yg bisa mendatangkan kerusakan baik kerusakan diri sendiri orang lain maupun kerusakan lingkungan hidup tempat kita menjalani kehidupan ini Allah SWT berfirman yg artinya “Dan carilah apa-apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yg berbuat kerusakan.” Ketiga jangan sampai lupa kepada Allah SWT dalam meni’mati hal-hal yg bersifat duniawi tetapi hendaknya tetap bersyukur dan beribadah kepada Allah SWT bila itu yg dilakukan maka keni’matan duniawi itu akan terasa sedemikian banyak rasa dan manfaatnya meskipun jumlahnya sedikit. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan tatkala Tuhanmu memaklumkan ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah kepadamu dan jika kamu mengingkari maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” Dengan demikian apa pun yg kita raih dan kita ni’mati dalam kehidupan di dunia ini semua adl dalam kerangka membekali diri kita utk kembali kepada Allah SWT dgn amal saleh yg sebanyak-banyak dan ketakwaan yg setinggi-tingginya. Oleh Drs. H. Ahmad Yani Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
sumber file al_islam.chm
belief in qadar
The Arabic word “Qadar” means the Divine Measure1 with which Allah has ordained and decreed with exact calculations for everything in creation according to His Eternal Omniscience and His Sublime Wisdom that encompasses eternity.
Faith and belief in Qadar comprises four aspects:
The first group is the Jabriyyah who say that man is compelled to do whatever he does and that he has no power of his own or free will to act.
The second group is the Qadariyyah who say that man’s actions are independent in will and power from Allah’s Will and Power and that Allah’s Will and Power has no influence on his actions.
The first group’s claim is refuted by both ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Waqi’ (the reality that we observe around us).
Proving the invalidity of the Jabriyyah claim by ash-Sharee’ah (revelation and scripture):
Allah the Most Exalted had affirmed that we humans have a will and power of our own. Allah has given us these qualities in the possessive form.
Allah the Most Exalted said:
Among you are some that desire this world and some that desire the Hereafter. [Surah Aali ‘Imraan (3):152]
And He said:
And say: “The Truth is from your Lord.” Then whosoever wills let him believe and whosoever wills let him disbelieve. Verily We have prepared for the unjust a Fire whose walls will be surrounding them. [Surah al-Kahf (18):29]
And He said:
Whosoever does righteous deeds it is for (the benefit of) his own self and whosoever does evil deeds it is against his own self and your Lord is not at all unjust to (His) slaves. [Surah Fussilat (41):46]
Proving the invalidity of the Jabriyyah claim by al-Waqi’ (the reality that we observe around us):
Everybody knows instinctively the difference between his willful actions like when he eats drinks sells and buys and between those acts that fall outside his willpower like shuddering involuntarily and falling off a roof accidentally. The first kind of action is definitely his because he chooses them on his own will and power whereas the second kind is beyond his choice and power.
The Qadariyyah’s claim is refuted by ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Aql (reason and analysis).
Proving the invalidity of the Qadariyyah claim by ash-Sharee’ah (revelation and scripture)
Allah the Most Exalted created everything by His Will and He has made it perfectly clear that all of man’s actions happen only by His Will. Allah the Most Exalted has said:
If Allah had willed succeeding generations would not have fought against each other after clear Verses of Allah had come to them but they differed some of them believed and others disbelieved. If Allah had willed they would not have fought against one another but Allah does what He likes. [Surah al-Baqarah (2):253]
And He said:
And if We had willed surely We would have given every person his guidance but the Word from Me took effect (about evildoers) that I will fill Hell with Jinn and mankind together. [Surah as-Sajdah (32):13]
Proving the invalidity of the Qadariyyah claim by al-‘Aql (reason and analysis)
The entire universe belongs to Allah. It is His domain. Man is part of this universe and belongs to Allah as His slave and servant. It is not the right of the slave and servant to dispose of the property of the Master and Owner except by His Permission and Will.
By the Late Eminent Scholar Sheikh Muhammad ibn Salih Al-Uthaymeen Translation by Abu Salman Diya ud-Deen Eberle
Faith and belief in Qadar comprises four aspects:
- The belief that Allah has knowledge of everything in the universe with all the minute details of its occurrences in time and space. This perfect and complete knowledge encompasses all of Allah’s own acts and all actions of the creatures.
- Everything that is preordained is written on “al-Lawh-al-Mahfoodh” (The Preserved Tablet) which is with Allah. Allah the Most Exalted said:
Do you not know that Allah knows all that is in heaven and on earth? Verily it is all in the Book. Verily that is easy for Allah. [Surah al-Hajj (22):70]
In Saheeh Muslim we find the report of Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Aas () who narrated that he heard the Messenger of Allah () say:
Allah recorded the measurement of all matters pertaining to creation fifty thousand years before He created the heavens and earth. - The belief that nothing can exist or happen except by the Will and Permission of Allah and this includes what pertains to His Actions as well as to the actions of all that He created. Allah the Most Exalted said concerning His own actions:
And your Lord Creates whatsoever He wills and chooses. [Surah al-Qasas (28):68]
And He said:
And Allah does what He wills. [Surah Ibraaheem (14): 27]
And He said:
It is He Who shapes you in the wombs as He pleases. [Surah Aali ‘Imraan (3):6]
Concerning the actions of the creatures Allah the Most Exalted said:
Had Allah willed indeed He would have given them power over you and they would have fought you. [Surah an-Nisaa’ (4):90]
And He said:
And if Allah had willed they would not have done so. So leave them alone with their fabrications. [Surah al-An’aam (6):137] - The belief that Allah created all the creation and creatures and all their actions characteristics and movements.2 Allah the Most Exalted said:
Allah is the Creator of all things and He is the Guardian over all things. [Surah az-Zumar (39):62]
And He said:
He has created everything and has measured it exactly according to its due measurements. [Surah al-Furqaan (25):2]
And Allah told us that Ibraheem said to his people [about them carving their idols]:
And Allah has created you and your making. [Surah as-Saaffaat (37):96]
Qadar as explained above is not contradictory to the reality that humans have the freedom to act as they will and choose and are capable of doing so since this is proven by both ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Waqi’ (the reality that we observe around us).
As for the proof of the religious scriptures on this we can cite the words of Allah when He the Most Exalted said:
So whosoever wills let him take a return to his Lord.[Surah an-Naba’ (78):39]
And He said:
So go to your tithe when and how you will. [Surah al-Baqarah (2):223]
And concerning the proof of one having his own ability He said:
So keep your duty to Allah as much as you can; listen and obey. [Surah at-Taghaabun (64):16]
And He said:
Allah does not burden a person beyond his scope. He receives reward for that (good) which he has earned and he is punished for that (evil) which he has earned. [Surah al-Baqarah (2):286]
As for the proof of reality we observe around us everybody knows that a person has his own will and ability by which he acts and moves. He can positively differentiate between what happens by his own will like walking and talking and what happens to him involuntarily without his will like shuddering with a sneeze or fever etc. But all that happens - action by man’s will and ability or without it - only happens by the Supreme Will of Allah the Most Exalted. Allah the Most Exalted said:
For whosoever among you wills shall walk straight. And you will not want to walk straight unless it is what Allah wills the Lord of the worlds. [Surah at-Takweer (81):28-29]
Allah owns the entire universe and nothing happens in His Kingdom and Sovereignty without His Knowledge and Will.
- The saying of Allah:
Those who took partners in worship with Allah will say “If Allah had willed we would not have taken partners in worship with Him nor would our fathers have and we would not have forbidden anything (against His Will).” Those that went before likewise belied till they tasted of Our Wrath. Say “Have you any knowledge that you can produce before us? Verily you follow nothing but guesses and you say nothing but a lie.” [Surah al-An’aam (6):148]
These disbelievers did not have any valid excuse when they claimed that whatever they did was according to Qadar. If this excuse was acceptable and true then why would Allah punish them for their sins? - The saying of Allah:
Messengers as bearers of good news as well as of warning (came) in order that mankind should have no plea against Allah after the Messengers (have been sent for their guidance). And Allah is forever All-Powerful All-Wise. [Surah an-Nisaa’ (4):165]
If there were a legitimate excuse for these disbelievers by arguing with Qadar Allah wouldn’t have negated that excuse by the fact that He sent His Messengers according to His Qadar. Thus the disbelievers cannot use Qadar as an excuse for their disbelieving because their disobedience after receiving the message is also by Allah’s Qadar i.e. they could have avoided Allah’s punishment by following His Messengers and yet they chose the path of disobedience by their will. - Al-Bukhari and Muslim report and this version is al-Bukhari’s that Ali ibn Abi Talib () said that the Prophet () said:
One’s final destination in Hell or Paradise is already determined for each one of you.
A man said:
Should we depend (on this fact) O Messenger of Allah?
He said
No! Perform deeds because everyone will be helped (to do as he will and reach his destiny). Then he read the verse of the Qur’an:
As for him who gives (in charity) and keeps his duty to Allah and fears Him and believes in Goodness We will make smooth for him the path of ease. But he who withholds and thinks himself self-sufficient denies Goodness We will make smooth for him the path of evil. [Surah al-Lail (92):5-10]
And in the version of Muslim the Prophet () said in completion:
Everyone is helped to that for which he was created.
Thus we see that the Messenger of Allah () commanded us to continue striving to do the good deeds and forbade us to depend upon (misconceptions about) Qadar. - Allah commanded mankind to obey Him by observing the laws and regulations. He did not order them to do anything beyond their capacity. Allah the Most Exalted said:
So keep your duty to Allah (and fear Him) as much as you can. [Surah at-Taghaabun (64):16]
And He said:
Allah burdens not a person beyond his scope. [Surah al-Baqarah (2):286]
If man was compelled and forced to do something this would mean that he is required to do what is beyond his capacity. This is a false mistaken belief [which cannot be ascribed to Allah since He commands man and has made him responsible only for what is within his power and by his own free will]. Upon this principle Allah forgives those sins that take place because of the legitimate excuse of ignorance forgetfulness or compulsion. - Qadar is the exclusive secret preserved with Allah. Man’s willful action only takes place by his own volition and will. Thus what he does is built on his own will to act and not upon previous knowledge about Allah’s Qadar. It follows by necessity that seeking to excuse oneself by the pretext of Qadar is not a valid excuse because he had no knowledge of that Qadar. Man cannot use as an argument that which is outside his scope of knowledge.
- We see that man is very anxious to benefit himself with what pleases him and makes him feel good and to avoid what causes pains. We do not find anybody leaving these worldly benefits and pleasures to what causes pain with the excuse that Qadar made him do it so why does he leave the religious commandments of Allah which bring him benefit and pleasures and go to what causes harm using this feeble excuse of Qadar? Are not the two situations analogous and similar?
An example will illustrate this point here. If somebody had two roads in front of him to choose from one leading to a place of chaos murder killing looting rape insecurity and hunger and the other leading to a place of proper order excellent security luxurious standard of living and respect for one’s own self family and property: which road would he choose? No sane person would take the road to the first place arguing that Qadar made him do it. Why does someone choose in these matters of the Hereafter what leads him to Hellfire rather than Paradise claiming that Qadar made him do it when he would never make the same argument in mundane affairs?
Another example is that the sick and diseased take medicine when they are ordered to even though they dislike the taste. They leave foods that harm them seeking to cure themselves and get better. It will not happen that these sick people refuse their medicines and take the harmful foods arguing that Qadar made them do it so why would one abandon obeying Allah and His Messenger and instead disobey Allah and His Messenger claiming that Qadar made him do it? [Certainly this is the most foolish of Satan’s tricks and the feeblest of excuses.] - Suppose the person who takes Qadar as a pretext to justify leaving responsibilities and committing sins is attacked by someone who takes his property violates his honor or commits some other similar crime and then the attacker says to him “Hey! Don’t blame me! My attack on you was only because of Allah’s Qadar.” The victim would never accept this excuse from the criminal. How can it be that he won’t accept Qadar as an excuse to justify somebody else’s attack on him while he takes it as an excuse for his own attack against the rights of Allah? [How amazing are his double standards!]
It has been reported that a man who had been caught stealing was brought to Umar ibn al-Khattab (). Umar ordered that his hand be cut off. The man said: “Wait O leader of the believers. I only stole because this was by the Qadar of Allah.” Umar said “And we are cutting your hand off by the Qadar of Allah.”
- To trust in Allah in accomplishing your actions. When someone performs actions according to their causes and effects he doesn’t depend on the causes and effects only since he knows that ultimately nothings happens except by the Will of Allah.
- To protect oneself from becoming arrogant and haughty when he accomplishes his goals because he knows that his accomplishment was only by the Blessings of Allah Who made it possible for him to achieve his goals. Self-aggrandizement is a kind of ingratitude that makes one forget the obligation of thanking Allah.
- To receive from Allah a sense of satisfaction tranquility and security since he realizes that nothing happens except by the Qadar of Allah. He does not become anxious about losing things that please him or receiving things that displease him because he knows that he will only get what the Owner and Master-Sovereign of the heavens and earth has written for him. Allah the Most Exalted said:
No calamity befalls on the earth or upon yourselves but it is inscribed in the Book of Decrees before We bring it into existence. Verily that is easy for Allah. In order that you may not be sad over matters that you fail to get nor rejoice because of that which has been given to you. And Allah likes not prideful boasters. [Surah al-Hadeed (57):22-23]
The Prophet () said:
How amazing is the matter of the believer! There is good in every affair of his and this is not the case with anyone else. If any joy befalls him he gives thanks (to Allah) thus there is good for him in it. If a calamity befalls him he endures it patiently and thus there is a good for him in it. (Reported by Muslim)
The first group is the Jabriyyah who say that man is compelled to do whatever he does and that he has no power of his own or free will to act.
The second group is the Qadariyyah who say that man’s actions are independent in will and power from Allah’s Will and Power and that Allah’s Will and Power has no influence on his actions.
The first group’s claim is refuted by both ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Waqi’ (the reality that we observe around us).
Proving the invalidity of the Jabriyyah claim by ash-Sharee’ah (revelation and scripture):
Allah the Most Exalted had affirmed that we humans have a will and power of our own. Allah has given us these qualities in the possessive form.
Allah the Most Exalted said:
Among you are some that desire this world and some that desire the Hereafter. [Surah Aali ‘Imraan (3):152]
And He said:
And say: “The Truth is from your Lord.” Then whosoever wills let him believe and whosoever wills let him disbelieve. Verily We have prepared for the unjust a Fire whose walls will be surrounding them. [Surah al-Kahf (18):29]
And He said:
Whosoever does righteous deeds it is for (the benefit of) his own self and whosoever does evil deeds it is against his own self and your Lord is not at all unjust to (His) slaves. [Surah Fussilat (41):46]
Proving the invalidity of the Jabriyyah claim by al-Waqi’ (the reality that we observe around us):
Everybody knows instinctively the difference between his willful actions like when he eats drinks sells and buys and between those acts that fall outside his willpower like shuddering involuntarily and falling off a roof accidentally. The first kind of action is definitely his because he chooses them on his own will and power whereas the second kind is beyond his choice and power.
The Qadariyyah’s claim is refuted by ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Aql (reason and analysis).
Proving the invalidity of the Qadariyyah claim by ash-Sharee’ah (revelation and scripture)
Allah the Most Exalted created everything by His Will and He has made it perfectly clear that all of man’s actions happen only by His Will. Allah the Most Exalted has said:
If Allah had willed succeeding generations would not have fought against each other after clear Verses of Allah had come to them but they differed some of them believed and others disbelieved. If Allah had willed they would not have fought against one another but Allah does what He likes. [Surah al-Baqarah (2):253]
And He said:
And if We had willed surely We would have given every person his guidance but the Word from Me took effect (about evildoers) that I will fill Hell with Jinn and mankind together. [Surah as-Sajdah (32):13]
Proving the invalidity of the Qadariyyah claim by al-‘Aql (reason and analysis)
The entire universe belongs to Allah. It is His domain. Man is part of this universe and belongs to Allah as His slave and servant. It is not the right of the slave and servant to dispose of the property of the Master and Owner except by His Permission and Will.
By the Late Eminent Scholar Sheikh Muhammad ibn Salih Al-Uthaymeen Translation by Abu Salman Diya ud-Deen Eberle
belief in the last day and resurrection
The Last Day is that enormous event when everyone will be resurrected from death to the accounting and reckoning to be asked about their deeds: to receive either reward for their good deeds or punishment for their evil deeds. It is called “the Last Day” because it is the final day and the end of earthly time. This is the day when the people of Paradise will go to their appointed places in Paradise and those of Hell to the Hellfire.
Belief in the Last Day and Resurrection comprises three aspects:
To illustrate to us this possibility Allah has given us stories of past events when people saw with their own eyes (and physical senses) how He raised the dead to life. There are five examples given in the second chapter of the Qur’an in Surah al-Baqarah:
Two rational arguments can be presented here:
The first argument is that Allah is the Original Creator of all the creation and thus He who is capable of the first creation is also capable of re-creation which is even simpler. Allah the Most Exalted said:
And it is He Who originates the creation then He will repeat it (after it has been perished) and this is easier for Him. [Surah ar-Room (30):27]
And Allah the Most Exalted said:
As We brought (into existence) the first creation We shall repeat it (it is) a promise binding upon Us. Truly We shall do it. [Surah al-Anbiyaa’ (21):104]
And Allah the Most Exalted said to those who deny that Allah can restore decayed bones:
Say (O Muhammad) “He will give life to them Who created them for the first time! And He is the All-Knower of every creation.” [Surah Yaa-Seen (36):79]
The second argument is that we observe the earth lifeless and barren from lack of rain. Allah sends the rains and then we observe the soil coming back to life and various kinds of plants spring forth green and flourish. So the One Who brings life back to the dead earth and makes the plants flourish is able also to raise the dead animals back to life. Allah the Most Exalted said:
And among His Signs you see the earth barren but when We send down water (rain) to it it is stirred to life and growth (of vegetation). Verily He Who gives it life surely is able to give life to the dead. Indeed! He is able to do all things. [Surah Fussilat (41):39]
And He said:
And We send down blessed water (rain) from the sky then We produce therewith gardens and grains of all harvests that are reaped; and tall date palms with ranged clusters; provisions for (Allah’s) slaves. And We give life therewith to dead land. Thus will be the Resurrection (of the dead). [Surah Qaaf (50):9-11]
Some misguided people say that the punishment or bliss in the grave is not possible since it is against the reality we see when we open the graves and find the decomposed corpses. They say that we do not find that the grave has expanded its size or grown narrow as some hadeeth mention.
This claim of theirs is invalid by proofs of ash-Sharee’ah (revelation and scripture) al-Hiss (physical senses) and al-Aql (reason and analysis).
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by ash-Sharee’ah (revelation and scripture):
Some of the proofs have been mentioned above. One other proof that is reported by al-Bukhari is the narration of Abdullah ibn Abbaas () when he said
The Prophet passed by some walls in Madeenah and heard the screams of two persons who were being punished in their graves. He mentioned the reasons behind this punishment saying “One of them did not protect himself (spoiling his clothes) from urine. The other one used to spread gossip.”
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by al-Hiss (physical senses):
Sometimes we sense ourselves in our dreams that we are in a huge expanse or extremely constricted and confined feeling the pain of being squeezed and the fear of claustrophobia. Sometimes we are even jerked awake from these nightmares only to find ourselves sitting in our beds. Sleep is the twin of death and this is why Allah calls it a type of “Wafaat” (fulfillment appointed time of death and its like) as Allah the Most Exalted said:
It is Allah Who takes away the souls at the time of their death and those that die not during their sleep. He keeps those (souls) for which He had ordained death and sends the others (back) for a term appointed. Verily in this are signs for a people who think deeply. [Surah az-Zumar (39):42]
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by “al-‘Aql” (reason and analysis):
Sometimes a person sees a dream that becomes true and conforms to exact events and traits of the real world. For example one might see the Prophet () in their dreams. Whoever sees the Prophet in the shape that he is described in the books of hadeeth we know has truly seen him even though the sleeper is simply in his room on his bed far away from what he is seeing. If this is the case in matters of the physical world wouldn’t it be possible in matters of the Hereafter?
As for the doubts of the disbelievers concerning that they do not see the punishment of the corpses or that the graves expand in size or grow narrow as some hadeeth mention this is answered by the following points:
The first point is that one is not allowed to refute religious matters and Sharee’ah (law) with mere doubts and suspicions of this nature without any solid argument against since it may be that the deficiency is only in understanding as the Arab poet said:
Many are those who claim a sound saying is defective
Whereas nothing is defective but their own understanding.
The second point is that these issues of the grave are of the realm of the unseen a realm not sensed by physical senses. If matters of the unseen could be tested and affirmed by physical senses there would not be any benefit of believing in and having belief in the revelations about the unseen realm because this would equalize the believer and disbeliever.
The third point is that only the dead person himself experiences punishment or bliss of the grave and its expansiveness or constriction. The case is similar with the sleeping person since only the dreamer feels the sensations of his dreams whether nightmares of contractions or expanses of lightheartedness while for others he is asleep in his bed in his room. Similarly the Prophet () would receive revelation and the companions next to him would not hear the revelation while he did. Sometimes the angel would come to the Prophet () in the shape of a man but the companions were not able to see or hear the angel.
The fourth point is that we creatures have a limited sensual capacity. Much physical reality is outside our range of perception. Everything in the universe the seven heavens the earth and all that is therein praise and glorify Allah but we cannot hear their forms of praise and glorification and only sometimes does Allah give the power to some of His creatures to hear them as He the Most Exalted said:
The seven heavens and the earth and all that is therein glorify Him and there is not a thing but that glorifies His praise but you do not understand their glorification. Truly He is Ever Forbearing Oft-Forgiving. [Surah al-Israa’ (17):44].
Similarly the Jinn3 go back and forth and travel about on the earth but we cannot see them. The Jinn came to the Messenger () and listened to his recitation of the Qur’an. After he finished the recitation they went back to their nation of Jinn to convey the Message to them [as verses of the Qur’an relate].
ll of this is outside the range of our sense perception. Allah the Most Exalted said:
O Children of Adam! Let not Satan deceive you as he got your parents (Adam and Eve) out of Paradise stripping them of their raiment to show them their private parts. Verily he and his soldiers see you from where you will not see them. Verily We made the devils protectors and helpers of those who believe not. [Surah al-A’raaf (7):27].
If we the creatures do not know what exists beyond our range of perception and comprehension we cannot deny its existence. Therefore it is not allowed for us to dispute what has been proven to exist of the unseen realm by revealed scriptures
By the Late Eminent Scholar Sheikh Muhammad ibn Salih Al-Uthaymeen Translation by Abu Salman Diya ud-Deen Eberle
Belief in the Last Day and Resurrection comprises three aspects:
- To believe in the resurrection after death. Resurrection will take place when the Trumpet will be blown [by Israafeel] for the second time [the first being for the death of all living creatures]. Humankind will awaken to face the Lord of the Worlds. They all will stand bare-footed completely naked and uncircumcised before their Lord as Allah the Most Exalted said:
As We began the first creation so shall We repeat it (it is) a promise binding upon Us. Truly We shall do it. [Surah al-Anbiyaa’ (21):104].
The Resurrection is an affirmed truth proven by the Qur’an the Sunnah and the unanimous agreement and consensus (Ijmaa’) of all the Muslims. Allah the Exalted said:
Then verily you will be dead after that. Then verily you will be resurrected on the Day of Judgment. [Surah al-Mu’minoon (23):15-16]
And the Prophet () said in a hadeeth agreed upon by al-Bukhari and Muslim:
People will be gathered together on the Day of Judgment barefooted and uncircumcised.
All the Muslims are in agreement affirmed the Resurrection. The Day of Resurrection and Accounting is necessitated by the wisdom of Allah to make a final time to judge everyone according to that which they are accountable. Allah the Most Exalted said:
Did you think that We had created you in play (without any purpose) and that you would not be brought back to Us? [Surah al-Mu’minoon (23):115]
And He the Exalted said to the Messenger of Allah ():
Verily He Who has given you the Qur’an (O Muhammad) will surely bring you back to the place of return. [Surah al-Qasas (28):85]. - To believe in the reckoning of the deeds and reward or punishment accordingly. This is proven through the Book of Allah the Qur’an the Sunnah and consensus of the Muslims. The slaves of Allah will all be reckoned and recompensed for their deeds. Allah the Most Exalted said:
Verily to Us will be their return. Then verily for Us will be their Reckoning. [Surah al-Ghaashiyah (88):25-26]
And He said:
Whoever brings a good deed shall have ten times the like thereof to his credit and whoever brings an evil deed shall have only the recompense of the like thereof and they will not be wronged. [Surah al-An’aam (6):160]
And He said:
And We shall set up balances of justice on the Day of Resurrection then none will be dealt with unjustly in anything. And if there were the weight of a mustard seed We will bring it and Sufficient are We as Reckoners. [Surah al-Anbiyaa’ (21):47]
Abdullah ibn Umar () narrated that the Prophet() said:
Allah will bring the believer closer to Him and will shield him from being exposed (for his evil deeds in front of everyone). He will say “Do you remember such and such sin? Do you remember such and such sin?” He will say “Yes O my Lord!” When Allah gets this confession for his sins and the believer thinks that his destruction is upon him Allah will say “I have preserved you from being exposed in front of others for these evil deeds during your lifetime and I am forgiving them for you today.” So he will be given his record of good deeds. As for the disbelievers and the hypocrites they will be called openly in public: “These are the ones who lied against their Lord! Verily Allah’s curse is upon the unjust ones!” (Reported by al-Bukhari and Muslim)
And in an authentic hadeeth the Messenger of Allah () said:
…if somebody intends to do a good deed and he does not do it then Allah will write for him a full good deed. If he intends to do a good deed and he actually does it then Allah will write with Him from ten to seven hundred times to many more times (reward). If somebody intends to do a bad deed and he does not do it Allah will write a full good deed with Him. If somebody intends to do bad deed and actually did it then Allah will write one bad deed (in his account). (Reported by al-Bukhari and Muslim.) Muslims are unanimous in agreement that the Day of Reckoning and the Judgment will come since both logic and wisdom point to it. According to the infinite Wisdom of Allah all people must be judged a final decisive judgment. Allah revealed the Scriptures and sent the Messengers only that they should be accepted and followed. Moreover Allah obligated the believers to fight against those who oppose the Scriptures and the Messengers and He permitted that their blood be shed and their children women and possessions be seized] according to the strict laws of war]. If there were not a final Day of Reckoning then all these matters would have been in vain! Allah the All-Wise is far removed from such an imperfection and contradiction.
Allah has indicated this line of argument in His saying:
Then surely We shall question those to whom the Book was sent and verily We shall question the Messengers. Then surely We shall narrate unto them (their whole story) with knowledge and indeed We were not absent. [Surah al-A’raaf (7):6-7] - To believe in Paradise and Hellfire and that they are the final and everlasting abode for the creatures (men and jinn).
Paradise is the final resting place of ultimate happiness and joy that Allah has prepared for the believers who feared Him believed in Him and sincerely obeyed Him and His Messenger who brought the message. Paradise is described as a place of unimaginable bounties and pleasures which “no eye has ever seen nor an ear ever heard of nor a mind has ever imagined.”
Allah the Most Exalted said:
Verily those who believe and do righteous deeds they are the best of creatures. Their reward with their Lord is Gardens of Eternity underneath which rivers flow wherein they will abide forever; Allah is Well-Pleased with them and they with Him. That is for him who fears his Lord. [Surah al-Bayyinah (98):7-8]
And Allah the Most Exalted said:
No person knows what is kept hidden for them of joy as a reward for what they used to do. [Surah as-Sajdah (32):17]
Hellfire is the final destination of torment and punishment that Allah has prepared for the disbelievers the unjust (criminals) those who disbelieved in Allah and disobeyed the Messengers.
Hellfire contains all kinds of unimaginable punishments and torments. Allah the Most Exalted said:
And fear the Fire which is prepared for the disbelievers. [Surah Aali ‘Imraan (3):131]
And He said:
We have prepared for the wrongdoers a Fire whose walls will be surrounding them. If they ask for help they will be granted water like boiling oil that will scald their faces. Terrible is the drink and what an evil dwelling! [Surah al-Kahf (18):29]
And He said:
Verily Allah has cursed the disbelievers and prepared for them a flaming Fire wherein they will abide forever; and they will find neither a protector nor a helper. On the Day when their faces will be turned and rolled from all sides in the Fire they will say: “Oh would that we had obeyed Allah and obeyed the Messenger (Muhammad).” [Surah al-Ahzaab (33):64-66]
- The trial of the grave wherein all will be asked: Who was your Lord? What was your religion? Who was your prophet?
So as is explained in the Qur’an and Sunnah Allah will make those who believed resolute with the word that stands firm. Thus the believer will say: “My Lord is Allah my religion is Islam and my Prophet is Muhammed.” But the transgressors will err and go astray. The disbeliever will say: “Haah haah I don’t know.” The hypocrite or the person in doubt1 will say: “I’m not sure I heard the people say something so I just repeated what they said.” - The grave will be a place of either extreme pain and torment or extreme pleasure and happiness.
The pain and torment will be upon the transgressors disbelievers and hypocrites as Allah the Most Exalted said:
And if you but see when the wrongdoers are in the agonies of death while the angels are stretching forth their hands (saying): “Deliver your souls; this day you shall be recompensed with the torment of degradation because of what you used to utter against Allah untruthfully. And you used to reject his signs with disrespect.” [Surah al-An’aam (6):93]
And Allah the Most Exalted said concerning Pharaoh and his followers:
The Fire – they will be exposed to it morning and afternoon and on the Day when the Hour will be established (it will be said to the angels): “Make Pharaoh’s people to enter the severest Torment.” [Surah Ghaafir (40):46]
Imam Muslim reports that Zaid ibn Thabit () narrated:
The Prophet said to his Companions “I would have asked Allah to let you hear what I am hearing of the (peoples’) punishment in the grave but (I refrain) for the fear that you would not bury each other after that.” Then the Prophet peace and blessings of Allah be upon him turned his face towards them saying: “Seek refuge in Allah from the torment of the Fire!” They said: “We seek refuge in Allah from the torment of the Fire.” He said: “Seek refuge in Allah from the torment of the grave!” They said: “We seek refuge in Allah from the torment of the grave.” He said: “Seek refuge in Allah from all calamities whether apparent or hidden!” They said “We seek refuge in Allah from all calamities whether apparent or hidden.” He said: “Seek refuge in Allah from the calamity of one-eyed Antichrist (False Messiah)!” They said “We seek refuge in Allah from the calamity of one-eyed Antichrist (False Messiah).”
The extreme pleasure and happiness of the grave will be for the faithful and truthful believers. Allah the Most Exalted said:
Verily those who say “Our Lord is Allah” and then stood fast on these words on them the angels will descend (at the time of their death saying) “Fear not nor grieve! But receive the glad tidings of Paradise which you have been promised.” [Surah Fussilat (41):30]
And Allah the Most Exalted said:
Then why do you not (intervene) when (the soul of a dying person) reaches the throat (gurgling)? And you are at the moment looking on (hopelessly)? But We (our angels who take the soul) are nearer to him than you are but you do not see. Then why do you not if you are exempt from the reckoning and recompense bring back the soul (to its body) if you are truthful? Then if he (the dying person) be of those near ones (close to Allah) there is for him rest and provisions and a Garden of Delights (Paradise). [Surah al-Waqi’ah (56):83-89]
It is reported on the authority of al-Baraa ibn ‘Aazib that the Prophet () said about the believer after he is responds to the questioning by the angels:
A caller from heaven will say “My slave has said the truth. Therefore furnish him (in his grave) from (the pleasures of) Paradise and dress him from (the clothes of) Paradise and open a door for him to Paradise.” Then he said “He will receive from its tranquility and beautiful smell. And his grave will be enlarged for him as far a distance as his sight reaches.”
This is reported by Imam Ahmad and Abu Dawood in a long hadeeth [of which only a portion has been mentioned].
- Encouraging the desire to do the deeds of obedience hoping for the bliss and reward of Paradise.
- Being terrified of committing deeds of disobedience fearing the punishment of the Hellfire.
- Comforting the believer about the pleasures and luxuries that he misses in this worldly life and the hardships and pains he endures in the hope for the bliss and reward of the Paradise.
[Some] disbelievers do not believe that life after death is possible. The falseness of their doubt about the possibility of life after death can be established by: ash-Sharee’ah (revelation and scripture) al-Hiss (physical senses) and al-’Aql (reason and analysis).
Proving the possibility of life after death by ash-Sharee’ah (revelation and scripture) Allah the Most Exalted said:
The disbelievers pretend that they will never be resurrected (for the account). Say (O Muhammad): “Yes! By my Lord you will certainly be resurrected then you will be informed (and recompensed for) what you did and that is easy for Allah.” [Surah at-Taghaabun (64):7]
All Scriptures [like the Torah Psalms and Gospels] are unanimous on this matter (of belief in the Hereafter).
To illustrate to us this possibility Allah has given us stories of past events when people saw with their own eyes (and physical senses) how He raised the dead to life. There are five examples given in the second chapter of the Qur’an in Surah al-Baqarah:
- The story of the people of Musaa when they said to him “We will not believe in you unless we see Allah openly without a barrier” and thus they were seized by death. Thereafter Allah resurrected them and said to admonish them and all the Children of Israel with this story
And (remember) when you said “O Musaa! We shall never believe in you till we see Allah plainly.” But you were seized with a thunderbolt (and lightening) while you were looking. Then We raised you up after your death so that you might be grateful. [Surah al-Baqarah (2):55-56] - The story of the murdered man among the Children of Israel when they argued about determining who the murderer was. Allah ordered them to sacrifice a cow and strike the corpse with a part of it so that he can come to life to tell them about the killer. Allah the Most Exalted said about this case:
And (remember) when you killed a man and fell into dispute among yourselves as to the crime. So Allah brought forth that which you were hiding. So We said “Strike him (the dead man) with a piece of it (the cow).” Thus Allah brings the dead to life and shows you His signs so that you may understand. [Surah al-Baqarah (2):72-73] - The story of the group that ran away from their homes fearing death even though they were thousands and could have stood up to their enemies. Allah struck them dead in their tracks and then brought them back to life. Relating this story Allah Most Exalted said in the Qur’an:
Did you (O Muhammad) not think of those who went forth from their homes in thousands fearing death? Allah said to them: “Die!” And then He restored them to life. Truly Allah is full of Bounty to mankind but most men thank not. [Surah al-Baqarah (2):243]. - The story of the man who passed by a dead and deserted village and wondered how Allah would be able to resurrect them. Allah struck him dead for a hundred years and then raised him up again. Relating this story Allah Most Exalted said:
Or like the one who passed by a town all in utter ruins. He said “Oh! How will Allah ever bring it to life after its death?” So Allah caused him to die for a hundred years then raised him up. He said “How long did you remain (dead)?” He [the man] replied “Perhaps I remained (dead) a day or a part of a day.” He said “Nay you have remained for a hundred years; look at your food and your drink they show no change; and look at your donkey! And thus We have made of you a Sign for the people. And look at the bones how We bring them together and clothe them with flesh.” When this was clearly shown to him he said “I Know (now) that Allah is Able to do all things.” [Surah al-Baqarah (2):259] - The story of Ibraheem () who asked Allah to show him how He resurrects the dead. Allah ordered him to slaughter four birds cut them in pieces and spread these pieces to various mountains. Then He told him to call these dead birds and when he did they came back to him flying. On this Allah the Most Exalted said:
And (remember) when Ibraheem said “My Lord! Show me how You give life to the dead.” Allah said “Do you not believe?” Ibraheem said “Yes but to be stronger in faith.” He said “Take four birds then cause them to incline towards you (to slaughter them and cut them into pieces) and then put a portion of them on every hill and call them they will come to you in haste. And know that Allah is All-Mighty All-Wise.” [Surah al-Baqarah (2):260]
These five historically authentic examples which were physically experienced prove that the dead can rise back to life by the Will of Allah. The fact that ‘Eesaa raised the dead from their graves by the Will of Allah has already been mentioned above.
Two rational arguments can be presented here:
The first argument is that Allah is the Original Creator of all the creation and thus He who is capable of the first creation is also capable of re-creation which is even simpler. Allah the Most Exalted said:
And it is He Who originates the creation then He will repeat it (after it has been perished) and this is easier for Him. [Surah ar-Room (30):27]
And Allah the Most Exalted said:
As We brought (into existence) the first creation We shall repeat it (it is) a promise binding upon Us. Truly We shall do it. [Surah al-Anbiyaa’ (21):104]
And Allah the Most Exalted said to those who deny that Allah can restore decayed bones:
Say (O Muhammad) “He will give life to them Who created them for the first time! And He is the All-Knower of every creation.” [Surah Yaa-Seen (36):79]
The second argument is that we observe the earth lifeless and barren from lack of rain. Allah sends the rains and then we observe the soil coming back to life and various kinds of plants spring forth green and flourish. So the One Who brings life back to the dead earth and makes the plants flourish is able also to raise the dead animals back to life. Allah the Most Exalted said:
And among His Signs you see the earth barren but when We send down water (rain) to it it is stirred to life and growth (of vegetation). Verily He Who gives it life surely is able to give life to the dead. Indeed! He is able to do all things. [Surah Fussilat (41):39]
And He said:
And We send down blessed water (rain) from the sky then We produce therewith gardens and grains of all harvests that are reaped; and tall date palms with ranged clusters; provisions for (Allah’s) slaves. And We give life therewith to dead land. Thus will be the Resurrection (of the dead). [Surah Qaaf (50):9-11]
Some misguided people say that the punishment or bliss in the grave is not possible since it is against the reality we see when we open the graves and find the decomposed corpses. They say that we do not find that the grave has expanded its size or grown narrow as some hadeeth mention.
This claim of theirs is invalid by proofs of ash-Sharee’ah (revelation and scripture) al-Hiss (physical senses) and al-Aql (reason and analysis).
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by ash-Sharee’ah (revelation and scripture):
Some of the proofs have been mentioned above. One other proof that is reported by al-Bukhari is the narration of Abdullah ibn Abbaas () when he said
The Prophet passed by some walls in Madeenah and heard the screams of two persons who were being punished in their graves. He mentioned the reasons behind this punishment saying “One of them did not protect himself (spoiling his clothes) from urine. The other one used to spread gossip.”
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by al-Hiss (physical senses):
Sometimes we sense ourselves in our dreams that we are in a huge expanse or extremely constricted and confined feeling the pain of being squeezed and the fear of claustrophobia. Sometimes we are even jerked awake from these nightmares only to find ourselves sitting in our beds. Sleep is the twin of death and this is why Allah calls it a type of “Wafaat” (fulfillment appointed time of death and its like) as Allah the Most Exalted said:
It is Allah Who takes away the souls at the time of their death and those that die not during their sleep. He keeps those (souls) for which He had ordained death and sends the others (back) for a term appointed. Verily in this are signs for a people who think deeply. [Surah az-Zumar (39):42]
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by “al-‘Aql” (reason and analysis):
Sometimes a person sees a dream that becomes true and conforms to exact events and traits of the real world. For example one might see the Prophet () in their dreams. Whoever sees the Prophet in the shape that he is described in the books of hadeeth we know has truly seen him even though the sleeper is simply in his room on his bed far away from what he is seeing. If this is the case in matters of the physical world wouldn’t it be possible in matters of the Hereafter?
As for the doubts of the disbelievers concerning that they do not see the punishment of the corpses or that the graves expand in size or grow narrow as some hadeeth mention this is answered by the following points:
The first point is that one is not allowed to refute religious matters and Sharee’ah (law) with mere doubts and suspicions of this nature without any solid argument against since it may be that the deficiency is only in understanding as the Arab poet said:
Many are those who claim a sound saying is defective
Whereas nothing is defective but their own understanding.
The second point is that these issues of the grave are of the realm of the unseen a realm not sensed by physical senses. If matters of the unseen could be tested and affirmed by physical senses there would not be any benefit of believing in and having belief in the revelations about the unseen realm because this would equalize the believer and disbeliever.
The third point is that only the dead person himself experiences punishment or bliss of the grave and its expansiveness or constriction. The case is similar with the sleeping person since only the dreamer feels the sensations of his dreams whether nightmares of contractions or expanses of lightheartedness while for others he is asleep in his bed in his room. Similarly the Prophet () would receive revelation and the companions next to him would not hear the revelation while he did. Sometimes the angel would come to the Prophet () in the shape of a man but the companions were not able to see or hear the angel.
The fourth point is that we creatures have a limited sensual capacity. Much physical reality is outside our range of perception. Everything in the universe the seven heavens the earth and all that is therein praise and glorify Allah but we cannot hear their forms of praise and glorification and only sometimes does Allah give the power to some of His creatures to hear them as He the Most Exalted said:
The seven heavens and the earth and all that is therein glorify Him and there is not a thing but that glorifies His praise but you do not understand their glorification. Truly He is Ever Forbearing Oft-Forgiving. [Surah al-Israa’ (17):44].
Similarly the Jinn3 go back and forth and travel about on the earth but we cannot see them. The Jinn came to the Messenger () and listened to his recitation of the Qur’an. After he finished the recitation they went back to their nation of Jinn to convey the Message to them [as verses of the Qur’an relate].
ll of this is outside the range of our sense perception. Allah the Most Exalted said:
O Children of Adam! Let not Satan deceive you as he got your parents (Adam and Eve) out of Paradise stripping them of their raiment to show them their private parts. Verily he and his soldiers see you from where you will not see them. Verily We made the devils protectors and helpers of those who believe not. [Surah al-A’raaf (7):27].
If we the creatures do not know what exists beyond our range of perception and comprehension we cannot deny its existence. Therefore it is not allowed for us to dispute what has been proven to exist of the unseen realm by revealed scriptures
By the Late Eminent Scholar Sheikh Muhammad ibn Salih Al-Uthaymeen Translation by Abu Salman Diya ud-Deen Eberle
Langganan:
Postingan (Atom)