“Hukum Merayakan Hari Valentine buat Umat Islam” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Langsung saja pertanyaan saya Ustadz, bagaimana hukum merayakan hari Valentine dalam pandangan syariah Islam? Mohon dijelaskan hakikat dan sejarahnya. Mohon dijelaskan, terima kasih
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nurahini Hendrawati
Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Boleh jadi tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.
Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.
Perayaan Valentine’s Say adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani
Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.
Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari .
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis dari Romawi kuno.
Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.
Valentine Berasal dari Budaya Syirik.
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.
Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid ” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.
Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka,
naudzu billahi min zalik.
Semangat valentine adalah Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.
Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.
Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?
Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.
Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber Hukum Merayakan Hari Valentine buat Umat Islam : http://assunnah.or.id
Minggu, 12 Februari 2012
tingkatan islam , iman , dan ihsan
“Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan” ketegori Muslim.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]
MENGENAL ISLAM
Islam, ialah berserah diri kpd Allah dgn tauhid dan tunduk kpd-Nya dgn penuh kepatuhan akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari peruntukan syirik dan orang-orang yg beruntuk syirik.
Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut, mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.
I. Tingkatan Islam
Adapun tingkatan Islam, rukun ada lima :
[1] Syahadat (pengakuan dgn hati dan lisan) bahwa “Laa Ilaaha Ilallaah” (Tiada sesembahan yg haq selain Allah) dan Muhammad ialah Rasulullah.
[2] Mendirikan shalat.
[3] Mengeluarkan zakat.
[4] Shiyam pada bulan Ramadhan.
[5] Haji ke Baitullah Al-Haram.
[1]. Dalil Syahadat.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yg haq) selain Dia, dgn senantiasa menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para malaikat dan orang-orang yg berilmu. Tiada sesembahan (yg haq) selain Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [Al-Imraan : 18]
“Laa Ilaaha Ilallaah”‘ arti : Tiada sesembahan yg haq selain Allah.
Syahadat ini mengandung dua unsur : menolak dan menetapkan. “Laa Ilaaha”, ialah menolak segala sembahan selain Allah. “Illallaah” ialah menetapkan bahwa penyembahan itu ha untuk Allah semata-mata, tiada sesuatu apapun yg boleh dijadikan sekutu didalam penyembahan kpd-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yg boleh dijadikan sekutu di dalam kekuasaan-Nya.
Tafsiran syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Arti : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kpd bapak dan kpd kaum : ‘Sesungguh aku menyatakan lepas dari segala yg kamu sembah, kecuali Tuhan yg telah menciptakan-ku, krn sesungguh Dia akan menunjuki’. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yg kekal pada keturunan supaya mereka senantiasa kembali (kpd tauhid)”. [Az-Zukhruf : 26-28]
“Arti : Katakanlah (Muhammad) : ‘Hai ahli kitab ! Marilah kamu kpd suatu kalimat yg tdk ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tdk menyembah selain Allah dan tdk mempersekutukan sesuatu apapun dgn-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yg lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kpd mereka :’Saksikanlah, bahwa kami ialah orang-orang yg muslim (menyerahkan diri kpd Allah)”. [Ali ‘Imran : 64]
Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad ialah Rasulullah.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sungguh, telah datang kpdmu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, terasa berat oleh penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayg kpd orang-orang yg beriman”. [At-Taubah : 128]
Syahadat bahwa Muhammad ialah Rasulullah, berarti : mentaati apa yg diperintahkannya, membenarkan apa yg diberitakannya, menjauhi apa yg dilarang serta dicegahnya, dan menyembah Allah ha dgn cara yg disyariatkannya.
[2]. Dalil Shalat dan Zakat serta tafsiran Tauhid.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Padahal mereka tdklah diperintahkan kecuali supaya beribadah kpd Allah, dgn memurnikan ketaatan kpd-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan Shalat serta mengeluarkan Zakat. Demikian itulah tuntunan agama yg lurus”. [Al-Bayyinah : 5]
[3]. Dalil Shiyam
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Wahai orang-orang yg beriman ! Diwajibkan kpd kamu untuk melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kpd orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. [Al-Baqarah : 183]
[4]. Dalil Haji.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Dan ha untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu (bagi) orang yg mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yg mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguh Allah Maha tdk memerlukan semsesta alam”. [Al ‘Imran : 97)]
II. Tingkatan Iman.
Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yg paling tinggi ialah syahadat “Laa Ilaaha Ilallaah”, sedang cabang yg paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu ialah salah satu dari cabang Iman.
Rukun Iman ada enam, yaitu :
[1] Iman kpd Allah.
[2] Iman kpd para Malaikat-Nya.
[3] Iman kpd Kitab-kitab-Nya.
[4] Iman kpd para Rasul-Nya.
[5] Iman kpd hari Akhirat, dan
[6] Iman kpd Qadar, yg baik dan yg buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi. Yaitu : Iman bahwa segala sesuatu yg terjadi di dalam semesta ini ialah diketahui, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta’ala.
“Arti : Berbakti (dari Iman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah Timur dan Barat, tetapi berbakti (dan Iman) yg sebenar ialah iman seseorang kpd Allah, hari Akhirat, para Malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-nabi…” [Al-Baqarah : 177]
Dan firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sesungguh segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dgn qadar”. [Al-Qomar : 49]
III. Tingkatan Ihsan.
Ihsan, rukun ha satu, yaitu :
“Arti : Beribadah kpd Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tdk melihat-Nya, maka sesungguh Dia melihatmu”. [Pengertian Ihsan tersebut ialah penggalan dari hadits Jibril, yg dituturkan oleh Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, sebagaimana akan disebutkan]
Dalilnya, firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sesungguh Allah bersama orang-orang yg bertakwa dan orang-orang yg beruntuk ihsan”. [An-Nahl : 128]
Dan firman Allah Ta’ala.
“Arti : Dan bertakwallah kpd (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayg. Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yg sujud. Sesunnguh Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [Asy-Syu’araa : 217-220]
Serta firman-Nya.
“Arti : Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur’an yg kamu baca, serta pekerjaan apa saja yg kamu kerjakan, tdk lain kami ialah menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya”. [Yunus : 61]
Adapun dalil dari Sunnah, ialah hadits Jibril[1] yg masyhur, yg diriwayatkan dari ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Arti : Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya, tdk tampak pada tubuh tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun di antara kami yg mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dgn menyandarkan kelutut pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua paha beliau, dan berkata : ‘Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam’, maka beliau menjawab :’Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yg haq selain Allah serta Muhammad ialah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana’. Lelaki itu pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kata Umar :’Kami merasa heran kpdnya, ia berta kpd beliau, tetapi juga membenarkan beliau. Lalu ia berkata : ‘Beritahulah aku tenatng Iman’. Beliau menjawab :’Yaitu : Beriman kpd Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat, serta beriman kpd Qadar yg baik dan yg buruk’. Ia pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kemudian ia berkata : ‘Beritahullah aku tentang Ihsan’. Beliau menjawab : Yaitu : Beribadah kpd Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tdk melihat-Nya, maka sesungguh Dia melihatmu’. Ia berkata lagi. Beritahulah aku tentang hari Kiamat. Beliau menjawab : ‘Orang yg dita tentang hal tersebut tdk lebih tahu dari pada orang yg bertanya’. AKhir ia berkata :’Beritahulah aku sebagian dari tanda-tanda Kiamat itu’. Beliau menjawab : Yaitu : ‘Apabila ada hamba sahaya wanita melahirkan tuan dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna melarat lagi, pengembala domba saling membangga-banggakan diri dalam membangun bangunan yg tinggi’. Kata Umar : Lalu pergilah orang laki-laki itu, semantara kami berdiam diri saja dalam waktu yg lama, sehingga Nabi berta : Hai Umar, tahukah kamu siapakah orang yg berta itu ? Aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun bersabda : ‘Dia ialah Jibril, telah datang kpd kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian”. [2]
[Disalin dari buku Tiga Landasan Utama, Oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 18-26, Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da’wah dan Penyuluhan Urusan Penerbitan dan Penyebarab Kerajaan Arab Saudi]
________
Fote Note.
[1] Disebut hadits jibril, krn jibril-lah yg datang kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dgn menanyakan kpd beliau tentang, Islam, Iman dan masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kpd kaum muslimin tentang masalah-masaalah agama.
[2]. [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dgn lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1.
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=460&bagian=0
Sumber Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan : http://alsofwah.or.id
Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan
Kategori Mabhats
Jumat, 12 Maret 2004 22:19:08 WIBTIGA LANDASAN UTAMA
OlehSyaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]
MENGENAL ISLAM
Islam, ialah berserah diri kpd Allah dgn tauhid dan tunduk kpd-Nya dgn penuh kepatuhan akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari peruntukan syirik dan orang-orang yg beruntuk syirik.
Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut, mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.
I. Tingkatan Islam
Adapun tingkatan Islam, rukun ada lima :
[1] Syahadat (pengakuan dgn hati dan lisan) bahwa “Laa Ilaaha Ilallaah” (Tiada sesembahan yg haq selain Allah) dan Muhammad ialah Rasulullah.
[2] Mendirikan shalat.
[3] Mengeluarkan zakat.
[4] Shiyam pada bulan Ramadhan.
[5] Haji ke Baitullah Al-Haram.
[1]. Dalil Syahadat.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yg haq) selain Dia, dgn senantiasa menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para malaikat dan orang-orang yg berilmu. Tiada sesembahan (yg haq) selain Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [Al-Imraan : 18]
“Laa Ilaaha Ilallaah”‘ arti : Tiada sesembahan yg haq selain Allah.
Syahadat ini mengandung dua unsur : menolak dan menetapkan. “Laa Ilaaha”, ialah menolak segala sembahan selain Allah. “Illallaah” ialah menetapkan bahwa penyembahan itu ha untuk Allah semata-mata, tiada sesuatu apapun yg boleh dijadikan sekutu didalam penyembahan kpd-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yg boleh dijadikan sekutu di dalam kekuasaan-Nya.
Tafsiran syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Arti : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kpd bapak dan kpd kaum : ‘Sesungguh aku menyatakan lepas dari segala yg kamu sembah, kecuali Tuhan yg telah menciptakan-ku, krn sesungguh Dia akan menunjuki’. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yg kekal pada keturunan supaya mereka senantiasa kembali (kpd tauhid)”. [Az-Zukhruf : 26-28]
“Arti : Katakanlah (Muhammad) : ‘Hai ahli kitab ! Marilah kamu kpd suatu kalimat yg tdk ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tdk menyembah selain Allah dan tdk mempersekutukan sesuatu apapun dgn-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yg lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kpd mereka :’Saksikanlah, bahwa kami ialah orang-orang yg muslim (menyerahkan diri kpd Allah)”. [Ali ‘Imran : 64]
Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad ialah Rasulullah.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sungguh, telah datang kpdmu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, terasa berat oleh penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayg kpd orang-orang yg beriman”. [At-Taubah : 128]
Syahadat bahwa Muhammad ialah Rasulullah, berarti : mentaati apa yg diperintahkannya, membenarkan apa yg diberitakannya, menjauhi apa yg dilarang serta dicegahnya, dan menyembah Allah ha dgn cara yg disyariatkannya.
[2]. Dalil Shalat dan Zakat serta tafsiran Tauhid.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Padahal mereka tdklah diperintahkan kecuali supaya beribadah kpd Allah, dgn memurnikan ketaatan kpd-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan Shalat serta mengeluarkan Zakat. Demikian itulah tuntunan agama yg lurus”. [Al-Bayyinah : 5]
[3]. Dalil Shiyam
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Wahai orang-orang yg beriman ! Diwajibkan kpd kamu untuk melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kpd orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. [Al-Baqarah : 183]
[4]. Dalil Haji.
Firman Allah Ta’ala.
“Arti : Dan ha untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu (bagi) orang yg mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yg mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguh Allah Maha tdk memerlukan semsesta alam”. [Al ‘Imran : 97)]
II. Tingkatan Iman.
Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yg paling tinggi ialah syahadat “Laa Ilaaha Ilallaah”, sedang cabang yg paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu ialah salah satu dari cabang Iman.
Rukun Iman ada enam, yaitu :
[1] Iman kpd Allah.
[2] Iman kpd para Malaikat-Nya.
[3] Iman kpd Kitab-kitab-Nya.
[4] Iman kpd para Rasul-Nya.
[5] Iman kpd hari Akhirat, dan
[6] Iman kpd Qadar, yg baik dan yg buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi. Yaitu : Iman bahwa segala sesuatu yg terjadi di dalam semesta ini ialah diketahui, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta’ala.
“Arti : Berbakti (dari Iman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah Timur dan Barat, tetapi berbakti (dan Iman) yg sebenar ialah iman seseorang kpd Allah, hari Akhirat, para Malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-nabi…” [Al-Baqarah : 177]
Dan firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sesungguh segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dgn qadar”. [Al-Qomar : 49]
III. Tingkatan Ihsan.
Ihsan, rukun ha satu, yaitu :
“Arti : Beribadah kpd Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tdk melihat-Nya, maka sesungguh Dia melihatmu”. [Pengertian Ihsan tersebut ialah penggalan dari hadits Jibril, yg dituturkan oleh Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, sebagaimana akan disebutkan]
Dalilnya, firman Allah Ta’ala.
“Arti : Sesungguh Allah bersama orang-orang yg bertakwa dan orang-orang yg beruntuk ihsan”. [An-Nahl : 128]
Dan firman Allah Ta’ala.
“Arti : Dan bertakwallah kpd (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayg. Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yg sujud. Sesunnguh Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [Asy-Syu’araa : 217-220]
Serta firman-Nya.
“Arti : Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur’an yg kamu baca, serta pekerjaan apa saja yg kamu kerjakan, tdk lain kami ialah menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya”. [Yunus : 61]
Adapun dalil dari Sunnah, ialah hadits Jibril[1] yg masyhur, yg diriwayatkan dari ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Arti : Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya, tdk tampak pada tubuh tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun di antara kami yg mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dgn menyandarkan kelutut pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua paha beliau, dan berkata : ‘Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam’, maka beliau menjawab :’Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yg haq selain Allah serta Muhammad ialah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana’. Lelaki itu pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kata Umar :’Kami merasa heran kpdnya, ia berta kpd beliau, tetapi juga membenarkan beliau. Lalu ia berkata : ‘Beritahulah aku tenatng Iman’. Beliau menjawab :’Yaitu : Beriman kpd Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat, serta beriman kpd Qadar yg baik dan yg buruk’. Ia pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kemudian ia berkata : ‘Beritahullah aku tentang Ihsan’. Beliau menjawab : Yaitu : Beribadah kpd Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tdk melihat-Nya, maka sesungguh Dia melihatmu’. Ia berkata lagi. Beritahulah aku tentang hari Kiamat. Beliau menjawab : ‘Orang yg dita tentang hal tersebut tdk lebih tahu dari pada orang yg bertanya’. AKhir ia berkata :’Beritahulah aku sebagian dari tanda-tanda Kiamat itu’. Beliau menjawab : Yaitu : ‘Apabila ada hamba sahaya wanita melahirkan tuan dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna melarat lagi, pengembala domba saling membangga-banggakan diri dalam membangun bangunan yg tinggi’. Kata Umar : Lalu pergilah orang laki-laki itu, semantara kami berdiam diri saja dalam waktu yg lama, sehingga Nabi berta : Hai Umar, tahukah kamu siapakah orang yg berta itu ? Aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun bersabda : ‘Dia ialah Jibril, telah datang kpd kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian”. [2]
[Disalin dari buku Tiga Landasan Utama, Oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 18-26, Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da’wah dan Penyuluhan Urusan Penerbitan dan Penyebarab Kerajaan Arab Saudi]
________
Fote Note.
[1] Disebut hadits jibril, krn jibril-lah yg datang kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dgn menanyakan kpd beliau tentang, Islam, Iman dan masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kpd kaum muslimin tentang masalah-masaalah agama.
[2]. [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dgn lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1.
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=460&bagian=0
Sumber Tingkatan Islam, Tingakatan Iman Dan Tingkatan Ihsan : http://alsofwah.or.id
dunia akhirat
Kaum Muslimin rahimakumullah.Allah SWT membagi kehidupan menjadi dua bagian yakni kehidupan dunia dan akhirat. Apa yg dilakukan manusia di dunia akan berdampak dalam kehidupan akhirat enak dan tidaknya kehidupan seseorang di akhirat sangat bergantung pada bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia ini. Manakala manusia beriman dan beramal saleh dalam kehidupan di dunia ia pun akan mendapatkan keni’matan dalam kehidupan di akhirat. Karena itu ketika seseorang berorientasi memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan di akhirat maka ia akan menjalani kehidupan di dunia ini dgn sebaik-baiknya sebagaimana yg ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ketika manusia berorientasi kepada kehidupan akhirat bukan berarti ia tidak boleh meni’mati kehidupan di dunia ini hal ini krn segala hal-hal yg bersifat duniawi sangat disukai oleh manusia karenanya Islam tidak pernah mengharamkan manusia utk meni’mati kehidupan duniawinya selama tidak melanggar ketentuan Allah SWT apalagi sampai melupakan Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur dalam hidup ini. Manusia memang memandang indah segala hal yg bersifat duniawi dan itu wajar-wajar saja selama ia tidak mengabaikan tempat kembalinya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yg diingini yaitu wanita-wanita anak-anak harta yg banyak dari jenis emas perak kuda pilihan binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allahlah tempat kembali yg baik .” Hakikat Keindahan Muhammad Ali ash-Shabuny di dalam tafsirnya menyebutkan bahwa para ahli tafsir berbeda pendapat tentang siapa yg menjadikan syahwat itu sebagai sesuatu yg indah. Pendapat pertama mengatakan bahwa yg menjadikan indah adl setan dgn cara membisikkan kepada manusia dan menjadikannya tampak indah di hadapan mereka lalu mereka condong kepada syahwat itu dan lalai dalam menaati Allah SWT pendapat ini didasari pada firman Allah yg artinya “Dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari Allah sehingga mereka tidak mendapat petunjuk.” Pendapat kedua mengatakan bahwa Allah-lah yg menjadikan indah terhadap syahwat sebagai ujian dan cobaan utk menentukan siapa di antara mereka yg baik perbuatannya hal ini didasari pada firman Allah yg artinya “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yg ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yg terbaik perbuatannya.” Dua pendapat yg nampak bertolak belakang itu sebenarnya bukan sesuatu yg bertolak belakang. Allah SWT dan setan sama-sama memiliki “kepentingan” dalam kaitan dgn syahwat manusia terhadap hal-hal yg sifatnya duniawi. Allah SWT ingin menguji manusia agar mereka dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT sedangkan setan justeru ingin menjerumuskan manusia ke jalan yg sesat. Oleh krn itu ketika menafsirkan kalimat “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yg diingini” Sayyid Quthb dalam Fi Dzilalil Qur’an mengatakan “Ungkapan kalimat ini tidak memiliki konotasi utk menganggapnya kotor dan tidak disukai. Tetapi ia hanya semata-mata menunjukkan tabiat dan dorongan-dorongannya menempatkannya pada tempat tanpa melewati batas serta tidak mengalahkan apa yg lbh mulia dan lbh tinggi dalam kehidupan serta mengajaknya utk memandang ke ufuk lain setelah menunjukkan vitalnya apa-apa yg diingini itu dgn tanpa tenggelam dan semata-mata bergelimang di dalamnya. Di sinilah keistimewaan Islam dgn memelihara fitrah manusia dan menerima kenyataannya serta berusaha mendidik merawat dan meninggikannya bukan membekukan dan mematikannya. Kaum Muslimin sidang Jumat yg berbahagia.Sebagian kalangan sufi menganggap bahwa syahwat merupakan sesuatu yg tercela karenanya harus dijauhi sehingga mereka cenderung meninggalkan dunia. Padahal bagi seorang muslim bukan tidak boleh memiliki dan meni’mati kehidupan dunia ini yg penting adl jangan sampai kehidupan dunia membuat manusia menjadi lupa dan lalai krn hal itu hanya akan membawa pada kerugian tidak hanya di dunia ini tapi juga di akhirat nanti. Allah SWT berfirman yg artinya “Hai orang-orang yg beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yg berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yg rugi.” Kita memang harus mengakui bahwa syahwat itu bisa positif tapi bisa juga negatif. Kekhawatiran kita kepada hal-hal yg negatif mestinya tidak sampai kita mengharamkannya di sinilah letak pentingnya kesalehan manusia krn bila segala keni’matan duniawi itu ada di tangan orang yg saleh maka keni’matan itu akan memberikan keni’matan yg lbh besar lagi ni’mal maalu ash shalih rajulun shaleh. Akan tetapi apabila suatu keni’matan berada di tangan orang yg fasik hal itu akan sangat membahayakan tidak hanya membahayakan dirinya tapi juga membahayakan orang lain. Kehidupan akhirat memang lbh baik tapi bukan berarti kehidupan dunia ini jelek dan harus dicampakkan karenanya di dalam surat Ali Imran ayat 15 Allah SWT mengemukakan bahwa ada yg lbh baik dari kesenangan-kesenangan duniawi ayat tersebut artinya “Katakanlah ‘Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yg lbh baik dari yg demikian itu?’ Untuk orang-orang yg bertakwa pada sisi Tuhan mereka ada surga yg mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan isteri-isteri yg disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” Disamping itu Allah SWT juga menegaskan tentang tidak haramnya meni’mati hal-hal yg bersifat duniawi sebagaimana dalam firman-Nya yg artinya “Katakanlah ‘Siapakah yg mengharamkan perhiasan dari Allah yg telah dikeluarkan-Nya utk hamba-hamba-Nya dan rezeki yg baik?’ Katakanlah ’semuanya itu disediakan bagi orang-orang yg beriman dalam kehidupan dunia khusus di akhirat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yg mengetahui.” Kaum Muslimin rahimakumullah.Dari penjelasan di atas bisa kita simpulkan bagaimana sikap yg harus kita tunjukkan kepada dunia. Paling tidak ada sikap positif yg harus kita miliki dalam memandang kehidupan dunia. Pertama capai segala keni’matan dunia dgn cara-cara yg baik dan halal bukan dgn menghalalkan segala cara dalam memperolehnya. Bahkan seandainya utk mendapatkan keni’matan itu harus dikejar sampai ke ujung dunia maka hal itu tidak menjadi masalah krn Allah SWT memang memerintahkan kepada manusia utk mencari karunia-Nya di muka bumi yg amat luas hal ini terdapat dalam firman-Nya “Apabila telah ditunaikan salat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Kedua gunakan apa-apa yg sudah kita peroleh dgn cara yg baik dan utk kebaikan bukan malah utk hal-hal yg bisa mendatangkan kerusakan baik kerusakan diri sendiri orang lain maupun kerusakan lingkungan hidup tempat kita menjalani kehidupan ini Allah SWT berfirman yg artinya “Dan carilah apa-apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yg berbuat kerusakan.” Ketiga jangan sampai lupa kepada Allah SWT dalam meni’mati hal-hal yg bersifat duniawi tetapi hendaknya tetap bersyukur dan beribadah kepada Allah SWT bila itu yg dilakukan maka keni’matan duniawi itu akan terasa sedemikian banyak rasa dan manfaatnya meskipun jumlahnya sedikit. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan tatkala Tuhanmu memaklumkan ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah kepadamu dan jika kamu mengingkari maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” Dengan demikian apa pun yg kita raih dan kita ni’mati dalam kehidupan di dunia ini semua adl dalam kerangka membekali diri kita utk kembali kepada Allah SWT dgn amal saleh yg sebanyak-banyak dan ketakwaan yg setinggi-tingginya. Oleh Drs. H. Ahmad Yani Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
sumber file al_islam.chm
belief in qadar
The Arabic word “Qadar” means the Divine Measure1 with which Allah has ordained and decreed with exact calculations for everything in creation according to His Eternal Omniscience and His Sublime Wisdom that encompasses eternity.
Faith and belief in Qadar comprises four aspects:
The first group is the Jabriyyah who say that man is compelled to do whatever he does and that he has no power of his own or free will to act.
The second group is the Qadariyyah who say that man’s actions are independent in will and power from Allah’s Will and Power and that Allah’s Will and Power has no influence on his actions.
The first group’s claim is refuted by both ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Waqi’ (the reality that we observe around us).
Proving the invalidity of the Jabriyyah claim by ash-Sharee’ah (revelation and scripture):
Allah the Most Exalted had affirmed that we humans have a will and power of our own. Allah has given us these qualities in the possessive form.
Allah the Most Exalted said:
Among you are some that desire this world and some that desire the Hereafter. [Surah Aali ‘Imraan (3):152]
And He said:
And say: “The Truth is from your Lord.” Then whosoever wills let him believe and whosoever wills let him disbelieve. Verily We have prepared for the unjust a Fire whose walls will be surrounding them. [Surah al-Kahf (18):29]
And He said:
Whosoever does righteous deeds it is for (the benefit of) his own self and whosoever does evil deeds it is against his own self and your Lord is not at all unjust to (His) slaves. [Surah Fussilat (41):46]
Proving the invalidity of the Jabriyyah claim by al-Waqi’ (the reality that we observe around us):
Everybody knows instinctively the difference between his willful actions like when he eats drinks sells and buys and between those acts that fall outside his willpower like shuddering involuntarily and falling off a roof accidentally. The first kind of action is definitely his because he chooses them on his own will and power whereas the second kind is beyond his choice and power.
The Qadariyyah’s claim is refuted by ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Aql (reason and analysis).
Proving the invalidity of the Qadariyyah claim by ash-Sharee’ah (revelation and scripture)
Allah the Most Exalted created everything by His Will and He has made it perfectly clear that all of man’s actions happen only by His Will. Allah the Most Exalted has said:
If Allah had willed succeeding generations would not have fought against each other after clear Verses of Allah had come to them but they differed some of them believed and others disbelieved. If Allah had willed they would not have fought against one another but Allah does what He likes. [Surah al-Baqarah (2):253]
And He said:
And if We had willed surely We would have given every person his guidance but the Word from Me took effect (about evildoers) that I will fill Hell with Jinn and mankind together. [Surah as-Sajdah (32):13]
Proving the invalidity of the Qadariyyah claim by al-‘Aql (reason and analysis)
The entire universe belongs to Allah. It is His domain. Man is part of this universe and belongs to Allah as His slave and servant. It is not the right of the slave and servant to dispose of the property of the Master and Owner except by His Permission and Will.
By the Late Eminent Scholar Sheikh Muhammad ibn Salih Al-Uthaymeen Translation by Abu Salman Diya ud-Deen Eberle
Faith and belief in Qadar comprises four aspects:
- The belief that Allah has knowledge of everything in the universe with all the minute details of its occurrences in time and space. This perfect and complete knowledge encompasses all of Allah’s own acts and all actions of the creatures.
- Everything that is preordained is written on “al-Lawh-al-Mahfoodh” (The Preserved Tablet) which is with Allah. Allah the Most Exalted said:
Do you not know that Allah knows all that is in heaven and on earth? Verily it is all in the Book. Verily that is easy for Allah. [Surah al-Hajj (22):70]
In Saheeh Muslim we find the report of Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Aas () who narrated that he heard the Messenger of Allah () say:
Allah recorded the measurement of all matters pertaining to creation fifty thousand years before He created the heavens and earth. - The belief that nothing can exist or happen except by the Will and Permission of Allah and this includes what pertains to His Actions as well as to the actions of all that He created. Allah the Most Exalted said concerning His own actions:
And your Lord Creates whatsoever He wills and chooses. [Surah al-Qasas (28):68]
And He said:
And Allah does what He wills. [Surah Ibraaheem (14): 27]
And He said:
It is He Who shapes you in the wombs as He pleases. [Surah Aali ‘Imraan (3):6]
Concerning the actions of the creatures Allah the Most Exalted said:
Had Allah willed indeed He would have given them power over you and they would have fought you. [Surah an-Nisaa’ (4):90]
And He said:
And if Allah had willed they would not have done so. So leave them alone with their fabrications. [Surah al-An’aam (6):137] - The belief that Allah created all the creation and creatures and all their actions characteristics and movements.2 Allah the Most Exalted said:
Allah is the Creator of all things and He is the Guardian over all things. [Surah az-Zumar (39):62]
And He said:
He has created everything and has measured it exactly according to its due measurements. [Surah al-Furqaan (25):2]
And Allah told us that Ibraheem said to his people [about them carving their idols]:
And Allah has created you and your making. [Surah as-Saaffaat (37):96]
Qadar as explained above is not contradictory to the reality that humans have the freedom to act as they will and choose and are capable of doing so since this is proven by both ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Waqi’ (the reality that we observe around us).
As for the proof of the religious scriptures on this we can cite the words of Allah when He the Most Exalted said:
So whosoever wills let him take a return to his Lord.[Surah an-Naba’ (78):39]
And He said:
So go to your tithe when and how you will. [Surah al-Baqarah (2):223]
And concerning the proof of one having his own ability He said:
So keep your duty to Allah as much as you can; listen and obey. [Surah at-Taghaabun (64):16]
And He said:
Allah does not burden a person beyond his scope. He receives reward for that (good) which he has earned and he is punished for that (evil) which he has earned. [Surah al-Baqarah (2):286]
As for the proof of reality we observe around us everybody knows that a person has his own will and ability by which he acts and moves. He can positively differentiate between what happens by his own will like walking and talking and what happens to him involuntarily without his will like shuddering with a sneeze or fever etc. But all that happens - action by man’s will and ability or without it - only happens by the Supreme Will of Allah the Most Exalted. Allah the Most Exalted said:
For whosoever among you wills shall walk straight. And you will not want to walk straight unless it is what Allah wills the Lord of the worlds. [Surah at-Takweer (81):28-29]
Allah owns the entire universe and nothing happens in His Kingdom and Sovereignty without His Knowledge and Will.
- The saying of Allah:
Those who took partners in worship with Allah will say “If Allah had willed we would not have taken partners in worship with Him nor would our fathers have and we would not have forbidden anything (against His Will).” Those that went before likewise belied till they tasted of Our Wrath. Say “Have you any knowledge that you can produce before us? Verily you follow nothing but guesses and you say nothing but a lie.” [Surah al-An’aam (6):148]
These disbelievers did not have any valid excuse when they claimed that whatever they did was according to Qadar. If this excuse was acceptable and true then why would Allah punish them for their sins? - The saying of Allah:
Messengers as bearers of good news as well as of warning (came) in order that mankind should have no plea against Allah after the Messengers (have been sent for their guidance). And Allah is forever All-Powerful All-Wise. [Surah an-Nisaa’ (4):165]
If there were a legitimate excuse for these disbelievers by arguing with Qadar Allah wouldn’t have negated that excuse by the fact that He sent His Messengers according to His Qadar. Thus the disbelievers cannot use Qadar as an excuse for their disbelieving because their disobedience after receiving the message is also by Allah’s Qadar i.e. they could have avoided Allah’s punishment by following His Messengers and yet they chose the path of disobedience by their will. - Al-Bukhari and Muslim report and this version is al-Bukhari’s that Ali ibn Abi Talib () said that the Prophet () said:
One’s final destination in Hell or Paradise is already determined for each one of you.
A man said:
Should we depend (on this fact) O Messenger of Allah?
He said
No! Perform deeds because everyone will be helped (to do as he will and reach his destiny). Then he read the verse of the Qur’an:
As for him who gives (in charity) and keeps his duty to Allah and fears Him and believes in Goodness We will make smooth for him the path of ease. But he who withholds and thinks himself self-sufficient denies Goodness We will make smooth for him the path of evil. [Surah al-Lail (92):5-10]
And in the version of Muslim the Prophet () said in completion:
Everyone is helped to that for which he was created.
Thus we see that the Messenger of Allah () commanded us to continue striving to do the good deeds and forbade us to depend upon (misconceptions about) Qadar. - Allah commanded mankind to obey Him by observing the laws and regulations. He did not order them to do anything beyond their capacity. Allah the Most Exalted said:
So keep your duty to Allah (and fear Him) as much as you can. [Surah at-Taghaabun (64):16]
And He said:
Allah burdens not a person beyond his scope. [Surah al-Baqarah (2):286]
If man was compelled and forced to do something this would mean that he is required to do what is beyond his capacity. This is a false mistaken belief [which cannot be ascribed to Allah since He commands man and has made him responsible only for what is within his power and by his own free will]. Upon this principle Allah forgives those sins that take place because of the legitimate excuse of ignorance forgetfulness or compulsion. - Qadar is the exclusive secret preserved with Allah. Man’s willful action only takes place by his own volition and will. Thus what he does is built on his own will to act and not upon previous knowledge about Allah’s Qadar. It follows by necessity that seeking to excuse oneself by the pretext of Qadar is not a valid excuse because he had no knowledge of that Qadar. Man cannot use as an argument that which is outside his scope of knowledge.
- We see that man is very anxious to benefit himself with what pleases him and makes him feel good and to avoid what causes pains. We do not find anybody leaving these worldly benefits and pleasures to what causes pain with the excuse that Qadar made him do it so why does he leave the religious commandments of Allah which bring him benefit and pleasures and go to what causes harm using this feeble excuse of Qadar? Are not the two situations analogous and similar?
An example will illustrate this point here. If somebody had two roads in front of him to choose from one leading to a place of chaos murder killing looting rape insecurity and hunger and the other leading to a place of proper order excellent security luxurious standard of living and respect for one’s own self family and property: which road would he choose? No sane person would take the road to the first place arguing that Qadar made him do it. Why does someone choose in these matters of the Hereafter what leads him to Hellfire rather than Paradise claiming that Qadar made him do it when he would never make the same argument in mundane affairs?
Another example is that the sick and diseased take medicine when they are ordered to even though they dislike the taste. They leave foods that harm them seeking to cure themselves and get better. It will not happen that these sick people refuse their medicines and take the harmful foods arguing that Qadar made them do it so why would one abandon obeying Allah and His Messenger and instead disobey Allah and His Messenger claiming that Qadar made him do it? [Certainly this is the most foolish of Satan’s tricks and the feeblest of excuses.] - Suppose the person who takes Qadar as a pretext to justify leaving responsibilities and committing sins is attacked by someone who takes his property violates his honor or commits some other similar crime and then the attacker says to him “Hey! Don’t blame me! My attack on you was only because of Allah’s Qadar.” The victim would never accept this excuse from the criminal. How can it be that he won’t accept Qadar as an excuse to justify somebody else’s attack on him while he takes it as an excuse for his own attack against the rights of Allah? [How amazing are his double standards!]
It has been reported that a man who had been caught stealing was brought to Umar ibn al-Khattab (). Umar ordered that his hand be cut off. The man said: “Wait O leader of the believers. I only stole because this was by the Qadar of Allah.” Umar said “And we are cutting your hand off by the Qadar of Allah.”
- To trust in Allah in accomplishing your actions. When someone performs actions according to their causes and effects he doesn’t depend on the causes and effects only since he knows that ultimately nothings happens except by the Will of Allah.
- To protect oneself from becoming arrogant and haughty when he accomplishes his goals because he knows that his accomplishment was only by the Blessings of Allah Who made it possible for him to achieve his goals. Self-aggrandizement is a kind of ingratitude that makes one forget the obligation of thanking Allah.
- To receive from Allah a sense of satisfaction tranquility and security since he realizes that nothing happens except by the Qadar of Allah. He does not become anxious about losing things that please him or receiving things that displease him because he knows that he will only get what the Owner and Master-Sovereign of the heavens and earth has written for him. Allah the Most Exalted said:
No calamity befalls on the earth or upon yourselves but it is inscribed in the Book of Decrees before We bring it into existence. Verily that is easy for Allah. In order that you may not be sad over matters that you fail to get nor rejoice because of that which has been given to you. And Allah likes not prideful boasters. [Surah al-Hadeed (57):22-23]
The Prophet () said:
How amazing is the matter of the believer! There is good in every affair of his and this is not the case with anyone else. If any joy befalls him he gives thanks (to Allah) thus there is good for him in it. If a calamity befalls him he endures it patiently and thus there is a good for him in it. (Reported by Muslim)
The first group is the Jabriyyah who say that man is compelled to do whatever he does and that he has no power of his own or free will to act.
The second group is the Qadariyyah who say that man’s actions are independent in will and power from Allah’s Will and Power and that Allah’s Will and Power has no influence on his actions.
The first group’s claim is refuted by both ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Waqi’ (the reality that we observe around us).
Proving the invalidity of the Jabriyyah claim by ash-Sharee’ah (revelation and scripture):
Allah the Most Exalted had affirmed that we humans have a will and power of our own. Allah has given us these qualities in the possessive form.
Allah the Most Exalted said:
Among you are some that desire this world and some that desire the Hereafter. [Surah Aali ‘Imraan (3):152]
And He said:
And say: “The Truth is from your Lord.” Then whosoever wills let him believe and whosoever wills let him disbelieve. Verily We have prepared for the unjust a Fire whose walls will be surrounding them. [Surah al-Kahf (18):29]
And He said:
Whosoever does righteous deeds it is for (the benefit of) his own self and whosoever does evil deeds it is against his own self and your Lord is not at all unjust to (His) slaves. [Surah Fussilat (41):46]
Proving the invalidity of the Jabriyyah claim by al-Waqi’ (the reality that we observe around us):
Everybody knows instinctively the difference between his willful actions like when he eats drinks sells and buys and between those acts that fall outside his willpower like shuddering involuntarily and falling off a roof accidentally. The first kind of action is definitely his because he chooses them on his own will and power whereas the second kind is beyond his choice and power.
The Qadariyyah’s claim is refuted by ash-Sharee’ah (revelation and scripture) and by al-Aql (reason and analysis).
Proving the invalidity of the Qadariyyah claim by ash-Sharee’ah (revelation and scripture)
Allah the Most Exalted created everything by His Will and He has made it perfectly clear that all of man’s actions happen only by His Will. Allah the Most Exalted has said:
If Allah had willed succeeding generations would not have fought against each other after clear Verses of Allah had come to them but they differed some of them believed and others disbelieved. If Allah had willed they would not have fought against one another but Allah does what He likes. [Surah al-Baqarah (2):253]
And He said:
And if We had willed surely We would have given every person his guidance but the Word from Me took effect (about evildoers) that I will fill Hell with Jinn and mankind together. [Surah as-Sajdah (32):13]
Proving the invalidity of the Qadariyyah claim by al-‘Aql (reason and analysis)
The entire universe belongs to Allah. It is His domain. Man is part of this universe and belongs to Allah as His slave and servant. It is not the right of the slave and servant to dispose of the property of the Master and Owner except by His Permission and Will.
By the Late Eminent Scholar Sheikh Muhammad ibn Salih Al-Uthaymeen Translation by Abu Salman Diya ud-Deen Eberle
belief in the last day and resurrection
The Last Day is that enormous event when everyone will be resurrected from death to the accounting and reckoning to be asked about their deeds: to receive either reward for their good deeds or punishment for their evil deeds. It is called “the Last Day” because it is the final day and the end of earthly time. This is the day when the people of Paradise will go to their appointed places in Paradise and those of Hell to the Hellfire.
Belief in the Last Day and Resurrection comprises three aspects:
To illustrate to us this possibility Allah has given us stories of past events when people saw with their own eyes (and physical senses) how He raised the dead to life. There are five examples given in the second chapter of the Qur’an in Surah al-Baqarah:
Two rational arguments can be presented here:
The first argument is that Allah is the Original Creator of all the creation and thus He who is capable of the first creation is also capable of re-creation which is even simpler. Allah the Most Exalted said:
And it is He Who originates the creation then He will repeat it (after it has been perished) and this is easier for Him. [Surah ar-Room (30):27]
And Allah the Most Exalted said:
As We brought (into existence) the first creation We shall repeat it (it is) a promise binding upon Us. Truly We shall do it. [Surah al-Anbiyaa’ (21):104]
And Allah the Most Exalted said to those who deny that Allah can restore decayed bones:
Say (O Muhammad) “He will give life to them Who created them for the first time! And He is the All-Knower of every creation.” [Surah Yaa-Seen (36):79]
The second argument is that we observe the earth lifeless and barren from lack of rain. Allah sends the rains and then we observe the soil coming back to life and various kinds of plants spring forth green and flourish. So the One Who brings life back to the dead earth and makes the plants flourish is able also to raise the dead animals back to life. Allah the Most Exalted said:
And among His Signs you see the earth barren but when We send down water (rain) to it it is stirred to life and growth (of vegetation). Verily He Who gives it life surely is able to give life to the dead. Indeed! He is able to do all things. [Surah Fussilat (41):39]
And He said:
And We send down blessed water (rain) from the sky then We produce therewith gardens and grains of all harvests that are reaped; and tall date palms with ranged clusters; provisions for (Allah’s) slaves. And We give life therewith to dead land. Thus will be the Resurrection (of the dead). [Surah Qaaf (50):9-11]
Some misguided people say that the punishment or bliss in the grave is not possible since it is against the reality we see when we open the graves and find the decomposed corpses. They say that we do not find that the grave has expanded its size or grown narrow as some hadeeth mention.
This claim of theirs is invalid by proofs of ash-Sharee’ah (revelation and scripture) al-Hiss (physical senses) and al-Aql (reason and analysis).
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by ash-Sharee’ah (revelation and scripture):
Some of the proofs have been mentioned above. One other proof that is reported by al-Bukhari is the narration of Abdullah ibn Abbaas () when he said
The Prophet passed by some walls in Madeenah and heard the screams of two persons who were being punished in their graves. He mentioned the reasons behind this punishment saying “One of them did not protect himself (spoiling his clothes) from urine. The other one used to spread gossip.”
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by al-Hiss (physical senses):
Sometimes we sense ourselves in our dreams that we are in a huge expanse or extremely constricted and confined feeling the pain of being squeezed and the fear of claustrophobia. Sometimes we are even jerked awake from these nightmares only to find ourselves sitting in our beds. Sleep is the twin of death and this is why Allah calls it a type of “Wafaat” (fulfillment appointed time of death and its like) as Allah the Most Exalted said:
It is Allah Who takes away the souls at the time of their death and those that die not during their sleep. He keeps those (souls) for which He had ordained death and sends the others (back) for a term appointed. Verily in this are signs for a people who think deeply. [Surah az-Zumar (39):42]
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by “al-‘Aql” (reason and analysis):
Sometimes a person sees a dream that becomes true and conforms to exact events and traits of the real world. For example one might see the Prophet () in their dreams. Whoever sees the Prophet in the shape that he is described in the books of hadeeth we know has truly seen him even though the sleeper is simply in his room on his bed far away from what he is seeing. If this is the case in matters of the physical world wouldn’t it be possible in matters of the Hereafter?
As for the doubts of the disbelievers concerning that they do not see the punishment of the corpses or that the graves expand in size or grow narrow as some hadeeth mention this is answered by the following points:
The first point is that one is not allowed to refute religious matters and Sharee’ah (law) with mere doubts and suspicions of this nature without any solid argument against since it may be that the deficiency is only in understanding as the Arab poet said:
Many are those who claim a sound saying is defective
Whereas nothing is defective but their own understanding.
The second point is that these issues of the grave are of the realm of the unseen a realm not sensed by physical senses. If matters of the unseen could be tested and affirmed by physical senses there would not be any benefit of believing in and having belief in the revelations about the unseen realm because this would equalize the believer and disbeliever.
The third point is that only the dead person himself experiences punishment or bliss of the grave and its expansiveness or constriction. The case is similar with the sleeping person since only the dreamer feels the sensations of his dreams whether nightmares of contractions or expanses of lightheartedness while for others he is asleep in his bed in his room. Similarly the Prophet () would receive revelation and the companions next to him would not hear the revelation while he did. Sometimes the angel would come to the Prophet () in the shape of a man but the companions were not able to see or hear the angel.
The fourth point is that we creatures have a limited sensual capacity. Much physical reality is outside our range of perception. Everything in the universe the seven heavens the earth and all that is therein praise and glorify Allah but we cannot hear their forms of praise and glorification and only sometimes does Allah give the power to some of His creatures to hear them as He the Most Exalted said:
The seven heavens and the earth and all that is therein glorify Him and there is not a thing but that glorifies His praise but you do not understand their glorification. Truly He is Ever Forbearing Oft-Forgiving. [Surah al-Israa’ (17):44].
Similarly the Jinn3 go back and forth and travel about on the earth but we cannot see them. The Jinn came to the Messenger () and listened to his recitation of the Qur’an. After he finished the recitation they went back to their nation of Jinn to convey the Message to them [as verses of the Qur’an relate].
ll of this is outside the range of our sense perception. Allah the Most Exalted said:
O Children of Adam! Let not Satan deceive you as he got your parents (Adam and Eve) out of Paradise stripping them of their raiment to show them their private parts. Verily he and his soldiers see you from where you will not see them. Verily We made the devils protectors and helpers of those who believe not. [Surah al-A’raaf (7):27].
If we the creatures do not know what exists beyond our range of perception and comprehension we cannot deny its existence. Therefore it is not allowed for us to dispute what has been proven to exist of the unseen realm by revealed scriptures
By the Late Eminent Scholar Sheikh Muhammad ibn Salih Al-Uthaymeen Translation by Abu Salman Diya ud-Deen Eberle
Belief in the Last Day and Resurrection comprises three aspects:
- To believe in the resurrection after death. Resurrection will take place when the Trumpet will be blown [by Israafeel] for the second time [the first being for the death of all living creatures]. Humankind will awaken to face the Lord of the Worlds. They all will stand bare-footed completely naked and uncircumcised before their Lord as Allah the Most Exalted said:
As We began the first creation so shall We repeat it (it is) a promise binding upon Us. Truly We shall do it. [Surah al-Anbiyaa’ (21):104].
The Resurrection is an affirmed truth proven by the Qur’an the Sunnah and the unanimous agreement and consensus (Ijmaa’) of all the Muslims. Allah the Exalted said:
Then verily you will be dead after that. Then verily you will be resurrected on the Day of Judgment. [Surah al-Mu’minoon (23):15-16]
And the Prophet () said in a hadeeth agreed upon by al-Bukhari and Muslim:
People will be gathered together on the Day of Judgment barefooted and uncircumcised.
All the Muslims are in agreement affirmed the Resurrection. The Day of Resurrection and Accounting is necessitated by the wisdom of Allah to make a final time to judge everyone according to that which they are accountable. Allah the Most Exalted said:
Did you think that We had created you in play (without any purpose) and that you would not be brought back to Us? [Surah al-Mu’minoon (23):115]
And He the Exalted said to the Messenger of Allah ():
Verily He Who has given you the Qur’an (O Muhammad) will surely bring you back to the place of return. [Surah al-Qasas (28):85]. - To believe in the reckoning of the deeds and reward or punishment accordingly. This is proven through the Book of Allah the Qur’an the Sunnah and consensus of the Muslims. The slaves of Allah will all be reckoned and recompensed for their deeds. Allah the Most Exalted said:
Verily to Us will be their return. Then verily for Us will be their Reckoning. [Surah al-Ghaashiyah (88):25-26]
And He said:
Whoever brings a good deed shall have ten times the like thereof to his credit and whoever brings an evil deed shall have only the recompense of the like thereof and they will not be wronged. [Surah al-An’aam (6):160]
And He said:
And We shall set up balances of justice on the Day of Resurrection then none will be dealt with unjustly in anything. And if there were the weight of a mustard seed We will bring it and Sufficient are We as Reckoners. [Surah al-Anbiyaa’ (21):47]
Abdullah ibn Umar () narrated that the Prophet() said:
Allah will bring the believer closer to Him and will shield him from being exposed (for his evil deeds in front of everyone). He will say “Do you remember such and such sin? Do you remember such and such sin?” He will say “Yes O my Lord!” When Allah gets this confession for his sins and the believer thinks that his destruction is upon him Allah will say “I have preserved you from being exposed in front of others for these evil deeds during your lifetime and I am forgiving them for you today.” So he will be given his record of good deeds. As for the disbelievers and the hypocrites they will be called openly in public: “These are the ones who lied against their Lord! Verily Allah’s curse is upon the unjust ones!” (Reported by al-Bukhari and Muslim)
And in an authentic hadeeth the Messenger of Allah () said:
…if somebody intends to do a good deed and he does not do it then Allah will write for him a full good deed. If he intends to do a good deed and he actually does it then Allah will write with Him from ten to seven hundred times to many more times (reward). If somebody intends to do a bad deed and he does not do it Allah will write a full good deed with Him. If somebody intends to do bad deed and actually did it then Allah will write one bad deed (in his account). (Reported by al-Bukhari and Muslim.) Muslims are unanimous in agreement that the Day of Reckoning and the Judgment will come since both logic and wisdom point to it. According to the infinite Wisdom of Allah all people must be judged a final decisive judgment. Allah revealed the Scriptures and sent the Messengers only that they should be accepted and followed. Moreover Allah obligated the believers to fight against those who oppose the Scriptures and the Messengers and He permitted that their blood be shed and their children women and possessions be seized] according to the strict laws of war]. If there were not a final Day of Reckoning then all these matters would have been in vain! Allah the All-Wise is far removed from such an imperfection and contradiction.
Allah has indicated this line of argument in His saying:
Then surely We shall question those to whom the Book was sent and verily We shall question the Messengers. Then surely We shall narrate unto them (their whole story) with knowledge and indeed We were not absent. [Surah al-A’raaf (7):6-7] - To believe in Paradise and Hellfire and that they are the final and everlasting abode for the creatures (men and jinn).
Paradise is the final resting place of ultimate happiness and joy that Allah has prepared for the believers who feared Him believed in Him and sincerely obeyed Him and His Messenger who brought the message. Paradise is described as a place of unimaginable bounties and pleasures which “no eye has ever seen nor an ear ever heard of nor a mind has ever imagined.”
Allah the Most Exalted said:
Verily those who believe and do righteous deeds they are the best of creatures. Their reward with their Lord is Gardens of Eternity underneath which rivers flow wherein they will abide forever; Allah is Well-Pleased with them and they with Him. That is for him who fears his Lord. [Surah al-Bayyinah (98):7-8]
And Allah the Most Exalted said:
No person knows what is kept hidden for them of joy as a reward for what they used to do. [Surah as-Sajdah (32):17]
Hellfire is the final destination of torment and punishment that Allah has prepared for the disbelievers the unjust (criminals) those who disbelieved in Allah and disobeyed the Messengers.
Hellfire contains all kinds of unimaginable punishments and torments. Allah the Most Exalted said:
And fear the Fire which is prepared for the disbelievers. [Surah Aali ‘Imraan (3):131]
And He said:
We have prepared for the wrongdoers a Fire whose walls will be surrounding them. If they ask for help they will be granted water like boiling oil that will scald their faces. Terrible is the drink and what an evil dwelling! [Surah al-Kahf (18):29]
And He said:
Verily Allah has cursed the disbelievers and prepared for them a flaming Fire wherein they will abide forever; and they will find neither a protector nor a helper. On the Day when their faces will be turned and rolled from all sides in the Fire they will say: “Oh would that we had obeyed Allah and obeyed the Messenger (Muhammad).” [Surah al-Ahzaab (33):64-66]
- The trial of the grave wherein all will be asked: Who was your Lord? What was your religion? Who was your prophet?
So as is explained in the Qur’an and Sunnah Allah will make those who believed resolute with the word that stands firm. Thus the believer will say: “My Lord is Allah my religion is Islam and my Prophet is Muhammed.” But the transgressors will err and go astray. The disbeliever will say: “Haah haah I don’t know.” The hypocrite or the person in doubt1 will say: “I’m not sure I heard the people say something so I just repeated what they said.” - The grave will be a place of either extreme pain and torment or extreme pleasure and happiness.
The pain and torment will be upon the transgressors disbelievers and hypocrites as Allah the Most Exalted said:
And if you but see when the wrongdoers are in the agonies of death while the angels are stretching forth their hands (saying): “Deliver your souls; this day you shall be recompensed with the torment of degradation because of what you used to utter against Allah untruthfully. And you used to reject his signs with disrespect.” [Surah al-An’aam (6):93]
And Allah the Most Exalted said concerning Pharaoh and his followers:
The Fire – they will be exposed to it morning and afternoon and on the Day when the Hour will be established (it will be said to the angels): “Make Pharaoh’s people to enter the severest Torment.” [Surah Ghaafir (40):46]
Imam Muslim reports that Zaid ibn Thabit () narrated:
The Prophet said to his Companions “I would have asked Allah to let you hear what I am hearing of the (peoples’) punishment in the grave but (I refrain) for the fear that you would not bury each other after that.” Then the Prophet peace and blessings of Allah be upon him turned his face towards them saying: “Seek refuge in Allah from the torment of the Fire!” They said: “We seek refuge in Allah from the torment of the Fire.” He said: “Seek refuge in Allah from the torment of the grave!” They said: “We seek refuge in Allah from the torment of the grave.” He said: “Seek refuge in Allah from all calamities whether apparent or hidden!” They said “We seek refuge in Allah from all calamities whether apparent or hidden.” He said: “Seek refuge in Allah from the calamity of one-eyed Antichrist (False Messiah)!” They said “We seek refuge in Allah from the calamity of one-eyed Antichrist (False Messiah).”
The extreme pleasure and happiness of the grave will be for the faithful and truthful believers. Allah the Most Exalted said:
Verily those who say “Our Lord is Allah” and then stood fast on these words on them the angels will descend (at the time of their death saying) “Fear not nor grieve! But receive the glad tidings of Paradise which you have been promised.” [Surah Fussilat (41):30]
And Allah the Most Exalted said:
Then why do you not (intervene) when (the soul of a dying person) reaches the throat (gurgling)? And you are at the moment looking on (hopelessly)? But We (our angels who take the soul) are nearer to him than you are but you do not see. Then why do you not if you are exempt from the reckoning and recompense bring back the soul (to its body) if you are truthful? Then if he (the dying person) be of those near ones (close to Allah) there is for him rest and provisions and a Garden of Delights (Paradise). [Surah al-Waqi’ah (56):83-89]
It is reported on the authority of al-Baraa ibn ‘Aazib that the Prophet () said about the believer after he is responds to the questioning by the angels:
A caller from heaven will say “My slave has said the truth. Therefore furnish him (in his grave) from (the pleasures of) Paradise and dress him from (the clothes of) Paradise and open a door for him to Paradise.” Then he said “He will receive from its tranquility and beautiful smell. And his grave will be enlarged for him as far a distance as his sight reaches.”
This is reported by Imam Ahmad and Abu Dawood in a long hadeeth [of which only a portion has been mentioned].
- Encouraging the desire to do the deeds of obedience hoping for the bliss and reward of Paradise.
- Being terrified of committing deeds of disobedience fearing the punishment of the Hellfire.
- Comforting the believer about the pleasures and luxuries that he misses in this worldly life and the hardships and pains he endures in the hope for the bliss and reward of the Paradise.
[Some] disbelievers do not believe that life after death is possible. The falseness of their doubt about the possibility of life after death can be established by: ash-Sharee’ah (revelation and scripture) al-Hiss (physical senses) and al-’Aql (reason and analysis).
Proving the possibility of life after death by ash-Sharee’ah (revelation and scripture) Allah the Most Exalted said:
The disbelievers pretend that they will never be resurrected (for the account). Say (O Muhammad): “Yes! By my Lord you will certainly be resurrected then you will be informed (and recompensed for) what you did and that is easy for Allah.” [Surah at-Taghaabun (64):7]
All Scriptures [like the Torah Psalms and Gospels] are unanimous on this matter (of belief in the Hereafter).
To illustrate to us this possibility Allah has given us stories of past events when people saw with their own eyes (and physical senses) how He raised the dead to life. There are five examples given in the second chapter of the Qur’an in Surah al-Baqarah:
- The story of the people of Musaa when they said to him “We will not believe in you unless we see Allah openly without a barrier” and thus they were seized by death. Thereafter Allah resurrected them and said to admonish them and all the Children of Israel with this story
And (remember) when you said “O Musaa! We shall never believe in you till we see Allah plainly.” But you were seized with a thunderbolt (and lightening) while you were looking. Then We raised you up after your death so that you might be grateful. [Surah al-Baqarah (2):55-56] - The story of the murdered man among the Children of Israel when they argued about determining who the murderer was. Allah ordered them to sacrifice a cow and strike the corpse with a part of it so that he can come to life to tell them about the killer. Allah the Most Exalted said about this case:
And (remember) when you killed a man and fell into dispute among yourselves as to the crime. So Allah brought forth that which you were hiding. So We said “Strike him (the dead man) with a piece of it (the cow).” Thus Allah brings the dead to life and shows you His signs so that you may understand. [Surah al-Baqarah (2):72-73] - The story of the group that ran away from their homes fearing death even though they were thousands and could have stood up to their enemies. Allah struck them dead in their tracks and then brought them back to life. Relating this story Allah Most Exalted said in the Qur’an:
Did you (O Muhammad) not think of those who went forth from their homes in thousands fearing death? Allah said to them: “Die!” And then He restored them to life. Truly Allah is full of Bounty to mankind but most men thank not. [Surah al-Baqarah (2):243]. - The story of the man who passed by a dead and deserted village and wondered how Allah would be able to resurrect them. Allah struck him dead for a hundred years and then raised him up again. Relating this story Allah Most Exalted said:
Or like the one who passed by a town all in utter ruins. He said “Oh! How will Allah ever bring it to life after its death?” So Allah caused him to die for a hundred years then raised him up. He said “How long did you remain (dead)?” He [the man] replied “Perhaps I remained (dead) a day or a part of a day.” He said “Nay you have remained for a hundred years; look at your food and your drink they show no change; and look at your donkey! And thus We have made of you a Sign for the people. And look at the bones how We bring them together and clothe them with flesh.” When this was clearly shown to him he said “I Know (now) that Allah is Able to do all things.” [Surah al-Baqarah (2):259] - The story of Ibraheem () who asked Allah to show him how He resurrects the dead. Allah ordered him to slaughter four birds cut them in pieces and spread these pieces to various mountains. Then He told him to call these dead birds and when he did they came back to him flying. On this Allah the Most Exalted said:
And (remember) when Ibraheem said “My Lord! Show me how You give life to the dead.” Allah said “Do you not believe?” Ibraheem said “Yes but to be stronger in faith.” He said “Take four birds then cause them to incline towards you (to slaughter them and cut them into pieces) and then put a portion of them on every hill and call them they will come to you in haste. And know that Allah is All-Mighty All-Wise.” [Surah al-Baqarah (2):260]
These five historically authentic examples which were physically experienced prove that the dead can rise back to life by the Will of Allah. The fact that ‘Eesaa raised the dead from their graves by the Will of Allah has already been mentioned above.
Two rational arguments can be presented here:
The first argument is that Allah is the Original Creator of all the creation and thus He who is capable of the first creation is also capable of re-creation which is even simpler. Allah the Most Exalted said:
And it is He Who originates the creation then He will repeat it (after it has been perished) and this is easier for Him. [Surah ar-Room (30):27]
And Allah the Most Exalted said:
As We brought (into existence) the first creation We shall repeat it (it is) a promise binding upon Us. Truly We shall do it. [Surah al-Anbiyaa’ (21):104]
And Allah the Most Exalted said to those who deny that Allah can restore decayed bones:
Say (O Muhammad) “He will give life to them Who created them for the first time! And He is the All-Knower of every creation.” [Surah Yaa-Seen (36):79]
The second argument is that we observe the earth lifeless and barren from lack of rain. Allah sends the rains and then we observe the soil coming back to life and various kinds of plants spring forth green and flourish. So the One Who brings life back to the dead earth and makes the plants flourish is able also to raise the dead animals back to life. Allah the Most Exalted said:
And among His Signs you see the earth barren but when We send down water (rain) to it it is stirred to life and growth (of vegetation). Verily He Who gives it life surely is able to give life to the dead. Indeed! He is able to do all things. [Surah Fussilat (41):39]
And He said:
And We send down blessed water (rain) from the sky then We produce therewith gardens and grains of all harvests that are reaped; and tall date palms with ranged clusters; provisions for (Allah’s) slaves. And We give life therewith to dead land. Thus will be the Resurrection (of the dead). [Surah Qaaf (50):9-11]
Some misguided people say that the punishment or bliss in the grave is not possible since it is against the reality we see when we open the graves and find the decomposed corpses. They say that we do not find that the grave has expanded its size or grown narrow as some hadeeth mention.
This claim of theirs is invalid by proofs of ash-Sharee’ah (revelation and scripture) al-Hiss (physical senses) and al-Aql (reason and analysis).
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by ash-Sharee’ah (revelation and scripture):
Some of the proofs have been mentioned above. One other proof that is reported by al-Bukhari is the narration of Abdullah ibn Abbaas () when he said
The Prophet passed by some walls in Madeenah and heard the screams of two persons who were being punished in their graves. He mentioned the reasons behind this punishment saying “One of them did not protect himself (spoiling his clothes) from urine. The other one used to spread gossip.”
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by al-Hiss (physical senses):
Sometimes we sense ourselves in our dreams that we are in a huge expanse or extremely constricted and confined feeling the pain of being squeezed and the fear of claustrophobia. Sometimes we are even jerked awake from these nightmares only to find ourselves sitting in our beds. Sleep is the twin of death and this is why Allah calls it a type of “Wafaat” (fulfillment appointed time of death and its like) as Allah the Most Exalted said:
It is Allah Who takes away the souls at the time of their death and those that die not during their sleep. He keeps those (souls) for which He had ordained death and sends the others (back) for a term appointed. Verily in this are signs for a people who think deeply. [Surah az-Zumar (39):42]
Proving the possibility of punishment or bliss in the grave by “al-‘Aql” (reason and analysis):
Sometimes a person sees a dream that becomes true and conforms to exact events and traits of the real world. For example one might see the Prophet () in their dreams. Whoever sees the Prophet in the shape that he is described in the books of hadeeth we know has truly seen him even though the sleeper is simply in his room on his bed far away from what he is seeing. If this is the case in matters of the physical world wouldn’t it be possible in matters of the Hereafter?
As for the doubts of the disbelievers concerning that they do not see the punishment of the corpses or that the graves expand in size or grow narrow as some hadeeth mention this is answered by the following points:
The first point is that one is not allowed to refute religious matters and Sharee’ah (law) with mere doubts and suspicions of this nature without any solid argument against since it may be that the deficiency is only in understanding as the Arab poet said:
Many are those who claim a sound saying is defective
Whereas nothing is defective but their own understanding.
The second point is that these issues of the grave are of the realm of the unseen a realm not sensed by physical senses. If matters of the unseen could be tested and affirmed by physical senses there would not be any benefit of believing in and having belief in the revelations about the unseen realm because this would equalize the believer and disbeliever.
The third point is that only the dead person himself experiences punishment or bliss of the grave and its expansiveness or constriction. The case is similar with the sleeping person since only the dreamer feels the sensations of his dreams whether nightmares of contractions or expanses of lightheartedness while for others he is asleep in his bed in his room. Similarly the Prophet () would receive revelation and the companions next to him would not hear the revelation while he did. Sometimes the angel would come to the Prophet () in the shape of a man but the companions were not able to see or hear the angel.
The fourth point is that we creatures have a limited sensual capacity. Much physical reality is outside our range of perception. Everything in the universe the seven heavens the earth and all that is therein praise and glorify Allah but we cannot hear their forms of praise and glorification and only sometimes does Allah give the power to some of His creatures to hear them as He the Most Exalted said:
The seven heavens and the earth and all that is therein glorify Him and there is not a thing but that glorifies His praise but you do not understand their glorification. Truly He is Ever Forbearing Oft-Forgiving. [Surah al-Israa’ (17):44].
Similarly the Jinn3 go back and forth and travel about on the earth but we cannot see them. The Jinn came to the Messenger () and listened to his recitation of the Qur’an. After he finished the recitation they went back to their nation of Jinn to convey the Message to them [as verses of the Qur’an relate].
ll of this is outside the range of our sense perception. Allah the Most Exalted said:
O Children of Adam! Let not Satan deceive you as he got your parents (Adam and Eve) out of Paradise stripping them of their raiment to show them their private parts. Verily he and his soldiers see you from where you will not see them. Verily We made the devils protectors and helpers of those who believe not. [Surah al-A’raaf (7):27].
If we the creatures do not know what exists beyond our range of perception and comprehension we cannot deny its existence. Therefore it is not allowed for us to dispute what has been proven to exist of the unseen realm by revealed scriptures
By the Late Eminent Scholar Sheikh Muhammad ibn Salih Al-Uthaymeen Translation by Abu Salman Diya ud-Deen Eberle
syurga dan neraka sebagai kendali kehidupan
“Berbekallah kalian sesungguhnya sebaik-baik bekal adl taqwa.”
Taqwa amat berharga dalam kehidupan seorang Mukmin krn menjadi tolok ukur nilai dirinya di sisi Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Hujurat 13 yg artinya “Sesungguhnya orang yg paling mulia diantara kalian di hadapan Allah adl yg paling bertaqwa.”
Begitu pula utk mengarungi kehidupan akhirat tidak ada bekal yg lbh baik selain taqwa firman-Nya dal Surah Al-Baqarah 197 yg artinya “Berbekallah kalian sesungguhnya sebaik-baik bekal adl taqwa.”
Ketaqwaan juga menyebabkan semua urusan dimudahkan oleh Allah SWT dan dikaruniai rezeki yg tidak terduga. Firman Allah SWT dalam Surah Ath-Thalaq 2-3 yg artinya “Barangsiapa yg bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yg tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yg bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan nya.”
Pendek kata taqwa adl sesuatu yg paling mahal yg harus kita kejar raih dan pertahankan dalam diri kita jika ingin menjadi manusia yg paling mulia baik di dunia maupun kelak setelah berpisahnya ruh dari jasad.
Hakikat Taqwa Sebelum berbicara panjang lebar mengenai langkah-langkah meraih taqwa berikut ini definisi taqwa sebagaimana yg dikatakan oleh ibnu Mas’ud “Engkau berbuat taat kepada Allah dgn cahaya dari Allah dgn mengharap pahala Allah dan engkau tinggalkan maksiat kepada-Nya dgn cahaya dariNya krn takut akan siksaNya“.
Dan pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa nilai taqwa seseorang amat berkait dgn kadar raja’ terhadap pahala Allah SWT dan kadar khauf terhadap neraka Allah SWT. Selain itu tentu yg paling awal adl seberapa kadar ma’rifatullah yg ia miliki. Itulah tiga unsur dasar yg mendorong seseorang utk bertaqwa kepada Allah SWT.
Oleh krn itu seseorang tidak mungkin bisa menjadi Muttaqin sejati tanpa rasa takut kepada hari akhir yg ujung-ujungnya adl penentuan tempat tinggal syurga atau neraka! Mari kita simak ayat berikut dalam Surah Al-Muzammil 17 yg artinya “Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yg menjadikan anak-anak beruban“.
Syurga Dan Neraka Pengaruhnya Terhadap Generasi Salafush Shaleh Sebagaimana telah disinggung rasa takut terhadap neraka dan rindu terhadap syurga adl bagian iman yg sangat penting. Bagian ini pulalah yg menyebabkan seseorang mampu mengorbankan apa saja utk Rabbnya dan rela meninggalkan hawa nafsunya agar terhindar dari neraka. Marilah kita simak kembali lembar kehidupan generasi terbaik ummat ini. Salaf Ash-Shaleh yg telah berhasil meresapkan rasa takut terhadap neraka dan rindu terhadap syurga ke dalam sanubari mereka.
Shahabat yg mulia Anas bin Malik r.a. mengisahkan bahwa dalam perang Badar Rasulullah SAW bersabda “Bangkitlah kalian menuju syurga yg luasnya seluas langit dan bumi.” Seorang shahabat yg bernama Umair bin Hamam berkata “Seluas langit dan bumi ya Rasulullah?” “Ya” jawab Rasul. Umair bergumam “Bakh . . . bakh . . .”. Rasulullah SAW bertanya “Apa maksud perkataanmu itu?” Umair menjawab “Demi Allah wahai Rasulullah tidak ada maksud dari perkataanku tadi kecuali aku mengharap utk menjadi salah seorang penghuninya“. Lalu Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya kamu termasuk salah seorang penghuninya“. Umair kemudian mengeluarkan beberapa kurma dari kantongnya dan memakan sebagian. Kemudian ia berkata “Jika saya harus memakan korma-korma ini semua tentu merupakan kehidupan yg terlalu lama“. Lalu ia lemparkan sisa kormanya kemudian segera maju menyerang musuh sehingga ia terbunuh dan syahid . . .
Begitu juga Amru bin Jamuh. Lelaki ini diberi udzur utk tidak ikut berperang krn kepincangannya. Namun cacat tersebut tidak menghalangi tekadnya utk memasuki syurga dgn jalan jihad bertaruh nyawa. Ketika para putranya mencoba utk menghalanginya agar tidak pergi berperang justru ia mengadu kepada Rasulullah SAW tentang keinginannya masuk syurga dgn kakinya yg pincang. Akhirnya ia diijinkan ikut dalam perang Uhud. Ketika perang sedang berkecamuk Rasulullah SAW bersabda “Bersegeralah utk bangkit menuju syurga yg luasnya seluas langit dan bumi yg disiapkan bagi orang-orang yg bertaqwa“. Maka Amru bin Jamuh segera bangkit dgn kakinya yg pincang seraya berkata “Demi Allah aku akan bersegera kepadanya“. Kemudian ia berperang sampai terbunuh . . .
Sekarang marilah kita melihat gambaran lain dari generasi yg mulia ini tentang rasa takut mereka terhadap neraka. Mereka adl orang-orang yg menjadikan malam mereka penuh tangis dan harap agar terselamatkan dari neraka. Mereka adl sejauh-jauh manusia yg meninggalkan larangan Allah SWT.
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. mempunyai seorang budak. Suatu malam budak tersebut datang kepadanya dgn membawa makanan. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. sedang memakannya satu suapan budak tadi berkata “Mengapa engkau tidak menanyakan tentang makanan ini padahal biasanya engkau selalu menanyakannya?” Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. menjawab “Karena saya sangat lapar. Dari mana kau dapatkan makanan ini?” budak itu menjawab “Suatu saat pada masa jahiliyyah aku melewati suatu kaum kemudian meruqyah mereka dan mereka menjanjikan kepadaku. Tatkala lain waktu saya singgah ke tempat tersebut saya diberi hadiah“. Berkata Ash-Shiddiq “Celakalah kau . . . hampir saja kamu mencelakakanku“. ia meminta semangkuk air dan meminumnya sampai ia bisa memuntahkan makanan tadi. Orang yg melihat hal itu berkata “Semoga Allah merahmatimu. Hanya karan sesuap makanan itukah kau lakukan semua ini?” Beliau menjawa “Seandainya ia tidak bisa keluar kecuali bersama jiwaku pasti aku akan mengeluarkannya. Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘Setiap jasad yg tumbuh dari hart yg haram maka neraka adl lbh pantas baginya’. Maka aku takut jika tubuhku ini tumbuh dari sesuap makanan tersebut“.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. suatu ketika menangis sehingga isterinya ikut menangis. Karena tangisan mereka berdua para tetangganya pun ikut menangis. setelah tangis reda isterinya Fatimah bertanya kepadanya “Wahai Amirul Mukminin apa yg membuatmu menangis?’. Ia menjawab “Saya membayangkan keadaan manusia nanti di hadapan Allah SWT. Sebagian masuk syurga dan lainnya masuk neraka“. Kemudian ia menjerit dan pingsan . . .
Abdullah bin Mubarak suatu malam pelita yg meneranginya padam. Setelah dihidupkan kembali ternyata jenggotnya sudah basah dgn air mata krn membayangkan kegelapan hari akhir nanti . . .
Demikian juga Abu Faruq pingsan setelah mendengar satu ayat Al-Qur’an.
Kondisi jiwa seperti inilah yg membuat mereka menjadi manusia yg paling zuhud dan wara’ terhadap dunia dan takut berbuat dosa walau sekecil apapun.
Ikuti lanjutannya “Kondisi Generasi Kiwari” dalam edisi yg akan datang…..
Oleh Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
Taqwa amat berharga dalam kehidupan seorang Mukmin krn menjadi tolok ukur nilai dirinya di sisi Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Hujurat 13 yg artinya “Sesungguhnya orang yg paling mulia diantara kalian di hadapan Allah adl yg paling bertaqwa.”
Begitu pula utk mengarungi kehidupan akhirat tidak ada bekal yg lbh baik selain taqwa firman-Nya dal Surah Al-Baqarah 197 yg artinya “Berbekallah kalian sesungguhnya sebaik-baik bekal adl taqwa.”
Ketaqwaan juga menyebabkan semua urusan dimudahkan oleh Allah SWT dan dikaruniai rezeki yg tidak terduga. Firman Allah SWT dalam Surah Ath-Thalaq 2-3 yg artinya “Barangsiapa yg bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yg tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yg bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan nya.”
Pendek kata taqwa adl sesuatu yg paling mahal yg harus kita kejar raih dan pertahankan dalam diri kita jika ingin menjadi manusia yg paling mulia baik di dunia maupun kelak setelah berpisahnya ruh dari jasad.
Hakikat Taqwa Sebelum berbicara panjang lebar mengenai langkah-langkah meraih taqwa berikut ini definisi taqwa sebagaimana yg dikatakan oleh ibnu Mas’ud “Engkau berbuat taat kepada Allah dgn cahaya dari Allah dgn mengharap pahala Allah dan engkau tinggalkan maksiat kepada-Nya dgn cahaya dariNya krn takut akan siksaNya“.
Dan pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa nilai taqwa seseorang amat berkait dgn kadar raja’ terhadap pahala Allah SWT dan kadar khauf terhadap neraka Allah SWT. Selain itu tentu yg paling awal adl seberapa kadar ma’rifatullah yg ia miliki. Itulah tiga unsur dasar yg mendorong seseorang utk bertaqwa kepada Allah SWT.
Oleh krn itu seseorang tidak mungkin bisa menjadi Muttaqin sejati tanpa rasa takut kepada hari akhir yg ujung-ujungnya adl penentuan tempat tinggal syurga atau neraka! Mari kita simak ayat berikut dalam Surah Al-Muzammil 17 yg artinya “Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yg menjadikan anak-anak beruban“.
Syurga Dan Neraka Pengaruhnya Terhadap Generasi Salafush Shaleh Sebagaimana telah disinggung rasa takut terhadap neraka dan rindu terhadap syurga adl bagian iman yg sangat penting. Bagian ini pulalah yg menyebabkan seseorang mampu mengorbankan apa saja utk Rabbnya dan rela meninggalkan hawa nafsunya agar terhindar dari neraka. Marilah kita simak kembali lembar kehidupan generasi terbaik ummat ini. Salaf Ash-Shaleh yg telah berhasil meresapkan rasa takut terhadap neraka dan rindu terhadap syurga ke dalam sanubari mereka.
Shahabat yg mulia Anas bin Malik r.a. mengisahkan bahwa dalam perang Badar Rasulullah SAW bersabda “Bangkitlah kalian menuju syurga yg luasnya seluas langit dan bumi.” Seorang shahabat yg bernama Umair bin Hamam berkata “Seluas langit dan bumi ya Rasulullah?” “Ya” jawab Rasul. Umair bergumam “Bakh . . . bakh . . .”. Rasulullah SAW bertanya “Apa maksud perkataanmu itu?” Umair menjawab “Demi Allah wahai Rasulullah tidak ada maksud dari perkataanku tadi kecuali aku mengharap utk menjadi salah seorang penghuninya“. Lalu Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya kamu termasuk salah seorang penghuninya“. Umair kemudian mengeluarkan beberapa kurma dari kantongnya dan memakan sebagian. Kemudian ia berkata “Jika saya harus memakan korma-korma ini semua tentu merupakan kehidupan yg terlalu lama“. Lalu ia lemparkan sisa kormanya kemudian segera maju menyerang musuh sehingga ia terbunuh dan syahid . . .
Begitu juga Amru bin Jamuh. Lelaki ini diberi udzur utk tidak ikut berperang krn kepincangannya. Namun cacat tersebut tidak menghalangi tekadnya utk memasuki syurga dgn jalan jihad bertaruh nyawa. Ketika para putranya mencoba utk menghalanginya agar tidak pergi berperang justru ia mengadu kepada Rasulullah SAW tentang keinginannya masuk syurga dgn kakinya yg pincang. Akhirnya ia diijinkan ikut dalam perang Uhud. Ketika perang sedang berkecamuk Rasulullah SAW bersabda “Bersegeralah utk bangkit menuju syurga yg luasnya seluas langit dan bumi yg disiapkan bagi orang-orang yg bertaqwa“. Maka Amru bin Jamuh segera bangkit dgn kakinya yg pincang seraya berkata “Demi Allah aku akan bersegera kepadanya“. Kemudian ia berperang sampai terbunuh . . .
Sekarang marilah kita melihat gambaran lain dari generasi yg mulia ini tentang rasa takut mereka terhadap neraka. Mereka adl orang-orang yg menjadikan malam mereka penuh tangis dan harap agar terselamatkan dari neraka. Mereka adl sejauh-jauh manusia yg meninggalkan larangan Allah SWT.
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. mempunyai seorang budak. Suatu malam budak tersebut datang kepadanya dgn membawa makanan. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. sedang memakannya satu suapan budak tadi berkata “Mengapa engkau tidak menanyakan tentang makanan ini padahal biasanya engkau selalu menanyakannya?” Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. menjawab “Karena saya sangat lapar. Dari mana kau dapatkan makanan ini?” budak itu menjawab “Suatu saat pada masa jahiliyyah aku melewati suatu kaum kemudian meruqyah mereka dan mereka menjanjikan kepadaku. Tatkala lain waktu saya singgah ke tempat tersebut saya diberi hadiah“. Berkata Ash-Shiddiq “Celakalah kau . . . hampir saja kamu mencelakakanku“. ia meminta semangkuk air dan meminumnya sampai ia bisa memuntahkan makanan tadi. Orang yg melihat hal itu berkata “Semoga Allah merahmatimu. Hanya karan sesuap makanan itukah kau lakukan semua ini?” Beliau menjawa “Seandainya ia tidak bisa keluar kecuali bersama jiwaku pasti aku akan mengeluarkannya. Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘Setiap jasad yg tumbuh dari hart yg haram maka neraka adl lbh pantas baginya’. Maka aku takut jika tubuhku ini tumbuh dari sesuap makanan tersebut“.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. suatu ketika menangis sehingga isterinya ikut menangis. Karena tangisan mereka berdua para tetangganya pun ikut menangis. setelah tangis reda isterinya Fatimah bertanya kepadanya “Wahai Amirul Mukminin apa yg membuatmu menangis?’. Ia menjawab “Saya membayangkan keadaan manusia nanti di hadapan Allah SWT. Sebagian masuk syurga dan lainnya masuk neraka“. Kemudian ia menjerit dan pingsan . . .
Abdullah bin Mubarak suatu malam pelita yg meneranginya padam. Setelah dihidupkan kembali ternyata jenggotnya sudah basah dgn air mata krn membayangkan kegelapan hari akhir nanti . . .
Demikian juga Abu Faruq pingsan setelah mendengar satu ayat Al-Qur’an.
Kondisi jiwa seperti inilah yg membuat mereka menjadi manusia yg paling zuhud dan wara’ terhadap dunia dan takut berbuat dosa walau sekecil apapun.
Ikuti lanjutannya “Kondisi Generasi Kiwari” dalam edisi yg akan datang…..
Oleh Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
dalil tentang pakaian ketika sholat
Syaikh Masyhur Hasan SalmanMuqadimahPakaian sebagai kebutuhan primer kita sehari-hari sangat layak diperhatikan terlebih ketika kita menghadap Allah di dalam sholat. Kita diharuskan berpakaian bersih suci dari segala jenis najis dan menutup aurat. Permasalahan bersih dari najis tentu kita sudah banyak yg memahaminya.
Tetapi tentang menutup aurat? Seperti bagaimanakah pakaian yg seharusnya dikenakan di waktu sholat? Pertanyaan-pertanyaan inilah yg akan kita kupas pada rubrik ahkam kali ini lewat tulisan Syaikh Masyhur Hasan Salman dalam sebuah karya beliau yg berjudul Al Qaulul Mubin fi Akhtha`il Mushallin yg diterbitkan oleh penerbit Dar Ibni Qayim Arab Saudi hal 17-32. Beliau termasuk murid senior Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani pakar hadits abad ini yg karya-karyanya sudah beredar di seluruh dunia dan menjadi rujukan para thalibul ‘ilmi.Tasyabuh dalam BerpakaianSebuah riwayat dalam Shahih Muslim disampaikan dgn sanadnya sampai kepada Abu Utsman An Nahdi ia berkata Umar pernah mengirim surat kepada kami di Azerbaijan yg isinya: ‘Wahai Utbah bin Farqad! Jabatan itu bukan hasil jerih payahmu dan bukan pula jerih payah ayah dan ibumu. Karena itu kenyangkanlah kaum muslimin di negeri mereka dgn apa yang mengenyangkan di rumahmu(1) hindarilah bermewah-mewah memakai pakaian ahli syirik dan memakai sutera. Dalam Musnad Ali bin Ja’ad ada tambahan ..pakailah sarung rida’ dan sandal serta buanglah selop dan celana panjang.. pakailah pakaian bapak kalian Ismail hindarilah berni’mat- ni’mat dan hindarilah pakaian orang-orang asing. {Riwayat Ali bin Ja’ad dan Abu Uwanah dengan sanad shahih}.Waki’ dan Hanad meriwayatkan ucapan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di dalam Az Zuhd beliau berkata Pakaian tidak akan serupa hingga hati menjadi serupa. .Ucapan beliau ini diambil dari sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum itu. {HSR Abu Dawud Ahmad dan selainnya}.Dari sinilah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan rakyatnya agar membuang selop dan celana panjang serta memerintahkan mereka mengenakan pakaian yg biasa dikenakan orang Arab yaitu dgn tujuan memlihara kepribadian mereka agar jangan condong kepada orang-orang ‘ajam.Perbuatan tasyabuh yg dilakukan oleh umat ini kepada musuh-musuhnya merupakan tanda lemahnya iltizam mereka dan lemahnya akhlak mereka. Mereka telah ditimpa penyakit bunglon dan bimbang. Perjalanan mereka pun guncang seperti benda padat yg telah cair siap dileburkan dalam berbagai bentuk di tiap waktu. Bagaimana pun juga tasyabuh ini merupakan penyakit yg jelek. Perumpamaannya seperti seorang yg menisbatkan dirinya kepada orang lain selain ayahnya. Mereka tidak disukai oleh umat yg melahirkan mereka tidak pula diakui umat yg mereka tiru dan cintai.Mungkin timbul pertanyaan: Kenapa para ulama tidak berupaya meluruskan kebiasaan atau adat ini sebelum menjadi perkara besar? Jawabannya: Sesungguhnya para ulama telah berupaya keras meluruskannya akan tetapi dalam berhadapan dgn kenyataan bahwa yg mayoritas mengalahkan yg minoritas sehingga upaya para ulama tersebut tidak banyak memberikan hasil. Banyak dari kaum muslimin merasa pada posisi yg sulit di tengah-tengah adat dan pakaian kaum musyirikn padahal di antara mereka ada yg dikenal alim. Mereka inilah yg menjadi contoh jelek bagi kaum muslimin wal ‘iyadzu billah.(2)Lebih parah lagi di antara mereka ada yg meninggalkan shalat hanya krn khawatir pantalonnya berkerat-kerut hingga merusak penampilan. Hal ini banyak kita dgn dari mereka.
Karena itu di antara upaya menghidangkan sunnah di hadapan umat kami bawakan beberapa kriteria pakaian sholat yg sepatutnya diperhatikan seorang muslim supaya terhindar dari hal-hal tersebut di atas.Pakaian dalam SholatKriteria tersebut adalah:1. Tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk aurat.Mengenakan pakaian ketat jelas tidak disukai syariat dan kedokteran krn efeknya berbahaya bagi badan. Bahkan ada yg saking ketatnya hingga membuat pemakainya tidak dapat sujud.
Bila krn mengenakannya seseorang meninggalkan sholat maka jelas pakaian semacam ini haram. Dan memang kenyataan menunjjukkan bahwa mayoritas orang yg mengenakan pakaian semacam ini adl orang-orang yg tidak sholat.Demikian pula banyak di antara kaum muslimin di jaman ini yg menunaikan sholat dgn pakaian yg membentuk kedua kemaluan atau membentuk salah satunya. Al Hafizh Ibnu Hajar meceritakan sebuah riwayat dari Asyhab tentang seseorang yg sholat hanya dgn menggunakan celana panjang beliau berkata Hendaknya ia mengulangi sholatnya ketika itu juga kecuali bila celananya tebal. Sedangkan sebagian ulama Hanafiyah memakruhkan hal itu. Padahal saat itu keadaan celana panjang mereka sangat longgar lalu bagaimana dgn celana pantalon yg sangat sempit?!Syaikh Al Albani berkata Celana pantalon mengandung dua cela.Pertama orang yg menggunakannya berarti bertasyabuh dgn kaum kafir. Pada mulanya kaum muslimin mengenakan celana panjang yg luas dan longgar yg sekarang masih digunakan oleh sebagian orang di Suriah dan Libanon. Mereka sama sekali tidak mengenal celana pantalon kecuali setelah mereka ditaklukkan dan dijajah. Kemudian setelah kaum penjajah takluk dan mengundurkan diri mereka meninggalkan jejak yg buruk lalu dgn kebodohan dan kejahilan kaum muslimin melestarikan peninggalan mereka tadi.Kedua celana pantalon dapat membentuk aurat sedangkan aurat laki-laki adl dari lutut hingga pusar. Ketika sholat seorang muslim seharusnya amat jauh dari keadaan bermaksiat kepada RabbNya namun bagi mereka yg menggunakan celana pantalon anda akan melihat kedua belahan pantatnya terbentuk bahkan dapat membentuk apa yg ada di antara kedua pantatnya tersebut. Bagaimana muungkin orang yg dalam keadaannya semacam ini dikatakan sholat dan berdiri di hadapan Rabbul ‘Alamin?!Anehnya banyak di antara pemuda muslim yg mengingkari wanita-wanita berpakaian ketat atau sempit krn membentuk bodinya sementara mereka sendiri lupa akan diri mereka. Mereka sendiri terjatuh pada hal yg diingkari sebab tidak ada perbedaan antara wanita yg berpakaian sempit dan membentuk tubuhnya dgn pria yg memakai celana pantalon yg juga membentuk pantatnya. Pantat pria dan pantat wanita keduanya sama-sama aurat. Karena itu wajib bagi para pemuda utk segera menyadari musibah yg telah melanda mereka kecuali orang yg dipelihara Allah namun mereka sedikit(3).Adapun bila celana pantalon tersebut luas maka sah sholat dengannya. Namun akan lbh utama bila di atasnya ada gamis yg menutup antara pusar hingga lutut atau lbh rendah hingga pertengahan betis atau mata kaki. Yang demikian lbh sempurna dalam menutup aurat(4). {Al Fatawa 1/69 oleh Syaikh bin Baz}.2. Tidak tipis dan tidak transparanSebagaimana makruh nya sholat dgn pakaian ketat yg menggambarkan bentuk aurat maka demikian pula tidak boleh sholat dgn pakaian yg tipis yg tampak secara transparan apa yg ada di baliknya seperti pakaian sebagian orang yg gila mode di jaman ini mereka poles apa yg dianggap aib oleh syariat hingga tampak indah. Mereka adl tawanan- tawanan syahwat budak-budak adat dan mereka mempunyai propagandis yg menyerukan propaganda-propaganda menawarkan mode-mode baru Inilah yg terbaru inilah yg trendi tidak kolot dan kuno(5). Termasuk dalam bab ini adl sholat dgn mengenakan pakaian tidur piyama . Sebuah riwayat yg dibawakan oleh Imam Bukhari di dalam Shohihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Pernah ada seseorang yg datang menjumpai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya tentang sholat dgn mengenakan satu pakaian. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab Bukankah tiap kalian mampu mendapatkan dua pakaian!? Kemudian seseorang bertanya kepada Umar lalu Umar menjawab Bila Allah memberikan kelapangan seseorang hendaknya ia sholat dgn sarung dan jubah atau sarung dan gamis atau sarung dan mantel atau celana panjang dan gamis atau celana panjang dan jubah atau celana panjang dan mantel atau celana pendek dan mantel atau celana pendek dan gamis . .Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu pernah melihat Nafi’ sholat sendiri dgn mengenakan satu pakaian. Lalu beliau berkata padanya Bukankah saya memberimu dua pakaian? Nafi’ menjawab Benar. Ibnu Umar bertanya pula Apakah kamu pergi ke pasar dgn mengenakan satu pakaian? Nafi’ menjawab Tidak. Ibnu Umar berkata Allah yg lbh berhak bagimu berhias untukNya. (6)Demikian pula orang yg sholat dgn pakaian tidur tentunya ia malu pergi ke pasar dengannya krn tipis dan transparan.Ibnu Abdil Barr dalam At Tahmid 6/369 mengatakan Sesungguuhnya ahli ilmu menganggap mustahab bagi seseorang yg mampu dalam pakaian agar berhias dgn pakaian minyak wangi dan siwaknya ketika sholat sesuai dgn kemampuannya. Para fuqaha dalam membahas syarat-syarat sahnya sholat yaitu pada pembahasan Menutup Aurat mereka mengatakan Syarat bagi pakaian penutup adl tebal tidaklah sah bila tipis dan mengesankan warna kulit. Semua ini berlaku bagi pria dan wanita baik pada sholat sendiri ataupun sholat berjamaah.
Dengan demikian siapa saja yg terbuka auratnya padahal ia mampu menutupnya maka sholatnya tidak sah walaupun sholat sendiri di tempat yg gelap krn sudah merupakan ijma’ akan wajibnya menutup aurat di dalam sholat.Allah ta’ala berfirmanيَا بَنِيْْ آدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ Wahai anak Adam! Pakailah pakaianmu yg indah di tiap masjid. .Yang dimaksud dgn zinah pada ayat di atas yaitu pakaian sedangkan yg dimaksud dgn masjid yaitu sholat. Artinya Pakailah pakaian yg menutup aurat kalian ketika sholat. Ucapan Umar radhiyallahu ‘anhu yg menyebutkan jenis-jenis pakaian yg menutup atau yg banyak dipakai tersebut merupakan dalil akan wajibnya sholat dgn pakaian yg menutup aurat. Beliau menggabungkan yg satu dgn yg lain bukan berarti pembatasan akan tetapi yang satu bisa mengganti kedudukan yg lain. Adapun mengenakan satu pakaian hanya boleh dilakukan dalam keadaan yg mendesak atau terpaksa. Di sana juga terdapat faidah bahwa sholat dgn dua pakaian itu lbh afdhol daripada dgn satu pakaian. Dan Al Qodhi Iyadh telah menegaskan ijma’ dalam hal ini.(7)Berkata Imam Syafi’i rahimahullah Bila seseorang sholat dgn gamis yg transparan(8) maka sholatnya tidak sah. (9)Beliau juga berkata Yang lbh parah dalam hal ini adl kaum wanita bila sholat dgn daster dan kudung sedangkan daster menggambarkan bentuk tubuhnya. Saya lbh suka wanita tersebut sholat dgn mengenakan jilbab yg lapang di atas kudung dan dasternya sehingga tubuh tidak terbentuk dgn daster tadi. (10)Untuk itu hendaknya kaum wanita tidak sholat dgn pakaian yg transparan seperti pakaian dari nilon dan sejenisnya krn bahan jenis ini walaupun luas dan menetup seluruh tubuh namun selalu terbuka atau membentuk. Dalilnya adl sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamسَيَكُوْنُ فِي آخِرِ أُمَّتِيْ نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ.. Akan ada kelak pada umatku wanita-wanita yg berpakaian tetapi telanjang.. {HR Malik dan Muslim}.Ibnu Abdil Barr berkata Yang dimaksud oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adl wanita yg mengenakan pakaian tipis atau mini yg membentuk tubuh dan tidak menutup auratnya. Mereka disebut berpakaian tetapi pada hakekatnya telanjang. (11)Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah sebuah riwayat sebagai berikut Suatu hari Al Mundzir bin Az Zubair datang dari Iraq lalu ia mengirim oleh-oleh kepada Asma` pakaian tipis dan antik dari Quhistan dekat Khurasan setelah ia mengalami kebutaan. Ia pun lantas meraba pakaian tersebut dengan tangannya kemudian berkata Ah! Kembalikan pakaian ini. Pengantarnya merasa tidak enak dan berkata Wahai ibu! Sungguh pakaian ini tidak transparan. Asma` berkata Pakaian ini walaupun tidak transparan akan tetapi membentuk. (12)Kata As Safarini dalam Gidza`ul Albab Bila pakaian itu tipis hingga tampak aurat si pemakainya baik lelaki maupun wanita maka dilarang dan haram mengenakannya. Sebab secara syariat dianggap tidak menutup aurat sebagaimana diperintahkan. Hal ini tidak diperselisihkan lagi. (13)Kata Imam As Syaukani dalam Nailul Author 2/115 Wajib bagi wanita menutup badannya dengan pakaian yg tidak membentuk tubuuh inilah syarat dalam menutup aurat. Sebagian fuqoha menyebutkan Pakaian yg transparan pada sekilas pandangan keberadaannya seperti tidak ada. Karena itu tidak ada sholat bagi yg mengenakannya {untuk sholat}. Sebagian yg lain menegaskan bahwa pakaian para salaf tidak ada yg terbuat dari bahan yang membentuk aurat krn tipis sempit atau yg lain.3. Tidak membuka auratAda beberapa golongan yg terkadang sholat dgn aurat terbuka di antaranya:a. Mereka yg mengenakan celana panjang pantalon yg membentuk aurat atau mengesankannya atau transparan dgn kemeja pendek. Ketika ruku’ dan sujud kemeja tertarik ke atas sedang celana tertarik ke bawah. Dengan demikian punggung dan sebagian auratnya tampak. Hal ini kadangkala terjadi bila tidak bisa dikatakan sering. Perhatikanlah aurat mughalladhah nya tampak ketika ia ruku’ atau sujud di hadapan Rabbnya.
Na’udzubillah! Kita berlindung kepada Allah dari kebodohan sebab bila dalam keadaan demikian sedang aurat terbuka jelas mengantarkan pada batalnya sholat. Lantas siapa kambing hitamnya? Celana pantalon dan memang celana pantalon asalnya dari negeri kafir.(14)Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin dalam menanggapi beberapa kesalahan yg dilakukan sebagian kaum muslimin di dalam sholat beliau berkata Banyak di antara manunsia tidak lagi mengenakan pakaian yg luas dan lapang mereka hanya mengenakan celana panjang dan kemeja pendek yg menutupi dada dan punggung. Bila mereka ruku’ kemeja tertarik hingga tampak sebagian punggung dan ekornya yg merupakan aurat dan dilihat oleh orang yg ada di belakangnya. Padahal terbukanya aurat merupakan sebab batalnya sholat.(15)b. Wanita yg tidak menjaga pakaian dan tidak memperhatikan menutup seluruh badan sedang ia berada di hadapan Robbnya baik krn bodoh malas atau acuh tak acuh. Padahal sudah menjadi kesepakatan bahwa pakaian yg mencukupi bagi wanita utk sholat adl baju panjang dan kerudung.(16)Kadang-kadang seorang wanita sudah memulai sholat padahal sebagian rambut atau lengan atau betisnya masih terbuka. Maka ketika itu –menurut jumhur ahli ilmu- wajib ia mengulangi sholatnya. Dalilnya adl hadits yg diriwayatkan oleh Sayidah Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaلاَيَقْبَلُ اللهُ صَلاَة حَائِضٍ إِلاَّ بِخِمَارٍ Allah tidak menerima sholat wanita yg telah haid kecuali dgn kerudung. {HSR Ahmad Abu Dawud Tirmidzi dan yg lain}.Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya sebagai berikut Pakaian apa yg pantas dikenakan wanita utk sholat? Beliau menjawab Kerudung dan baju panjang yg longgar sampai menutup kedua telapak kaki. (17) .Imam Ahmad juga pernah ditanya Berapa banyak pakaian yg dikenakan wanita utk sholat? Beliau menjawab Paling sedikit baju rumah dan kudung dgn menutup kedua kakinya dan hendaknya baju itu lapang dan menuutup kedua kakinya. Imam Syafi’i berkata Wanita wajib menutup seluruh tubuhnya di dalam sholat kecuali dua telapak tangan dan mukanya. Beliau juga berkata Seluruh tubuh wanita adl aurat kecuali telapak tangan dan wajah.
Telapak kaki pun termasuk aurat. Apabila di tengah sholat tersingkap apa yg ada antara pusar dan lutut bagi pria sedang bagi wanita tersingkap sedikit dari rambut atau badan atau yg mana saja dari anggota tubuhnya selain yg dua tadi dan pergelangan –baik tahu atau tidak- maka mereka harus mengulang sholatnya. Kecuali bila tersingkap oleh angin atau krn jatuh lalu segera mengembalikannya tanpa membiarkan walau sejenak. Namun bila ia membiarkan sejenak walau seukuran waktu utk mengembalikan maka ia tetap harus mengulanginya. (18) Oleh krn itu wajib bagi wanita muslimah memperhatikan pakaian mereka di dalam sholat lebih-lebih di luar sholat.Banyak juga dari mereka yg sangat memperhatikan bagian atas badan yaitu kepala. Mereka menutup rambut dan pangkal leher tapi tidak memperhatikan anggota badan bagian bawah dengan kaos kaki yg sewarna dgn kulit sehingga tampak semakin indah. Terkadang ada di antara mereka yg sholat dgn penampilan semacam ini. Hal ini tidak boleh. Wajib bagi mereka utk segera menyempurnakan hijab sebagaimana yg diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Teladanilah wanita-wanita Muhajirin ketika turun perintah Allah agar mengenakan kerudung mereka segera merobek korden-korden yg mereka punyai lalu memakainya sebagai kerudung. Tetapi sekarang kita tidak perlu menyuruh mereka merobek sesuatu cukup kita perintahkan mereka memanjangkan dan meluaskannya hingga menjadi pakaian yg benar-benar menutup.(19)Mengingat telah meluasnya pemakaian jilbab pendek di kalangan muslimah di beberapa negeri yang berpenduduk muslim maka saya memandang penting utk menjelaskan secara ringkas bahwa kaki dan betis wanita adl aurat. Ucapan saya wabillahit taufiq adl sebagai berikut:Allah subhanahu wa ta’ala berfirman.. وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ .. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan. .Sisi pendalilan dari ayat ini adl bahwa wanita juga wajib menutup kaki sebab bila dikatakan tidak maka alangkah mudahnya seseorang menampakkan perhiasan kakinya yaitu gelang kaki sehingga tidak perlu ia memukulkan kaki utk itu. Akan tetapi hal itu tidak boleh dilakukan karena menampakkannya merupakan penyelisihan terhadap syariat dan penyelisihan yg semacam ini tidak mungkin terjadi di jaman risalah. Karena itu seseorang dari mereka melakukan tipu daya dgn cara memukulkan kakinya agar kaum pria mengetahui perhiasan yg disembunyikan. Maka Allah pun melarang mereka dari hal itu.Sebagai penguat dari penjelasan saya Ibnu Hazm berkata Ini adl nash yg menunjukkan bahwa kaki dan betis termasuk aurat yg mesti disembunyikan dan tidak halal menampakkannya. (20)Adapun penguat dari sunnah adl hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ {رواه البخاري و زاد غيره: فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَكَيْفَ يَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُوْلِهِنَّ؟} قَالَ: يُرْخِيْنَ شِبْرًا. قَالَتْ: إِذَنْ تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ. قَالَ: فَيُرْخِيْنَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ: رَخَّصَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم لأُِمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ شِبْرًا ثُمَّ اسْتَزَدْنَهُ فَزَادَهُنَّ شِبْرًا فَكُنَّ يُرْسِلْنَ إِلَيْنَا فَنَذْرَعُ لَهُنَّ ذِرَاعًا. {رواه الترمذي و أبو داود و ابن ماجه و هو صحيح انظر سلسلة الأحاديث الصحيحة رقم 460}Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Siapa yg melabuhkan pakaiannya krn sombong Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bertanya Apa yg harus diperbuat oleh wanita terhadap ujung pakaian mereka? Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab Turunkan sejengkal. Ummu Salamah berkata Bila demikian kakinya akan tersingkap. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Turunkan sehasta jangan lbh dari itu. Dalam riwayat lain: Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan pada ummahatul mu`minin sejengkal dan mereka minta tambah maka Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menambahkannya. {HSR. Tirmidzi Abu Dawud Ibnu Majah} .Faidah dari riwayat ini adl bahwa yg dibolehkan adl sekitar satu hasta yaitu dua jengkal bagi tangan ukuran sedang.Imam Al Baihaqi berkata Riwayat ini merupakan dalil tentang wajibnya menutup kedua punggung telapak kaki bagi wanita. (21)Ucapan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan dan pertanyaan Ummu Salamah: Apa yg harus diperbuat wanita terhadap ujung pakaiannya? setelah ia mendengar ancaman bagi orang yg melabuhkan pakaiannya semua ini mengandung sanggahan terhadap anggapan bahwa hadits-hadits yg mutlak mengenai ancaman bagi pelaku isbal itu ditaqyid oleh hadits lain yg tegas yaitu bagi yg melakukannya krn sombong.Anggapan ini terbantah krn sekiranya benar demikian maka pertanyaan Ummu Salamah yang meminta kejelasan hukum bagi wanita itu tidak ada maknanya. Akan tetapi Ummu Salamah memahami bahwa ancaman itu bersifat mutlak berlaku bagi orang yg sombong dan yg tidak. Karena pemahaman beliau yg demikian maka beliau menanyakan kejelasan hukumnya bagi wanita sebab wanita dituntut utk berlaku isbal guna menutup aurat yaitu kaki. Dengan demikian jelas bagi beliau bahwa ancaman itu tidak berlaku bagi wanita tetapi khusus bagi lelaki dan hanya dalam pengertian ini.’Iyadl rohimahullah telah menukil adanya ijma’ bahwa larangan itu hanya berlaku bagi kaum pria tidak bagi kaum wanita krn adanya taqrir Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam atas pemahaman Ummu Salamah. Larangan yg dimaksud adl larangan isbal.Walhasil bagi pria ada dua keadaan:1. Keadaan yg mustahab yaitu memendekkan sarung hingga pertengahan betis.2. Keadaan jawaz yaitu melebihkannya hingga di atas mata kaki.Adapun bagi wanita juga ada dua keadaan:1. Keadaan mustahab yaitu melebihkan sekitar satu jengkal dari keadaan jawaz bagi pria.2. Keadaan jawaz yaitu melebihkannya sekitar satu hasta.(22)Sunnah inilah yg dijalankan oleh wanita-wanita di jaman Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dan jaman-jaman selanjutnya.Dari sinilah kaum muslimin di masa-masa awal menetapkan syarat bagi ahli dzimmah harus tersingkap betis dan kakinya supaya tidak serupa dgn wanita-wanita muslimah. Hal ini sebagaimana diterangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim.Termasuk pula orang-orang yg terjerumus dalam kesalahan ini yaitu memulai sholat sedang aurat tersingkap adl orang tua yg memakaikan anak mereka celana pendek dan menyertakannya sholat di masjid. Padahal Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaمُرُوْهُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعٍ Perintahkan mereka sholat ketika mereka berumur tujuh tahun. {HSR. Ibnu Khuzaimah Hakim Baihaqi dan yg lain}.Sedang tidak diragukan lagi bahwa perintah ini mencakup juga perintah menunaikan syarat- syarat dan rukun-rukunnya. Perhatikanlah jangan sampai anda termasuk orang-orang yg lalai.Demikianlah beberapa perkara yg harus kita perhatikan dalam hal pakaian dalam sholat berikut beberapa kesalahan yg terjadi. Namun masih ada beberapa hal yg berkaitan dgn syarat- syarat pakaian dalam sholat di antaranya tidak musbil tidak bergambar dan bukan pakaian yg dicelup merah.Wallahu a’lam.Diterjemahkan oleh Muhammad Rusli dgn sedikit tambahan—————————————-(1) Abu Awanah di dalam Shahihnya menerangkan sisi lain dari sebab ucapan Umar ini yaitu mengatakan di permulaannya Utbah bin Farqad pernah mengutus seorang budak utk membawa kiriman kepada Umar yg berisi berbagai macam makanan yg di atasnya terdapat permadani dari bulu. Ketika Umar melihatnya beliau berkata Apakah kaum muslimin kenyang dengan makanan ini di negeri mereka? Budak itu menjawab Tidak. Umar berkata Saya tidak suka ini. Lalu beliau menulis surat kepadanya..(2) Syaikh Abu Bakar Al Jaza`iri dalam kitabnya At Tadkhin memberi rincian sebagai berikut Di antara adat-adat rusak itu ialah memelihara anjing di dalam rumah wanita muslimah membuka wajah mereka kaum pria mencukur jenggot mengenakan celana pantalon ketat tanpa gamis atau sarung di atasnya membuka kepala beramah tamah dgn ahli fasik dan munafik tidak beramar ma’ruf nahi munkar dgn slogan ‘kebebasan berfikir’ dan ‘hak asasi manusia’. (3) Dari kaset rekaman beliau ketika menjawab pertanyaan Abu Ishaq Al Huwaini Al Mishri direkam di Urdun pada bulan Muharram tahun 1407 H lihat tulisan beliau: Syarat keempat dari syarat hijab wanita muslimah yaitu agar luas atau longgar dan tidak sempit yaitu dalam kitab Hijab Mar`atil Muslimah. Maka kesalahan yg disebut di atas terkena pada pria dan wanita Namun pada pria hal itu lbh tampak krn mayoritas kaum muslimin di jaman ini sholat menggunakan pantalon. Bahkan kebanyakan mereka sholat dgn pantalon yg sempit laa haula walaa quwwata illa billah. Padahal Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang sholat dgn mengenakan celana panjang tanpa ditutupi jubah sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud dan Hakim dgn sanad hasan. Hal ini diterangkan dalam Shahih Jami’ush Shoghir 6830.(4) Dengan ini pula Lajnah Ad Daimah menjawab pertanyaan seputar hukum sholat dgn celana pantalon pada Idaratul Buhuts no 2003 sebagai berikut Bila pakaian tersebut longgar hingga tidak menggambarkan aurat dan tebal hingga tidak transparan maka boleh sholat dengannya. Adapun bila transparan tampak semua yg ada di baliknya maka batal sholat dengannya. Sedang bila pakaian tersebut hanya sekedar membentuk aurat maka makruh sholat dengannya kecuali bila tidak ada yg lain.. Wabillahit taufiq.(5) Fatawa Rasyid Ridha 5/2056(6) Riwayat Thohawi dalam Syarah Ma’anil Atsar(7) Fathul Bari 1/476 Majmu’ 3/181 Nailul Author 2/78 84(8) As Sa’aty dalam Fathul Rabbani 18/236 berkata Gamis adl pakaian berjahit mempunyai dua lengan dan saku yaitu yg hari ini dikenal dgn jalabiyah merupakan pakaian yg lebar menutup seluruh badan dari leher ke mata kaki atau ke pertengahan betis. Dahulu pakaian ini digunakan sebagai pakaian dalam. (9) Al Umm 1/78(10) Al Umm 1/78(11) Tanwirul Hawalik 3/103(12) Riwayat Ibnu Sa’ad dalam At Thobaqotul Kubra 8/184 dgn sanad shahih.(13) Ad Dinul Kholish 6/180(14) Tanbihat Hammah ‘ala malabisil muslimin al-yaum hal. 28(15) Majalah Al Mujtama’ no. 855(16) Bidayatul Mujtahid 1/115 Al Mughni 1/603 Al Majmu’ 3/171 dan I’anatut Tholibin 1/285.
Maksudnya menutup badan dan kepalanya. Jika pakaiannya lapang sehingga dgn sisanya ia menutup kepala maka hal ini boleh. Disebutkan oleh Bukhari dalam Shahihnya 1/483 secara mu’allaq dari Ikrima ia berkata Sekiranya seluruh tubuh sudah tertutup dgn satu pakaian niscaya hal itu sudah mencukupi. (17) Masail Ibrohim bin Hanif lil Imam Ahmad no. 286(18) Al Umm 1/77(19) Hijab Al Mar`ah Al Muslimah hal. 61.(20) Al Muhalla 3/216(21) Tirmidzi berkata dalam Al Jami’ 4/224 Kandungan hadits ini yaitu adanya rukhshoh bagi wanita utk melabuhkan kain sarung krn hal itu lbh sempurna dalam menutup. (22) Fathul Bari 10/259
sumber : file chm Darus Salaf 2
Tetapi tentang menutup aurat? Seperti bagaimanakah pakaian yg seharusnya dikenakan di waktu sholat? Pertanyaan-pertanyaan inilah yg akan kita kupas pada rubrik ahkam kali ini lewat tulisan Syaikh Masyhur Hasan Salman dalam sebuah karya beliau yg berjudul Al Qaulul Mubin fi Akhtha`il Mushallin yg diterbitkan oleh penerbit Dar Ibni Qayim Arab Saudi hal 17-32. Beliau termasuk murid senior Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani pakar hadits abad ini yg karya-karyanya sudah beredar di seluruh dunia dan menjadi rujukan para thalibul ‘ilmi.Tasyabuh dalam BerpakaianSebuah riwayat dalam Shahih Muslim disampaikan dgn sanadnya sampai kepada Abu Utsman An Nahdi ia berkata Umar pernah mengirim surat kepada kami di Azerbaijan yg isinya: ‘Wahai Utbah bin Farqad! Jabatan itu bukan hasil jerih payahmu dan bukan pula jerih payah ayah dan ibumu. Karena itu kenyangkanlah kaum muslimin di negeri mereka dgn apa yang mengenyangkan di rumahmu(1) hindarilah bermewah-mewah memakai pakaian ahli syirik dan memakai sutera. Dalam Musnad Ali bin Ja’ad ada tambahan ..pakailah sarung rida’ dan sandal serta buanglah selop dan celana panjang.. pakailah pakaian bapak kalian Ismail hindarilah berni’mat- ni’mat dan hindarilah pakaian orang-orang asing. {Riwayat Ali bin Ja’ad dan Abu Uwanah dengan sanad shahih}.Waki’ dan Hanad meriwayatkan ucapan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di dalam Az Zuhd beliau berkata Pakaian tidak akan serupa hingga hati menjadi serupa. .Ucapan beliau ini diambil dari sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum itu. {HSR Abu Dawud Ahmad dan selainnya}.Dari sinilah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan rakyatnya agar membuang selop dan celana panjang serta memerintahkan mereka mengenakan pakaian yg biasa dikenakan orang Arab yaitu dgn tujuan memlihara kepribadian mereka agar jangan condong kepada orang-orang ‘ajam.Perbuatan tasyabuh yg dilakukan oleh umat ini kepada musuh-musuhnya merupakan tanda lemahnya iltizam mereka dan lemahnya akhlak mereka. Mereka telah ditimpa penyakit bunglon dan bimbang. Perjalanan mereka pun guncang seperti benda padat yg telah cair siap dileburkan dalam berbagai bentuk di tiap waktu. Bagaimana pun juga tasyabuh ini merupakan penyakit yg jelek. Perumpamaannya seperti seorang yg menisbatkan dirinya kepada orang lain selain ayahnya. Mereka tidak disukai oleh umat yg melahirkan mereka tidak pula diakui umat yg mereka tiru dan cintai.Mungkin timbul pertanyaan: Kenapa para ulama tidak berupaya meluruskan kebiasaan atau adat ini sebelum menjadi perkara besar? Jawabannya: Sesungguhnya para ulama telah berupaya keras meluruskannya akan tetapi dalam berhadapan dgn kenyataan bahwa yg mayoritas mengalahkan yg minoritas sehingga upaya para ulama tersebut tidak banyak memberikan hasil. Banyak dari kaum muslimin merasa pada posisi yg sulit di tengah-tengah adat dan pakaian kaum musyirikn padahal di antara mereka ada yg dikenal alim. Mereka inilah yg menjadi contoh jelek bagi kaum muslimin wal ‘iyadzu billah.(2)Lebih parah lagi di antara mereka ada yg meninggalkan shalat hanya krn khawatir pantalonnya berkerat-kerut hingga merusak penampilan. Hal ini banyak kita dgn dari mereka.
Karena itu di antara upaya menghidangkan sunnah di hadapan umat kami bawakan beberapa kriteria pakaian sholat yg sepatutnya diperhatikan seorang muslim supaya terhindar dari hal-hal tersebut di atas.Pakaian dalam SholatKriteria tersebut adalah:1. Tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk aurat.Mengenakan pakaian ketat jelas tidak disukai syariat dan kedokteran krn efeknya berbahaya bagi badan. Bahkan ada yg saking ketatnya hingga membuat pemakainya tidak dapat sujud.
Bila krn mengenakannya seseorang meninggalkan sholat maka jelas pakaian semacam ini haram. Dan memang kenyataan menunjjukkan bahwa mayoritas orang yg mengenakan pakaian semacam ini adl orang-orang yg tidak sholat.Demikian pula banyak di antara kaum muslimin di jaman ini yg menunaikan sholat dgn pakaian yg membentuk kedua kemaluan atau membentuk salah satunya. Al Hafizh Ibnu Hajar meceritakan sebuah riwayat dari Asyhab tentang seseorang yg sholat hanya dgn menggunakan celana panjang beliau berkata Hendaknya ia mengulangi sholatnya ketika itu juga kecuali bila celananya tebal. Sedangkan sebagian ulama Hanafiyah memakruhkan hal itu. Padahal saat itu keadaan celana panjang mereka sangat longgar lalu bagaimana dgn celana pantalon yg sangat sempit?!Syaikh Al Albani berkata Celana pantalon mengandung dua cela.Pertama orang yg menggunakannya berarti bertasyabuh dgn kaum kafir. Pada mulanya kaum muslimin mengenakan celana panjang yg luas dan longgar yg sekarang masih digunakan oleh sebagian orang di Suriah dan Libanon. Mereka sama sekali tidak mengenal celana pantalon kecuali setelah mereka ditaklukkan dan dijajah. Kemudian setelah kaum penjajah takluk dan mengundurkan diri mereka meninggalkan jejak yg buruk lalu dgn kebodohan dan kejahilan kaum muslimin melestarikan peninggalan mereka tadi.Kedua celana pantalon dapat membentuk aurat sedangkan aurat laki-laki adl dari lutut hingga pusar. Ketika sholat seorang muslim seharusnya amat jauh dari keadaan bermaksiat kepada RabbNya namun bagi mereka yg menggunakan celana pantalon anda akan melihat kedua belahan pantatnya terbentuk bahkan dapat membentuk apa yg ada di antara kedua pantatnya tersebut. Bagaimana muungkin orang yg dalam keadaannya semacam ini dikatakan sholat dan berdiri di hadapan Rabbul ‘Alamin?!Anehnya banyak di antara pemuda muslim yg mengingkari wanita-wanita berpakaian ketat atau sempit krn membentuk bodinya sementara mereka sendiri lupa akan diri mereka. Mereka sendiri terjatuh pada hal yg diingkari sebab tidak ada perbedaan antara wanita yg berpakaian sempit dan membentuk tubuhnya dgn pria yg memakai celana pantalon yg juga membentuk pantatnya. Pantat pria dan pantat wanita keduanya sama-sama aurat. Karena itu wajib bagi para pemuda utk segera menyadari musibah yg telah melanda mereka kecuali orang yg dipelihara Allah namun mereka sedikit(3).Adapun bila celana pantalon tersebut luas maka sah sholat dengannya. Namun akan lbh utama bila di atasnya ada gamis yg menutup antara pusar hingga lutut atau lbh rendah hingga pertengahan betis atau mata kaki. Yang demikian lbh sempurna dalam menutup aurat(4). {Al Fatawa 1/69 oleh Syaikh bin Baz}.2. Tidak tipis dan tidak transparanSebagaimana makruh nya sholat dgn pakaian ketat yg menggambarkan bentuk aurat maka demikian pula tidak boleh sholat dgn pakaian yg tipis yg tampak secara transparan apa yg ada di baliknya seperti pakaian sebagian orang yg gila mode di jaman ini mereka poles apa yg dianggap aib oleh syariat hingga tampak indah. Mereka adl tawanan- tawanan syahwat budak-budak adat dan mereka mempunyai propagandis yg menyerukan propaganda-propaganda menawarkan mode-mode baru Inilah yg terbaru inilah yg trendi tidak kolot dan kuno(5). Termasuk dalam bab ini adl sholat dgn mengenakan pakaian tidur piyama . Sebuah riwayat yg dibawakan oleh Imam Bukhari di dalam Shohihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Pernah ada seseorang yg datang menjumpai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya tentang sholat dgn mengenakan satu pakaian. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab Bukankah tiap kalian mampu mendapatkan dua pakaian!? Kemudian seseorang bertanya kepada Umar lalu Umar menjawab Bila Allah memberikan kelapangan seseorang hendaknya ia sholat dgn sarung dan jubah atau sarung dan gamis atau sarung dan mantel atau celana panjang dan gamis atau celana panjang dan jubah atau celana panjang dan mantel atau celana pendek dan mantel atau celana pendek dan gamis . .Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu pernah melihat Nafi’ sholat sendiri dgn mengenakan satu pakaian. Lalu beliau berkata padanya Bukankah saya memberimu dua pakaian? Nafi’ menjawab Benar. Ibnu Umar bertanya pula Apakah kamu pergi ke pasar dgn mengenakan satu pakaian? Nafi’ menjawab Tidak. Ibnu Umar berkata Allah yg lbh berhak bagimu berhias untukNya. (6)Demikian pula orang yg sholat dgn pakaian tidur tentunya ia malu pergi ke pasar dengannya krn tipis dan transparan.Ibnu Abdil Barr dalam At Tahmid 6/369 mengatakan Sesungguuhnya ahli ilmu menganggap mustahab bagi seseorang yg mampu dalam pakaian agar berhias dgn pakaian minyak wangi dan siwaknya ketika sholat sesuai dgn kemampuannya. Para fuqaha dalam membahas syarat-syarat sahnya sholat yaitu pada pembahasan Menutup Aurat mereka mengatakan Syarat bagi pakaian penutup adl tebal tidaklah sah bila tipis dan mengesankan warna kulit. Semua ini berlaku bagi pria dan wanita baik pada sholat sendiri ataupun sholat berjamaah.
Dengan demikian siapa saja yg terbuka auratnya padahal ia mampu menutupnya maka sholatnya tidak sah walaupun sholat sendiri di tempat yg gelap krn sudah merupakan ijma’ akan wajibnya menutup aurat di dalam sholat.Allah ta’ala berfirmanيَا بَنِيْْ آدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ Wahai anak Adam! Pakailah pakaianmu yg indah di tiap masjid. .Yang dimaksud dgn zinah pada ayat di atas yaitu pakaian sedangkan yg dimaksud dgn masjid yaitu sholat. Artinya Pakailah pakaian yg menutup aurat kalian ketika sholat. Ucapan Umar radhiyallahu ‘anhu yg menyebutkan jenis-jenis pakaian yg menutup atau yg banyak dipakai tersebut merupakan dalil akan wajibnya sholat dgn pakaian yg menutup aurat. Beliau menggabungkan yg satu dgn yg lain bukan berarti pembatasan akan tetapi yang satu bisa mengganti kedudukan yg lain. Adapun mengenakan satu pakaian hanya boleh dilakukan dalam keadaan yg mendesak atau terpaksa. Di sana juga terdapat faidah bahwa sholat dgn dua pakaian itu lbh afdhol daripada dgn satu pakaian. Dan Al Qodhi Iyadh telah menegaskan ijma’ dalam hal ini.(7)Berkata Imam Syafi’i rahimahullah Bila seseorang sholat dgn gamis yg transparan(8) maka sholatnya tidak sah. (9)Beliau juga berkata Yang lbh parah dalam hal ini adl kaum wanita bila sholat dgn daster dan kudung sedangkan daster menggambarkan bentuk tubuhnya. Saya lbh suka wanita tersebut sholat dgn mengenakan jilbab yg lapang di atas kudung dan dasternya sehingga tubuh tidak terbentuk dgn daster tadi. (10)Untuk itu hendaknya kaum wanita tidak sholat dgn pakaian yg transparan seperti pakaian dari nilon dan sejenisnya krn bahan jenis ini walaupun luas dan menetup seluruh tubuh namun selalu terbuka atau membentuk. Dalilnya adl sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamسَيَكُوْنُ فِي آخِرِ أُمَّتِيْ نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ.. Akan ada kelak pada umatku wanita-wanita yg berpakaian tetapi telanjang.. {HR Malik dan Muslim}.Ibnu Abdil Barr berkata Yang dimaksud oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adl wanita yg mengenakan pakaian tipis atau mini yg membentuk tubuh dan tidak menutup auratnya. Mereka disebut berpakaian tetapi pada hakekatnya telanjang. (11)Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah sebuah riwayat sebagai berikut Suatu hari Al Mundzir bin Az Zubair datang dari Iraq lalu ia mengirim oleh-oleh kepada Asma` pakaian tipis dan antik dari Quhistan dekat Khurasan setelah ia mengalami kebutaan. Ia pun lantas meraba pakaian tersebut dengan tangannya kemudian berkata Ah! Kembalikan pakaian ini. Pengantarnya merasa tidak enak dan berkata Wahai ibu! Sungguh pakaian ini tidak transparan. Asma` berkata Pakaian ini walaupun tidak transparan akan tetapi membentuk. (12)Kata As Safarini dalam Gidza`ul Albab Bila pakaian itu tipis hingga tampak aurat si pemakainya baik lelaki maupun wanita maka dilarang dan haram mengenakannya. Sebab secara syariat dianggap tidak menutup aurat sebagaimana diperintahkan. Hal ini tidak diperselisihkan lagi. (13)Kata Imam As Syaukani dalam Nailul Author 2/115 Wajib bagi wanita menutup badannya dengan pakaian yg tidak membentuk tubuuh inilah syarat dalam menutup aurat. Sebagian fuqoha menyebutkan Pakaian yg transparan pada sekilas pandangan keberadaannya seperti tidak ada. Karena itu tidak ada sholat bagi yg mengenakannya {untuk sholat}. Sebagian yg lain menegaskan bahwa pakaian para salaf tidak ada yg terbuat dari bahan yang membentuk aurat krn tipis sempit atau yg lain.3. Tidak membuka auratAda beberapa golongan yg terkadang sholat dgn aurat terbuka di antaranya:a. Mereka yg mengenakan celana panjang pantalon yg membentuk aurat atau mengesankannya atau transparan dgn kemeja pendek. Ketika ruku’ dan sujud kemeja tertarik ke atas sedang celana tertarik ke bawah. Dengan demikian punggung dan sebagian auratnya tampak. Hal ini kadangkala terjadi bila tidak bisa dikatakan sering. Perhatikanlah aurat mughalladhah nya tampak ketika ia ruku’ atau sujud di hadapan Rabbnya.
Na’udzubillah! Kita berlindung kepada Allah dari kebodohan sebab bila dalam keadaan demikian sedang aurat terbuka jelas mengantarkan pada batalnya sholat. Lantas siapa kambing hitamnya? Celana pantalon dan memang celana pantalon asalnya dari negeri kafir.(14)Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin dalam menanggapi beberapa kesalahan yg dilakukan sebagian kaum muslimin di dalam sholat beliau berkata Banyak di antara manunsia tidak lagi mengenakan pakaian yg luas dan lapang mereka hanya mengenakan celana panjang dan kemeja pendek yg menutupi dada dan punggung. Bila mereka ruku’ kemeja tertarik hingga tampak sebagian punggung dan ekornya yg merupakan aurat dan dilihat oleh orang yg ada di belakangnya. Padahal terbukanya aurat merupakan sebab batalnya sholat.(15)b. Wanita yg tidak menjaga pakaian dan tidak memperhatikan menutup seluruh badan sedang ia berada di hadapan Robbnya baik krn bodoh malas atau acuh tak acuh. Padahal sudah menjadi kesepakatan bahwa pakaian yg mencukupi bagi wanita utk sholat adl baju panjang dan kerudung.(16)Kadang-kadang seorang wanita sudah memulai sholat padahal sebagian rambut atau lengan atau betisnya masih terbuka. Maka ketika itu –menurut jumhur ahli ilmu- wajib ia mengulangi sholatnya. Dalilnya adl hadits yg diriwayatkan oleh Sayidah Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaلاَيَقْبَلُ اللهُ صَلاَة حَائِضٍ إِلاَّ بِخِمَارٍ Allah tidak menerima sholat wanita yg telah haid kecuali dgn kerudung. {HSR Ahmad Abu Dawud Tirmidzi dan yg lain}.Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya sebagai berikut Pakaian apa yg pantas dikenakan wanita utk sholat? Beliau menjawab Kerudung dan baju panjang yg longgar sampai menutup kedua telapak kaki. (17) .Imam Ahmad juga pernah ditanya Berapa banyak pakaian yg dikenakan wanita utk sholat? Beliau menjawab Paling sedikit baju rumah dan kudung dgn menutup kedua kakinya dan hendaknya baju itu lapang dan menuutup kedua kakinya. Imam Syafi’i berkata Wanita wajib menutup seluruh tubuhnya di dalam sholat kecuali dua telapak tangan dan mukanya. Beliau juga berkata Seluruh tubuh wanita adl aurat kecuali telapak tangan dan wajah.
Telapak kaki pun termasuk aurat. Apabila di tengah sholat tersingkap apa yg ada antara pusar dan lutut bagi pria sedang bagi wanita tersingkap sedikit dari rambut atau badan atau yg mana saja dari anggota tubuhnya selain yg dua tadi dan pergelangan –baik tahu atau tidak- maka mereka harus mengulang sholatnya. Kecuali bila tersingkap oleh angin atau krn jatuh lalu segera mengembalikannya tanpa membiarkan walau sejenak. Namun bila ia membiarkan sejenak walau seukuran waktu utk mengembalikan maka ia tetap harus mengulanginya. (18) Oleh krn itu wajib bagi wanita muslimah memperhatikan pakaian mereka di dalam sholat lebih-lebih di luar sholat.Banyak juga dari mereka yg sangat memperhatikan bagian atas badan yaitu kepala. Mereka menutup rambut dan pangkal leher tapi tidak memperhatikan anggota badan bagian bawah dengan kaos kaki yg sewarna dgn kulit sehingga tampak semakin indah. Terkadang ada di antara mereka yg sholat dgn penampilan semacam ini. Hal ini tidak boleh. Wajib bagi mereka utk segera menyempurnakan hijab sebagaimana yg diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Teladanilah wanita-wanita Muhajirin ketika turun perintah Allah agar mengenakan kerudung mereka segera merobek korden-korden yg mereka punyai lalu memakainya sebagai kerudung. Tetapi sekarang kita tidak perlu menyuruh mereka merobek sesuatu cukup kita perintahkan mereka memanjangkan dan meluaskannya hingga menjadi pakaian yg benar-benar menutup.(19)Mengingat telah meluasnya pemakaian jilbab pendek di kalangan muslimah di beberapa negeri yang berpenduduk muslim maka saya memandang penting utk menjelaskan secara ringkas bahwa kaki dan betis wanita adl aurat. Ucapan saya wabillahit taufiq adl sebagai berikut:Allah subhanahu wa ta’ala berfirman.. وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ .. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan. .Sisi pendalilan dari ayat ini adl bahwa wanita juga wajib menutup kaki sebab bila dikatakan tidak maka alangkah mudahnya seseorang menampakkan perhiasan kakinya yaitu gelang kaki sehingga tidak perlu ia memukulkan kaki utk itu. Akan tetapi hal itu tidak boleh dilakukan karena menampakkannya merupakan penyelisihan terhadap syariat dan penyelisihan yg semacam ini tidak mungkin terjadi di jaman risalah. Karena itu seseorang dari mereka melakukan tipu daya dgn cara memukulkan kakinya agar kaum pria mengetahui perhiasan yg disembunyikan. Maka Allah pun melarang mereka dari hal itu.Sebagai penguat dari penjelasan saya Ibnu Hazm berkata Ini adl nash yg menunjukkan bahwa kaki dan betis termasuk aurat yg mesti disembunyikan dan tidak halal menampakkannya. (20)Adapun penguat dari sunnah adl hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ {رواه البخاري و زاد غيره: فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَكَيْفَ يَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُوْلِهِنَّ؟} قَالَ: يُرْخِيْنَ شِبْرًا. قَالَتْ: إِذَنْ تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ. قَالَ: فَيُرْخِيْنَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ: رَخَّصَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم لأُِمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ شِبْرًا ثُمَّ اسْتَزَدْنَهُ فَزَادَهُنَّ شِبْرًا فَكُنَّ يُرْسِلْنَ إِلَيْنَا فَنَذْرَعُ لَهُنَّ ذِرَاعًا. {رواه الترمذي و أبو داود و ابن ماجه و هو صحيح انظر سلسلة الأحاديث الصحيحة رقم 460}Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Siapa yg melabuhkan pakaiannya krn sombong Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bertanya Apa yg harus diperbuat oleh wanita terhadap ujung pakaian mereka? Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab Turunkan sejengkal. Ummu Salamah berkata Bila demikian kakinya akan tersingkap. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Turunkan sehasta jangan lbh dari itu. Dalam riwayat lain: Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan pada ummahatul mu`minin sejengkal dan mereka minta tambah maka Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menambahkannya. {HSR. Tirmidzi Abu Dawud Ibnu Majah} .Faidah dari riwayat ini adl bahwa yg dibolehkan adl sekitar satu hasta yaitu dua jengkal bagi tangan ukuran sedang.Imam Al Baihaqi berkata Riwayat ini merupakan dalil tentang wajibnya menutup kedua punggung telapak kaki bagi wanita. (21)Ucapan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan dan pertanyaan Ummu Salamah: Apa yg harus diperbuat wanita terhadap ujung pakaiannya? setelah ia mendengar ancaman bagi orang yg melabuhkan pakaiannya semua ini mengandung sanggahan terhadap anggapan bahwa hadits-hadits yg mutlak mengenai ancaman bagi pelaku isbal itu ditaqyid oleh hadits lain yg tegas yaitu bagi yg melakukannya krn sombong.Anggapan ini terbantah krn sekiranya benar demikian maka pertanyaan Ummu Salamah yang meminta kejelasan hukum bagi wanita itu tidak ada maknanya. Akan tetapi Ummu Salamah memahami bahwa ancaman itu bersifat mutlak berlaku bagi orang yg sombong dan yg tidak. Karena pemahaman beliau yg demikian maka beliau menanyakan kejelasan hukumnya bagi wanita sebab wanita dituntut utk berlaku isbal guna menutup aurat yaitu kaki. Dengan demikian jelas bagi beliau bahwa ancaman itu tidak berlaku bagi wanita tetapi khusus bagi lelaki dan hanya dalam pengertian ini.’Iyadl rohimahullah telah menukil adanya ijma’ bahwa larangan itu hanya berlaku bagi kaum pria tidak bagi kaum wanita krn adanya taqrir Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam atas pemahaman Ummu Salamah. Larangan yg dimaksud adl larangan isbal.Walhasil bagi pria ada dua keadaan:1. Keadaan yg mustahab yaitu memendekkan sarung hingga pertengahan betis.2. Keadaan jawaz yaitu melebihkannya hingga di atas mata kaki.Adapun bagi wanita juga ada dua keadaan:1. Keadaan mustahab yaitu melebihkan sekitar satu jengkal dari keadaan jawaz bagi pria.2. Keadaan jawaz yaitu melebihkannya sekitar satu hasta.(22)Sunnah inilah yg dijalankan oleh wanita-wanita di jaman Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dan jaman-jaman selanjutnya.Dari sinilah kaum muslimin di masa-masa awal menetapkan syarat bagi ahli dzimmah harus tersingkap betis dan kakinya supaya tidak serupa dgn wanita-wanita muslimah. Hal ini sebagaimana diterangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim.Termasuk pula orang-orang yg terjerumus dalam kesalahan ini yaitu memulai sholat sedang aurat tersingkap adl orang tua yg memakaikan anak mereka celana pendek dan menyertakannya sholat di masjid. Padahal Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaمُرُوْهُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعٍ Perintahkan mereka sholat ketika mereka berumur tujuh tahun. {HSR. Ibnu Khuzaimah Hakim Baihaqi dan yg lain}.Sedang tidak diragukan lagi bahwa perintah ini mencakup juga perintah menunaikan syarat- syarat dan rukun-rukunnya. Perhatikanlah jangan sampai anda termasuk orang-orang yg lalai.Demikianlah beberapa perkara yg harus kita perhatikan dalam hal pakaian dalam sholat berikut beberapa kesalahan yg terjadi. Namun masih ada beberapa hal yg berkaitan dgn syarat- syarat pakaian dalam sholat di antaranya tidak musbil tidak bergambar dan bukan pakaian yg dicelup merah.Wallahu a’lam.Diterjemahkan oleh Muhammad Rusli dgn sedikit tambahan—————————————-(1) Abu Awanah di dalam Shahihnya menerangkan sisi lain dari sebab ucapan Umar ini yaitu mengatakan di permulaannya Utbah bin Farqad pernah mengutus seorang budak utk membawa kiriman kepada Umar yg berisi berbagai macam makanan yg di atasnya terdapat permadani dari bulu. Ketika Umar melihatnya beliau berkata Apakah kaum muslimin kenyang dengan makanan ini di negeri mereka? Budak itu menjawab Tidak. Umar berkata Saya tidak suka ini. Lalu beliau menulis surat kepadanya..(2) Syaikh Abu Bakar Al Jaza`iri dalam kitabnya At Tadkhin memberi rincian sebagai berikut Di antara adat-adat rusak itu ialah memelihara anjing di dalam rumah wanita muslimah membuka wajah mereka kaum pria mencukur jenggot mengenakan celana pantalon ketat tanpa gamis atau sarung di atasnya membuka kepala beramah tamah dgn ahli fasik dan munafik tidak beramar ma’ruf nahi munkar dgn slogan ‘kebebasan berfikir’ dan ‘hak asasi manusia’. (3) Dari kaset rekaman beliau ketika menjawab pertanyaan Abu Ishaq Al Huwaini Al Mishri direkam di Urdun pada bulan Muharram tahun 1407 H lihat tulisan beliau: Syarat keempat dari syarat hijab wanita muslimah yaitu agar luas atau longgar dan tidak sempit yaitu dalam kitab Hijab Mar`atil Muslimah. Maka kesalahan yg disebut di atas terkena pada pria dan wanita Namun pada pria hal itu lbh tampak krn mayoritas kaum muslimin di jaman ini sholat menggunakan pantalon. Bahkan kebanyakan mereka sholat dgn pantalon yg sempit laa haula walaa quwwata illa billah. Padahal Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang sholat dgn mengenakan celana panjang tanpa ditutupi jubah sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud dan Hakim dgn sanad hasan. Hal ini diterangkan dalam Shahih Jami’ush Shoghir 6830.(4) Dengan ini pula Lajnah Ad Daimah menjawab pertanyaan seputar hukum sholat dgn celana pantalon pada Idaratul Buhuts no 2003 sebagai berikut Bila pakaian tersebut longgar hingga tidak menggambarkan aurat dan tebal hingga tidak transparan maka boleh sholat dengannya. Adapun bila transparan tampak semua yg ada di baliknya maka batal sholat dengannya. Sedang bila pakaian tersebut hanya sekedar membentuk aurat maka makruh sholat dengannya kecuali bila tidak ada yg lain.. Wabillahit taufiq.(5) Fatawa Rasyid Ridha 5/2056(6) Riwayat Thohawi dalam Syarah Ma’anil Atsar(7) Fathul Bari 1/476 Majmu’ 3/181 Nailul Author 2/78 84(8) As Sa’aty dalam Fathul Rabbani 18/236 berkata Gamis adl pakaian berjahit mempunyai dua lengan dan saku yaitu yg hari ini dikenal dgn jalabiyah merupakan pakaian yg lebar menutup seluruh badan dari leher ke mata kaki atau ke pertengahan betis. Dahulu pakaian ini digunakan sebagai pakaian dalam. (9) Al Umm 1/78(10) Al Umm 1/78(11) Tanwirul Hawalik 3/103(12) Riwayat Ibnu Sa’ad dalam At Thobaqotul Kubra 8/184 dgn sanad shahih.(13) Ad Dinul Kholish 6/180(14) Tanbihat Hammah ‘ala malabisil muslimin al-yaum hal. 28(15) Majalah Al Mujtama’ no. 855(16) Bidayatul Mujtahid 1/115 Al Mughni 1/603 Al Majmu’ 3/171 dan I’anatut Tholibin 1/285.
Maksudnya menutup badan dan kepalanya. Jika pakaiannya lapang sehingga dgn sisanya ia menutup kepala maka hal ini boleh. Disebutkan oleh Bukhari dalam Shahihnya 1/483 secara mu’allaq dari Ikrima ia berkata Sekiranya seluruh tubuh sudah tertutup dgn satu pakaian niscaya hal itu sudah mencukupi. (17) Masail Ibrohim bin Hanif lil Imam Ahmad no. 286(18) Al Umm 1/77(19) Hijab Al Mar`ah Al Muslimah hal. 61.(20) Al Muhalla 3/216(21) Tirmidzi berkata dalam Al Jami’ 4/224 Kandungan hadits ini yaitu adanya rukhshoh bagi wanita utk melabuhkan kain sarung krn hal itu lbh sempurna dalam menutup. (22) Fathul Bari 10/259
sumber : file chm Darus Salaf 2
Langganan:
Postingan (Atom)